I.                SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EKOLOGI TUMBUHAN


       Sejarah Perkembangan Ekologi
Ekologi sangat erat kaitannya dengan sistem kehidupan, maka dalam perkembangannya berkaitan erat dengan perkembangan biologi. Menurut (Surasana, 1995) gerakan-gerakan mengenai konservasi mulai dibentuk pada tahun 1930-an, kajian-kajian alam menjadi bagian dari hampir seluruh kurikulum di sekolah-sekolah, meskipun masih dalam konsep-konsep yang sangat sederhana, tidak jarang hanya berupa kegiatan-kegiatan pemberian warna pada gambar-gambar bunga dan kemudian membuat paragraf singkat mengenai hewan-hewan tersebut. Tetapi hal ini, sedikit banyak, telah menyadarkan orang-orang muda bahwa burung-burung yang berwarna-warni indah  ini mulai susah untuk dijumpai di alam bebas.
Pada saat itulah ditulis buku-buku sebagai petunjuk di alam bebas seperti ”The Red Birds Guides” dan ”The Constock Handbook of Natural Study” oleh John Burrogh, sebagai pedoman bagi natural history. Berdasarkan hal tersebut biologi berkembang, “kontak dengan alam”.
Akan tetapi ternyata alam lebih banyak daerah urbannya, dan sedikit daerah rural, sehingga manusia makin sulit untuk kontak dengan alam bebas sekitarnya. Maka perhatian biologi terhadap alam semakin menurun, dan penelitian-penelitian biologi menjadi lebih memperhatikan fungsi dari organima daripada hubungannya dengan alam sekitar. Ahli biologi modern terbentuk di jalan simpang dengan kimia, fisika, dan matematika, disiplin yang tidak segera berhubungan dengan lingkungan kehidupan. Mereka memulai dan mengakhiri biologi dengan sekelompok komponen kimia, dan berfikir bahwa jawaban dari kehidupan ini terletak di antara atau dalam realisme dari ilmu fisika.
Kesalahan dari pola berfikir seperti ini sebenarnya sebagian terletak pada biologi itu sendiri, untuk waktu yang relatif lama biologi tradisional selalu dimual dan diakhiri dengan penamaan organisma hidup. Biologi yang dikaji di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sedikit banyak hanya merupakan pengulangan-pengulangan bagian dari organisma, umumnya deskriptif, lemah dalam data kuantitatif, dan tidak mempunyai konsep-konsep dasar yang kuat seperti fisika, kimia dan matematika.
Keadaannya adalah seirama dengan pencinta alam amatir. Pengamat burung atau pengoleksi insekta atau kupu-kupu, kegiatannya tidak sampai pada tahapan identifikasi yang mendalam. Tidak ada perhatian, kalaupun ada hanya sedikit, untuk memahami kehidupan, memahami bagaimana mereka hidup dan apa funsgi di alam.
Timbulnya kesadaran akan lingkungan, pada tahun 1970-an dan hal ini telah menyebabkan revolusi ekologi, mengakhiri situasi kesemuanya ini, perhatian terhadap kajian alam mulai bangkit kembali. Penduduk sub-urban menjadi sadar akan lingkungan, dan situasi ini merupakan suatu saat yang baik untuk memahami alam lingkungan. Buku-buku mengenai kajian alam dan ekologi menjadi terkenal dan dicari orang dan laku, demikian pula buku-buku lama seperti The Reed Bird Guides dan The Comstick dari Burrough kembali laku lagi. Kajian lingkungan kembali dipelajari di sekolah-sekolah dan perhatian terhadap ”wild life” dan hutan meningkat.
Masyarakat berteriak, sadar atau tidak sadar, menentang perburuan liar dan perusakan-perusakan hutan oleh kegiatan penebangan hutan, pembuatan jalan raya, pembuatan bendung dan pusat tenaga, serta penambangan. Orang-orang berusaha lebih dekat dengan alam. Beberapa, terutama angkatan muda, kembali memperhatikan dunia dengan memantapkan kehidupan rural dan berupaya beruat suatu pertanian yang subsistem sebagai falsafah hidupnya. Industri untuk pertama kalinya mendapat tantangan teruatama akibat-akibatnya berupa sumber pencemaran air, udara dan penghancuran bentang alam.
Dengan demikian kajian alam atau sejarah alam berkembang menjadi ekologi dan ekologi menjadi ilmu yang merasuk dalam kesadaran masyarakat. Bila suara-suara lama menitikberatkan terhadap organisma, maka suara-suara baru bertitik tolak terhadap sistem kehidupan alam. Maka bila biologi molekuler berusaha mengungkapkan rahasia kehidupan dalam tahapan sel, maka ekologi berusaha mengungkapkan rahasia kehidupan dalam tahapan organisma, populasi dan ekosistem.
Sesungguhnya sangatlah sulit untuk menelusuri kapan kajian ekologi ini dimulai, meskipun bila ditinjau dari peristilahannya sendiri telah diperkenalkan oleh Ernst Haecckel (1866) dengan pengertian: Ekologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari seluk beluk ekonomi alam, sesuatu kajian mengenai hubungan anorganik serta lingkungan organik di sekitarnya yang kemudian pengertian ini diperluas, yang umumnya tertera dalam berbagai kamus dan ensiklopedia, menjadi kajian mengenai hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian tadi, sebenarnya Theophrastus seorang sahabat dan rekan kerja dari Aristoteles telah banyak menulis tentang hubungan timbal balik antara organisma hidup dengan lingkungannya. Tetapi yang dianggap sebagai pemula dan mengarah pada kajian yang bersifat modern adalah para ahli geografi tumbuhan seperti Humboldt, de Condolle, Engler, Gray dan Kerner. Mereka menulis tentang distribusi tumbuh-tumbuhan, meskipun banyak hal-hal yang masih belum terjawab dengan sempurna sampai sekarang. Dasar-dasar dalam geografi tumbuhan ini merupakan pangkal dan kemudian berkembang menjadi kajian komunitas tumbuhan atau ekologi komunitas.
Kajian ekologi komunitas ini kemudian berkembang ke dalam dua kutub, yaitu di Eropa yang dipelopori  oleh Braun-Blanquet (1932) yang kemudian dikembangkan oleh para ahli lainnya. Mereka tertarik dengan komposisi, struktur, dan distribusi dari komunitas. Kutub lainnya di Amerika, seperti para pakar ekologi tumbuhan Cowles (1899): Clements (1916) dan Gleason (1926) yang mempelajari perkembangan dan dinamika komunitas tumbuhan. Sedangkan Shelford (1913, 1937), Adams (1909), dan Dice (1943) di Amerika, serta Elton (1927) di Inggris mengungkapkan hubungan timbal balik antara tumbuhan dengan hewan.
Pada saat yang bersaman perhatian terhadap dinamika populasi juga banyak dikembangkan para ahli. Pendekatan secara teoritis dipelopori oleh Lotka (1925),sedangkan Voltera (1926) menstimulasi pendekatan-pendekatan secara eksperimental. Pada tahun 1935 Gause menemukan interaksi antara hewan pemangsa dengan hewan mangsanya dan hubungan kompetitif di antara species, dan pada saat yang sama pula Nicholson mempelajari kompetisi intra-species. Kemudian Anrewtha dan Birch (1954) serta studi lapangan oleh Lack (1954) menemukan dasar-dasar yang luas untuk kajian regulasi populasi.
Penemuan daerah edar dari burung oleh Howard (1920) yang kemudian dikembangkan oleh Nice (1930 dan 1940) berkembang menjadi ekologi tingkah laku. Pada tahun 1940-an dan 1950-an Lorenz dan Tinbergen mengembangkan konsep-konsep tingkah laku yang bersifat instink dan bersifat agresif. Sedangkan peranan tingkah laku sosial dalam regulasi populasi dikembangkan oleh Wynne dan Edwards (1960) secara lebih mendalam di Inggris.
Didasarkan pada hasil-hasil penemuan-penemuan dari Darwin (1859), Mendel (1806) dan Wight (1931) berkembang menjadi bidang-bidang genetika populasi, kajian evolusi dan adaptasi. Pekerjaan Leibig (1840) merupakan pekerjaan awal dari kajian lingkungan nonbiotis dari organisma yang kemudian berkembang menjadi eko-klimatologi dan eko-fisiologi.
Beberapa kajian di lingkungan perairan yang kemudian berkembang menjadi ekologi energetik didasari oleh penelitian dari thienemann seorang pakar limnologi Jerman (1920) yang memperkenalkan konsep tingkat trofik dalam pengertian konsumen dan produsen. Kemudian Birge dan Juday tahun 1940-an, pakar limnologi Amerika, dengan peralatannya menguraikan budget energi dari suatu danau, dan kemudian berkembang dengan pemikirannya menganai produksi primer dan mengelaurkan konsep-konsep ekologi mengenai dinamika tingkat trofik. Konsep-konsep ini kemudian oleh Lidenmann (1942) diperkenalkan sebagai konsep dasar dalam ekologi modern, yang kemudian oleh Hutchinson dan Odum (1950-an) diperluas sehingga menjadi pelopor dalam aliran budget energi. Studi awal mengenai siklus materi atau nutrisi dilakukan oleh Ovington (1957) di Inggris dan Australia, sedangkan di Rusia dipelopori oleh Basilevic dan Rodin pada tahun 1967.

                         Perkembangan Ekologi Tumbuhan
Ekologi berkembang melalui dua jalur, jalur hewan dan jalur tumbuhan. Para ahli ekologi tumbuhan memusatkan perhatiannya pada hubungan antara tumbuhan dengan lingkungannya. Kajian ekologi tumbuhan pula bukan hal yang baru, pada tahun 1305 Petrus de Crescetius sudah menulis suatu karangan mengenai adanya sifat persaingan hidup dalam tumbuhan. Kemudian King (1685) merupakan orang pertama yang menguraikan tentang konsep suksesi dalam komunitas tumbuhan. Warming (1891) mulai pula menguraikan tentang proses suksesi tumbuhan yang terjadi di bukit pasir sepanjang pantai Denmark. Pada saat itu memang ekologi tumbihan telah diakui sebagai disiplin ilmu baru.
Beberapa kapar ekologi tumbuhan yang patut dicatat sebagai pelopor dalam mengembangkan kajian ini:
Clements, sejak tahun 1905 sedah menulis buku teks ekologi yang menerangkan tentang metoda pengukuran dan pemasangan kuadrat dalam kajian ekologi lapangan. Buku ini sampai sekarang dihargai sebagai dasar dalam perkembangan baru para ilmuwan lainnya.
Cowles, terpengaruh oleh karya Warming mengadakan kajian dan menulis tentang suksesi tumbuhan di bukit sepanjang pesisir danau Michigan, bahkan menguraikan pula peranan iklim, fisiografi dan biota lainnya dalam suksesi ini. Seri bukunya telah dimulai sejak 1899.
Dalam buku yang berjudul ”The British Isles and Their Vegetation”, Tansley menyumbangkan karya ilmiah klasiknya yang tidak tertandingi sampai sekarang.

                         Tingkat Integrasi dan Pendekatan Ekologi Tumbuhan
Sejalan dengan apa yang telah diuraikan terdahulu, ekologi tumbuhan berusaha untuk menerangkan rahasia kehidupan pada tahapan individu, populasi dan komunitas. Ketiga tingkat utama ini membentuk sistem ekologi yang dikaji dalam ekologi tumbuhan ini. Masing-masing tingkatan adalah bersifat nyata, tidak bersifat hipotetik seperti species, jadi dapat diukur dan diobservasi struktur dan operasionalnya.
Individu dan populasi tidak terpisah-pisah, mereka membentuk asosiasi dan terorganisasi dalam pemanfaatan energi dan materi membentuk suatu masyarakat atau komunitas dan berintegrasi dengan faktor lingkungan di sekitarnya membentuk ekosistem.
Berdasarkan tingkat integrasinya maka secara ilmu, kajian ekologi tumbuhan dapat dibagi dalam dua pendekatan, yaitu sinekologi dan autekologi.
Sinekologi, berdasarkan falsafah dasar bahwa tumbuhan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang dinamis. Masyarakat tumbuhan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu keluar masuknya unsur-unsur tumbuhan dan turun naiknya berbagai variabel lingkungan hidup.
Dalam sinekologi komunitas tumbuhan atau vegetasi mempunyai perilaku sebagai suatu organisma utuh. Vegetasi bisa lahir, tumbuh, matang dan akhirnya mati. Dua bidang kajian utama dalam sinekologi adalah:
-          bidang kajian tentang klasifikasi komunitas tumbuhan, dan
-          bidang kajian tentang analisis ekosistem
Autekologi, falsafah yang mendasarinya adalah dengan memandang tumbuhan sebagai ukuran yang menggambarkan kondisi lingkungan sekitarnya. Clements menyatakan bahwa setiap tumbuhan adalah alat pengukur bagi keadaan lingkungan hidup tempat ia tumbuh. Dalam hal ini paling sedikit yang dimaksud dengan alam lingkungannya adalah iklim dan tanah.
Dari kajian ini lahir bidang kajian yang menilai bahwa tumbuhan adalah sebagai indikator alam atau indikator lingkungan hidup. Bidang kajian ini dikenal dengan ekologi fisiologi.
Perbedaan dari kedua bidang kajian ini adalah;
Sinekologi
Autekologi
-    Bersifat filosofis
-    Bersifat ekperimental
-    Deduktif
-    Induktif
-   Deskriptif (umumnya)
-    Kuantitatif
- Sulit dengan pendekatan rancangan  percobaan atau eksperimental design
- Dapat dilakukan berdasar rancangan percobaan atau ”eksperimental design”


DIAGRAM KAITAN ANTARA SINEKOLOGI DAN AUTEKOLOGI
EKOLOGI POPULASI
(Ukuran Populasi)
 





II.     POPULASI
Populasi merupakan sekelompok organisma dari spesies yang sama yang menempati suatu ruang tertentu, dan mampu melakukan persilangan diantaranya dengan menghasilkan keturunan yang fertil. Dengan demikian hubungan antara organisma satu dengan organisma lainnya dalam populasi dapat melalui dua jalan yaitu hubungan genetika dan hubungan ekologi.
 Populasi Lokal dan Ras Ekologi
Dalam situasi tertentu sekelompok individu ada kemungkinan secara genetika terisolasi, persilangan hanya memungkinkan terjadi diantara anggota kelompok itu sendiri. Kelompok organisma-organisma yang terisolasi tersebut biasanya disebut ”populasi lokal”.
Populasi lokal adalah merupakan unit dasar dalam proses evolusi, pertukaran gena terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama sehingga terjadi struktur gena yang khusus untuk kelompok tersebut dan akan berbeda dengan struktur gena populasi lokal lainnya meski untuk species yang sama. Hal ini dikarenakan adanya seleksi alami yang beroperasi terhadapnya, sehingga menghasilkan individu-individu dengan susunan gena yang memberi kemungkinan untuk bertahan terhadap lingkungan lokal, dan akan berkembang dalam jumlah yang semakin banyak jika dibandingkan dengan individu-individu yang tidak tahan.
Salah satu jalan suatu populasi lokal dapat teradaptasi terhadap suatu lingkungan adalah dengan pengembangan dan pengelolaan diversitas genetikanya melalui reproduksi seksual dalam populasi. Hasilnya adalah sekelompok atau susunan individu-individu yang masing-masing berbeda dalam toleransinya terhadap lingkungan, salah satunya ada kemungkinan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam toleransinya terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim daripada rata-rata anggota populasi lainnya. Dengan demikian kehetrogenan struktur gena dari anggota populasi mempersiapkan populasi terhadap kehancurnnya akibat lingkungan, misal terhadap kemarau yang panjang.
Hal yang sejalan terjadi pula dalam kurun waktu yang relatif lama dan lamban sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, dalam hal ini bisa ratusan bahkan ribuan tahun. Dengan demikian kehetrogenan struktur gena merupakan cara dalam mempertahankan hidup atau kelulusan hidup, dan ini sebagai mekanisma teradaptasinya suatu populasi akibat seleksi alami.
            Dalam suatu kawasan yang secara umum mempunyai kondisi yang relatif sama, populasi lokal dari species yang ada berkecenderungan untuk memperlihatkan toleransi terhadap lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan berbeda toleransinya dengan species lokal lainnya (dari species yang sama) yang berada pada kondisi iklim yang berbeda.
            Populasi lokal seperti ini biasa dikenal dengan ras ekologi. Contoh yang terkenal dari ras ekologi adalah di Skandinavia dimana terdapat dua populasi yang secara sistematik dimasukkan dalam satu species yang sama meskipun kedua populasi ini mempunyai karakteristika yang berbeda. Populasi di daerah pegunungan mempunyai karakteristika bentuk morfologi yang kerdil dan berbunga cepat, sedangkan populasi di daerah pantai bentuk morfologinya tinggi tetapi berbunga lambat. Orang semula memperkirakan bila indovidu dari populasi di pegunungan dipindahkan atau ditumbuhkan di pantai maka akan tumbuh dengan karakteristika populasi pantai, demikian pula sebaliknya.
            Akan tetapi setelah Goete Turesson mencobanya, yaitu individu dari populasi pegunungan ditumbuhkan di pantai, dan individu dari populasi pantai ditumbuhkan di pegunungan, ternyata masing-masing tumbuh sesuai dengan karakteristik  asalnya. Hal ini memperlihatkan bahwa masing-masing anggota populasi sudah sedemikian rupa terseleksi oleh alam lingkunganya dalam waktu yang cukup lama, sehingga karakterisktik susunan genanya bersifat khusus. Contoh-contoh lain biasanya akan diketemukan pada daerah kontinental yang luas.
Jadi suatu ras ekologi adalah juga populasi lokal yang terbentuk oleh karakteritika individu-individunya.
            Apabila perubahan lingkungan pada suatu kawasan yang luas berubah secara teratur, maka adaptasi genetikanya akan terjadi secara teratur pula, dan dengan demikian sebagai hasilnya akan terjadi perbedaaan yang nyata seperti pada ras yang terbentuk adalah suatu seri tumbuhan, yang berurutan, yang memperlihatkan keteraturan secara terus-menerus atau kontinu dalam sifat genetikanya sebagai penentu dalam toleransi terhadap lingkunganya. Populasi-populasi dari sekelompok organisma-organisma dengan karakteristika yang berbeda secara teratur atau berurutan ini disebut ekoklin.
            Jadi berdasarkan dua hal di atas, maka suatu species dapat merupakan ras ekologi atau berupa kompleks dari ekoklin. Dua pendekatan dalam kajian populasi ini, yaitu melalui ekologi populasi yang mendalami pertumbuhan suatu populasi dan interaksi diantara populasi-populasi yang berhubungan erat di dalam pengaruh faktor lingkungan yang terkontrol ataupun tidak terkontrol. Pendekatan lainnya yaitu mempelajari satu atau lebih populasi lokal dari suatu species dalam usaha untuk mempelajari genetika species sebagai penentu toleransinya terhadap kondisi lingkungannya, kajian ini disebut ekologi gena atau ekologi fisiologi perbandingan.
Pembahasan selanjutnya akan ditekankan pada ekologi populasi.
            Besarnya suatu populasi di suatu kawasan tertentu biasanya dinyatakan dalam suatu peristilahan kerapatan atau kepadatan populasi. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam: jumlah individu persatuan luas, atau dapat pula dinyatakan dalam biomasa persatuan luas (bila populasi tersebut dibentuk oleh individu-individu dengan ukuran berbeda, ada kecambah, ada anakan dan tumbuhan dewasa serta tumbuhan tua).
            Dalam perjalanan waktu suatu populasi besarannya akan mengalami perubahan. Dalam mempelajari perubahan-perubahan ini pengertian kecepatan memegang peranan penting, dan perubahan populasi ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kelahiram atau regenerasi: kematian, perpindahan masuk, dan perpindahan keluar). Dalam ekologi tumbuhan dinamika populasi ini merupakan kajian yang menarik dikaitkan dengan kajian suksesi, lihat pembahasan suksesi.
Besarnya populasi tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh kapasitas tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung dalam suatu ekosistem dimana organisma itu masih dapat hidup. Dalam keadaan ini persaingan intra species adalah dalam keadaan maksimal yang dapat ditanggung oleh organisma tersebut.
            Meskipun dalam pembahasan di atas populasi seolah-olah tetap pada kapasitas tampungnya, tetapi pada kenyataanya berkecenderungan untuk berfluktuasi di atas dan di bawah kapasitas tampungnya. Berbagai faktor sebagai pendorong untuk terjadinya fluktuasi ini, yaitu: perubahan musim yang menyebabkan perubahan-perubahan faktor fisika dan mungkin juga kimia lingkungannya. Contoh yang menarik adalah kenaikan jumlah plankton yang sangat menyolok pada musim tertentu, disebut  ”plankton bloom”.
            Fluktuasi tahunan yang disebabkan:
a.       Faktor dalam, misalnya karakteristika atu toleransi yang berebda antara tumbuhan dewasa dengan kecambah dan anakan pohonnya.
b.      Faktor luar, misalnya intraksi dengan populasi lain, baik tumbuhan maupun hewan.

 Pola Penyebaran Individu
Penyebaran atau distribusi individu dalam suatu populasi bisa bermacam-macam. Pada umunya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu: penyebaran secara acak, penyebaran merata dan penyebaran berkelompok.
Penyebaran secara acak jarang terdapat di alam. Penyebaran semacam ini biasanya terjadi apabila faktor lingkungannya sangat seragam untuk seluruh daerah dimana populasi berada, selain itu tidak da sifat-sifat untuk berkelompok dari organisma tersebut, ingat dalam tumbuhan ada bentuk-bentuk organ tertentu yang menunjang untuk terjadinya pengelompokan tumbuhan (organ apa?).
Penyebaran secara merata umum terdapat pada tumbuhan. Penyebaran semacam ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat di antara individu-individu dalam populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendaptkan nutrisi dan ruang.
Penyebaran secara berkelompok adalah yang paling umum terdapat di alam, terutama untuk hewan. Pengelompokan ini terutama disebabkan oleh berbagai hal:
-          Respons dari organisma terhadap perbedaan habitat secara lokal
-          Respons dari organisma terhadap perubahan cuaca musiman
-          Akibat dari cara atau proses reporduksi/regenerasi
-          Sifat-sifat organisma dengan organ vegetatifnya yang menunjang untuk terbentuknya kelompok atau koloni.
Dalam ekologi populasi ini dikembangkan suatu cara untuk memahami pola distribusi dari individu dalam populasinya, diantaranya yaitu dengan memanfaatkan penyebaran Poisson dengan asumsi pertama individu-individu menyebar secara acak. Perlu diingat cara ini akan memberikan hasil yang baik apabila jumlah individu setiap satu meter perseginya adalah rendah.
Berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu adalah acak maka dapat didefenisikan bahwa varians (V) adalah sama dengan harga rata-rata (X), jadi apabila varians lebih besar dari harga rata-rata maka penyebaran individu adalah berkelompok, dan sebaliknya apabila varians lebih kecil dari harga rata-rata maka penyebarannya merata.


























III.  KONSEP FAKTOR LINGKUNGAN

Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses perkembangannya disebut faktor lingkungan.  Tumbuhan dan juga hewan dalam ekosistem merupakan bagian hidup atau komponen biotic, komponen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu, dalam hal ini tidak ada organisme hidup yang mampu untuk berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada, dan harus ada kondisi lingkungan tertentu yang berperan terhadapnya dan menentukan kondisi kehidupannya.
Lingkungan mempunyai tiga dimensi ruang dan berkembang sesuai dengan waktu. Ini berarti bahwa lingkungan adalah tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Pada dasarnya factor lingkungan alami ini selalu memperhatikan perbedaan atau perubahan baik secara vertical maupun lateral, dan bila dikaitkan dengan waktu mereka juga akan bervariasi baik secara harian, bulanan, tahunan, dan musiman. Dengan demikian waktu dan ruang lebih tepat dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan, jadi bukan merupakan factor atau komponen lingkungan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas, bagaimana variasi lingkungan di dalam suatu ekosistem, ambillah contoh di suatu hutan. Secara vertical akibat asana stratifikasi hutan maka akan kita ketahui bahwa terlihat perbedaan yang nyata adanya gradiasi dari suhu, cahaya, kelembaban, dan lain-lain. Suhu pada permukaan tanah akan berbeda dengan dengan suhu udara sekitarnya, demikian juga secara vertical baik ke atas maupun ke dalam permukaan tanah akan terlihat asana gradiasi suhu ini.
            Demikian juga secara lateral, meskipun gambarannya tidak sejelas perubahan vertical tadi, akibat perbedaan stratifikasi dan mungkin topografi berbagai factor lingkungannya akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya.

3.1. Komponen Lingkungan
Lingkungan merupakan kompleks dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak saja antara faktor-faktor biotik dan abiotik, tetapi juga antara biotik itu sendiri dan juga antara abiotik dengan abiotik. Dengan demikian secara operasional adalah sulit untuk memisahkan satu faktor terhadap faktor-faktor lainnya tanpa mempengaruhi kondisi keseluruhannya. Meskipun demikian untuk memahami struktur dan berfungsinya factor lingkungan ini, secara abstrak kita bisa membagi factor-faktor lingkungan ini ke dalam komponen-komponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para pakar ekologi dalam pembagian komponen lingkungan ini, salah satunya adalah pembagian seperti di bawah ini.
  1. Factor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air, dan angin.
  2. Factor tanah, merupakan karakteristika dari tanah seperti nutrisi tanah, reaksi tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisika tanah.
  3. Faktor topografi, meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan lahan, aspek kemiringan lahan dan ketinggian tempat dari permukaan laut.
  4. Faktor biotik, merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetesi, peneduhan, dan lain-lain.

Cara lain untuk menggambarkan pembagian komponen lingkungan ini seperti yang diungkapkan oleh Billings (1965), ia membaginya dalam dua komponen utama  yaitu komponen fisik atau abiotik dengan komponen hidup atau biotik, yang kemudian masing-masing komponen dijabarkan lagi dalam berbagai faktor-faktornya. Untuk memahami pembagian komponen lingkungan dari Billings ini lihatlah tabel berikut ini.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
FAKTOR FISIK/ ABIOTIK                                     FAKTOR HIDUP/ BIOTIK
---------------------------------------------------------------------------------------------------
E n e r g i                                                                     Tumbuhan hijau
            Radiasi                                                            Tumbuhan tidak hijau
            Suhu dan                                                                     Pengurai
            Aliran panas                                                                Parasit
A i  r                           
Atmosfer dan Angin                                                   H e w a n
A p i                                                                            M a n u s i a
Gravitasi
Geologi dan Tanah        
---------------------------------------------------------------------------------------------------

3.2. Hubungan Antar Faktor Lingkungan
Telah difahami bahwa dalam kajian ekosistem adalah sangat penting untuk menganalisis bagaimana faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya telah dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya, sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu faktor lingkungannya. Sebagai contoh bahwa kedua faktor iklim dan topografi akan mempengaruhi perkembangan suatu tanah. Demikian juga iklim dan tanah akan berpengaruh secara kuat dalam pola kontrolnya terhadap komponen biotik, menentukan jenis-jenis yang akan mampu menempati suatu tempat atau daerah tertentu.
Meskipun demikian karakteristik mendasar dari ekosistem apapun akan ditentukan atau diatur oleh komponen abiotiknya. Pengaruh dari variabel abiotik ini akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan, misalnya terciptanya perlindungan oleh pohon meskipun sifatnya terbatas.
Faktor-faktor abiotik merupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem, sedangkan kontrol faktor biotik setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dari jenis makhluk hidup.
Semua faktor lingkungan bervariasi secara ruang dan waktu. Organisme hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hubungan ini akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu.

3.3. Hukum Minimum dari Liebig
Dalam tahun 1840 Justus von Liebig, seorang pakar kimia dari Jerman, memprakarsai suatu kajian dalam pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tanaman tanaman. Dia berpendapat bahwa hasil dari suatu panen tanaman sering dibatasi oleh nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak seperti karbon dan air. Dia menemukan bahwa kekurangan posfor seringkali merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman tersebut. Penemuan ini membawa pada pemikiran bahwa adanya faktor penentu yang mungkin membatasi produktivitas tanaman.
Pemikirannya, pada saat itu, kemudian dikembangkannya menjadi hukum yang terkenal dengan “hukum minimum”, yang dinyatakan sebagai berikut: Pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah bahan makanan yang berada dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali.
Hukum minimum hanya berperan dengan baik untuk materi kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan faktor lainnya, baru kemudian peneliti lainnya mengembang pertanyaannya yang menyangkut faktor suhu dan cahaya.
Sebagai hasilnya mereka menambahkan dua pertanyaan, yaitu:
a.       Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis atau steady state. Apabila masukan dan keluaran energi dan materi dari ekosistem tidak berada dalam keseimbangan, jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku.
b.      Hukum minimum harus memperhatikan juga interaksi diantara faktor-faktor lingkungan. Konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang melimpah dari sesuatu substansi mungkin akan mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang minimum. Sering juga terjadi organisasi hidup memanfaatkan unsur kimia tambahan yang mirip dengan yang diperlukan yang ternyata tidak ada di habitatnya.

3.4. Hukum Toleransi dari Shelford
Salah satu perkembangan yang paling berarti dalam kajian faktor lingkungan terjadi pada tahun 1913 ketika Victor Shelford mengemukakan hukum toleransi. Hukum ini mengungkapkan pentingnya toleransi dalam menerangkan distribusi dari jenis.
Hukum toleransi menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang dapat dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi dan termasuk suatu kondisi optimum.
Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk kurva lonceng, dan akan berbeda untuk setiap jenis terhadap faktor lingkungan yang sama atau mempunyai kurva yang berbeda untuk satu jenis organisme terhadap faktor-faktor lingkungan yang berbeda. Misalnya jenis A mungkin mempunyai batas kisaran yang lebih luas terhadap suhu tetapi mempunyai  kisaran yang sempat terhadap kondisi tanah.
Untuk memberikan gambaran umum terhadap kisaran toleransinya ini, biasanya dipakai awalan   s t e n o  untuk kisaran toleransi yang sempit, awalan  i r i  untuk kisaran toleransi yang luas.
-----------------------------------------------------------------------------
Toleransi sempit          Toleransi luas              Faktor lingkungan
----------------------------------------------------------------------------
Stenotermal                 iritermal                       s u h u
Stenohidrik                 irihidrik                       a i r
Stenohalin                   irihalin                         salinitas
Stenofagik                   irifagik                         makanan
Stenoedafik                 iriedafik                       tanah
Stenoesius                   iriesius                         seleksi habitat
------------------------------------------------------------------------
            Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis dengan kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingkungan akan menyebar secara luas.
            Ia juga menambahkan bahwa dalam fasa reproduksi dari daur hidupnya faktor-faktor lingkungan lebih membatasi: biji, telur, embrio mempunyai kisaran yang sempit jika dibandingkan dengan fasa dewasanya.
Hasil Shelford telah memberikan dorongan dalam kajian berbagai ekologi toleransi. Berbagai percobaan dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan atau menentukan kisaran toleransi dari individu sesuatu jenis makhluk hidup terhadap berbagai faktor lingkungan. Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan, seperti menentukan toleransi jenis terhadap pencemaran air yang sedikit banyak akan memberikan gambaran dalam hal penyebaran tersebut.
            Shelford sendiri memberikan penjelasan dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi lingkungan lainnya, misalnya apabila nitrat dalam tanah terbatas jumlahnya maka resistensi rumput terhadap kekeringan akan menurun.
            Dengan demikian ia juga sudah memberikan gambaran bahwa adanya kemungkinan yang tidak menyeluruh hasil penelitian di laboratorium (kondisi buatan) yang memperlihatkan hubungan antara satu faktor lingkungan dengan organsime hidup.
            Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup, tetumbuhan dan hewan-hewan, hidup berada pada kondisi yang tidak optimal. Mereka berada dalam kondisi yang tidak optimal ini akibat kompetisi dengan yang lainnya, sehingga berada pada keadaan yang lebih efektif dalam kehidupannya.
            Misalnya berbagai kehidupan tetumbuhan di padang pasir sesungguhnya akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka memilih padang pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih. Demikian juga dengan anggrek sebenarnya kondisi optimalnya berada pada keadaan penyinaran yang langsung, tetapi mereka hidup di bawah naungan karena faktor kelembaban sangat lebih menguntungkan.

3.5.  Konsep Faktor Pembatas
Meskipun hukum dari Shelford ini pada dasarnya benar, tetapi sekarang para pakar ekologi berpendirian bahwa pendapat ini terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat apabila menggabungkan konsep minimum dengan konsep toleransi ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada kondisi-kondisi yang tidak sederhana.
Organisme hidup di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannya tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam penyebaran jenis.
Memang sulit untuk menentukan di alam faktor-faktor pembatas ini, karena masalah yang erat kaitannya dengan pemisahan pengaruh setiap komponen lingkungan secara terpisah di habitatnya. Nilai lebih dari penggabungan konsep faktor pembatas adalah dalam memberikan pola atau arahan dalam kajian hubungan-hubungan yang kompleks dari faktor lingkungan ini.
Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perhatian ditujukan pada kajian kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas itu sendiri. Kajian hendaknya diarahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk menguasai habitat tertentu dan menghasilkan kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertahankan diri.
Kajian-kajian ekologi toleransi yang didasarkan pada pemikiran Liebig dan Shelford pada umumnya tidak menjawab pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana jenis-jenis teradaptasi terhadap beberapa faktor pembatasnya.
Pandangan ekologi yang lebih berkembang adalah memikirkan perkembangan jenis untuk mencapai suatu kehidupan dengan memperhatikan kisaran toleransi sebagai hasil sampingan dari persyaratan yang dipilih dalam pola kehidupannya. Pendekatan ini menekankan pentingnya evolusi yang membawa pengertian yang lebih baik hubungan antara individu suatu jenis dengan habitatnya.















IV.  HUBUNGAN ANTARA VEGETASI DAN FAKTOR LINGKUNGAN


4.1.  Cahaya
            Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang sampai di sistem ekologi tersebut, tetapi radiasi yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembaas, menghancurkan sistem jaringan tertentu.
            Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
  1. Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.
  2. Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.
  3. Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan morfologi dari tumbuhan. Memang pada dasarnya pengaruh dari penyinaran sering berkaitan erat dengan faktor-faktor lainnya seperti suhu dan suplai air, tetapi pengaruh yang khusus sering merupakan pengendali yang sangat penting dalam lingkungannya.
Kualitas Cahaya
Radiasi matahari secara fisika merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang-gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi ini adalah gelombang-gelombang dengan ukuran 0,3 sampai 10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh mata berkisar antara 0,39 sampai 7,60 mikron, sedangkan gelombang di bawah 0,39 merupakan gelombang pendek dikenal dengan ultraviolet dan gelombang di atas 7,60 mikron merupakan radiasi gelombang panjang atau infrared/ merah-panjang.
Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara satu tempat denan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap berbagai panjang gelombang cahaya ini.
Kepentingan Kualitas Cahaya
              Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron. Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
              Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi meneyrap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya.
              Di ekosistem perairan cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di permukaan, sehingga cahaya hijau akan dilalukan atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah dan sulit untuk diserap oleh fitoplankton. Ganggang merah dengan pigmen tambahan phycoerythrin atau pigmen merah coklat mampu mengabsorpsi cahaya hijau ini untuk fotosintesisnya, dengan demikian ganggang merah ini mampu hidup pada kedalaman laut.
              Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas, yang terang cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteria dan juga dipahami mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan menjadi terhambat pertumbuhannya.
              Umumnya gelombang-gelombang pendek dari radiasi matahari terabsorbsi di bagian atas atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi. Dengan demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi dan sangat terasa di daerah pegunungan yang tinggi.
              Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakterisktika tumbuhan di daerah pegunugan, hal ini merupakan hasil penyinaran ultraviolet dan menghambat untuk terjadinya batang yang panjang. Juga diperkirakan ultraviolet dapat mencegah berbagai jenis tumbuhan untuk bermigrasi, sehingga dengan demikian cahaya ultraviolet berfungsi sebagai agen dalam menentukan penyebaran tumbuhan.
Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/ spasial maupun dalam waktu/ temporal.
Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan terabsorpsi dan terrefleksi atau terhamburkan oleh gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya.
Intensitas cahaya yang terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan minimum.
            Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
            Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitascahaya di daerah dengan latituda tinggi ini, intyensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim dingin.
            Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifiksikan lagi oleh faktor topografi. Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosisem, hal ini akan lebih terasa untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga dapat mengahsilakna perbedaan struktur ekosistem.
Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakana sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Stratifikasi vertikal dari suatu ekosistem, dengan demikian, merupakan hasil dari total energi cahaya yang tersedia dan kondisi komunitas itu sendiri.
Dalam ekosistem perairan intensitas cahaya berkurang secara cepat ke arah yang semakin dalam. Air memantulkan dan menyerap cahaya berkurang secara cepat ke arah yang semakin dalam. Air memantulakan dan menyerap cahaya dengan efisiens sekali. Pada air yang bening dan tidak bergerak 50% cahaya mampu mencapai kedalaman lebih dari 15 meter. Bila air bergerak atau keruh cahaya akan menembus kedalaman yang lebih dangkal lagi, situasi ini mampu untuk menahan laju fotosintesis.
Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebsgai faktor pembatas. Cahaya yang kuat sekali dapat meruasak ensima akibat foto-oksidasi, ini mengganggu metabolisma organisme-organisme terutama kemampuan dalam sintesis protein.

Titik Kompensasi
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan hatus menerima sejumlah cahaya yang cukup utnuk membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohirat akibat respirasi. Apabila semua faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi laju fotosintesis dan rspirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu.
Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintessis (pembentukan karbohidrat) dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Titik ini menggambarkan intensitas cahaya yang memadai untuk terjadinya fotosintesis, dan merupakan intensitas cahaya minimum yang penting untuk pertumbuhan. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.

Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan heliofita. Merupakan tumbuhan yang senang dengan cahaya yang tinggi intensitasnya dan mempunyai titik kompensasi yang tinggi pula. Dalam tubuhnya mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan juga membongkarnya dalam respirasi.
            Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah, dengan titik kompnesasi yang rendah pula, dikenal dengan tumbuhan senang keteduhan atau siofita, metabolismenya lambat dan demikian juga proses respirasinya.
            Titik kompensasi heliofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi utnuk tumbuhan yang hidup di tempat teduh (siofita) titik kompensasinya bisa serendah 27 luks. Bahkan ganggang yang hidup dalam perairan dalam dan ganggang serta lumut yang hidup dalam gua-gua dapat tumbuh dengan intensitas cahaya yang lebih lemah samapai tidak melebihi cahaya bulan.
        Beberapa jenis tumbuhan mempunyai karakteristika siofita ketika masih muda, yang kemudian berkembang ke karakeristika heliofita apabila telah dewasa. Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anakannya yang harus tahan hidup di bawah peneduhan.
            Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran dengan laju fotosintesis merupakan pangkal dari perbedaan heliofita dengan siofita ini. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau serta klorofil sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya tadi. Pada tempat-tempat dengan penyinaran yang penuh, cahaya berkecenderungan untuk merusak atau menghancurkan klorofil ini. Dengan demikian kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil ini adalah mutlak diperlukan bagi tumbuhan yang hidup di tempat terbuka.
        Apabila tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untk mengimbangi klorofil yang hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitasnya) maka tumbuhan itu akan gagal dalam mempertahankan dirinya. Dengan demikian perbedaan kemampuan dalam pembentukan klorofil inilah yang membedakan antara heliofita dengan siofita. Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofilnya sehingga dapat tahan di temapt terbuka, dan sebaiknya siofita akan lebih efektif apabila berada di bawah naungan dan akan gagal apabila berada pada daerah terbuka.

Cahaya Optimal bagi Tumbuhan
      Proses pertumbuhan dari tumbuhan membutuhkan hasil fotosintesis yang melebihi kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum cahaya untuk proses pertumbuhan ini baru terpenuhi apabila cahaya melebihi titik kompensasinya. Bagi umumnya tumbuhan intensitas cahaya optimum untuk fotosintesis haruslah lebih kecil dari intensitas cahaya matahari penuh apabila ditinjau dari sudut kebutuhan daun secara individual. Meskipun demikian bila suatu tumbuhan besar hidup pada cahaya yang penuh sebagian besar dari dedaunannya tidak dapat menerima cukup cahaya matahari untuk fotosintesis secara maksimal akibat tertutup dedaunan di permukaan kanopinya. Dengan demikian cahaya matahari penuh akan menguntungkan bagi daun-daun di dalam kanopi untuk mencapai efektifitas fotosintesis secara total bagi tumbuhan untuk mengimbangi kekurangan dari daun-daun yang berada dalam cahaya supra-optimal.
      Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup di habitat alami janganlah diartikan betul-betul cahaya optimal untuk difotosintesis. Pada umumnya cahaya matahari itu terlalu kuat atau terlalu lemah bagi organ-organ fotosintesis. Optimum haruslah diartikan bahwa kombinasi tertentu dari faktor-faktor lingkungan lainnya, ingat konsep holosinotik, akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya dalam suatu perioda tertentu lebih baik untuk proses fotosintesis dibandingkan dengan keadaan lainnya.

Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya Kuat
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supra-optimal.
Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi kloroplast berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak daun secara keseluruhan sering tidak berada dalam keadaan horisontal, hal ini untuk menghindar dari arah cahaya yang tegak lurus pada permukaan daun dan ini berarti mengurangi kuat cahaya yang masuk.
Berkurangnya kadar klorofil pada intensitas cahaya yang tinggi mengandung aspek yang menguntungkan, cahaya yang diserap atau diabsorpsi akan mempertinggi energi ayng diubah menjadi panas akibat efisiensi ekologi yang rendah. Hal ini akan tidak saja menggenggui keseimbangan air tetapi juga akan mengganggu keseimbangan fotosintesis dengan respirasi dalam tumbuhan.
Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas cahaya yang diterima mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin. Pigmen ini yang biasanya terletak pada lapisan permukaan dari sel berperan sebagai pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke jaringan yang lebih dalam. Pigmen-pigmen yang berwarna merah ini akan memantulkan terutama cahaya merah yang berkadar panas. Dengan dipantulkannya cahaya merah ini maka akan mereduksi kemungkinan kerusakan-kerusakan sel sebagai akibat pemanasan. Ternyata suhu di bawah lapisan berwarna merah dari suatu buah mempunyai suhu lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian lainnya yang berwarna hijau.
Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari cahaya yang terlalu kuat dengan jalan pergerakan secara vertikal, bermigrasi ke kedalaman air.
Lamanya Penyinaran
Lama penyinaran reltif antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organisme hidup terhadap lamanya siang hari dikenal dengan fotoperiodisma. Dalam tetumbuhan jawaban/ respon ini meliputi perbungaan, jatuhnya daun dan dormansi.
Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang antara siang dan malam akan terjadi di daerah dengan garis lintang tinggi.
Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
  1. Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan. Berbagai tumbuhan temperate termasuk pada kelompok ini, seperti macam-macam gandum (wheat dan barley) dan bayam.
  2. Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, dalam kelompok ini termasuk tembakau dan bunga krisan.
  3. Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang tidak memerlukan perioda panjang hari tertentu untuk proses perbungaannya, misal tomat dan dandelion.
Reaksi tumbuhan berskala panjang dan berskala pendek membatasi penyebarannya secara latitudinal sesuai dengan kondisi fotoperiodanya. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa hidup di tempat yang kondisi fotoperiodanya tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser pada pertumbuhan vegetatif. Misalnya bawang merah, tumbuhan berkala pendek, akan menghasilkan bulbus/ umbi lapis-nya yang besar apabila ditumbuhkan di daerah dengan fotoperioda yang panjang, hal ini memberikan arti ekonomi tertentu dan banyak dilakukan oleh pakar hortikultura.
Di daerah khatulistiwa tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperioda ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuahan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi, tidak merupakan faktor pembatas.

4.2.  Suhu
            Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik secara langsung maupun tidka langsung trehadap organisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengna mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme hidup.
            Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi chaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya diabsopsi oleh suatu substansi. Tambahan lagi suhu sering berperan bersamaan dengna cahaya dan air untuk mengontrol fungsi-fungsi dari organisme.
            Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum, minimum atau keadaan harga rata-ratanya yang penting.

Variasi Suhu
Sangat sedikit tempat-tempat di permukaan bumi secara terus menerus berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan, suhu biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi lokal berdasarkan topografi dan jarak dari laut.
Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu ;pada permukaan kanopi hutan dengna suhu di bagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas. Demikian juga perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air.
Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas (matahari), bersama-sama dengan berputarnya bumi pada porosnya akan menimbulkan variasi suhu di alam tempat tumbuhan hidup.
Jumlah panas yang diterima bumi juga berubah-ubah setiap saat tergantung pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap musim, setiap tahun dan gejala geologi.
Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena reradiasi panas bumi, dengna demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang tinggi sekitar setengah hari. Setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu muka bumi ini akibat reradiasi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi yang diterima. Pada malam hari penurunaan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas yang diterima penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan reradiasi berjalan terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari suhu udara di sekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu harian, dan fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi di daerah antara ombak, di tepi pantai.
Berbagai karakterisktik muka bumi penyebab variasi suhu:
a.   Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas diserap.
b.  Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaintannya dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu berubah.
c.   Kerimbunan tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak dengna bebas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat tebuka dengan tempat tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan sangat berlainan, dengan kerimbunan yang rendah sudah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi kelembaban udara di bawah rimbunan tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air, akibatnya akan menaikkan suhu udara. Pada malam hari panas yang dipancarkan kembali oleh tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi suhu di tempat terbuka/ tidak bervegetasi.
d.  Iklim, mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi radiasil. Partikel-partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya, uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.
e.   Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduksi suhu, sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.
Variasi suatu berdasarkan waktu/ temporal terjadi baik musiman maupun harian, kesemua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.

Suhu dan Tumbuhan
Kehidupan di muka bumi berada dalam suatu batas kisaran suhu antar 00 C sampai 300 C, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk aktivitas metabolismenya. Suhu-suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal.
Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terus-menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya.
Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di  bawah 150 – 180 C. Sebaliknya konifer di daerah temperata masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 300 C. Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di daratan.
Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tergantung para umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.

Tumbuhan dan Suhu Tinggi
Suhu maksimum yang harus ditoleransi oleh tumbuhan sering merupakan masalah yang lebih kritis jika dibandingkan dengan suhu minimumnya. Tumbuhan biasanay didinginkan oleh kehilangan air dari tubuhnya, dengan demikian kerusakan akibat panas terjadi apabila tidak tersedia sejumlah air dalam tubuhnay untuk proses pendinginan tadi. Pada beberapa kasus umumnya kerusakan diinduksi oleh suhu yang tinggi berasosiasi dengan kerusakan akibat kekurangan air, pelayuan. Dalam kejadian seperti ini ensima menjadi tidak aktif dan metabolisme menjadi rendah.
Tumbuhan yang hidup di tempat-tempat dengan iklim yang panas sering mempunyai struktur morfologi yang teradaptasi untuk hidup pada kondisi panas ini, lapisan gabus menjadi tebal berfungsi sebagai lapisan pelindung, daun kecil-kecil untk mereduksi kehilangan air, dan kutikula menebal sehingga refleksi cahaya meningkat.
Tumbuhan dan Suhu Dingin
Kebanyakan tumbuhan berhenti pertumbuhannya pada suhu dibawah 60 C. Penurunan suhu dibawah suhu ini mungkin akan menimbulkan kerusakan yang cukup berat. Protein akan menggumpal pada larutan di luar cairan sel mengakibatkan ketidakatifan ensima. Bila suhu mencapai titik beku, akan terbetuk kristal es diantara ruang sel dan air akan terisap keluar dari sel maka akan terjadi dehidrasi. Apabila pembukuan terjadi secara cepat maka akan terbentuk kristal-kristal es dalam cairan sel yang ternyata volumenya akan lebih besar dari ukuran sel tersebut. Sehingga sel rusak dan mati akibat kebocoran dinding selnya. Hasilnya akan terjadi daerah yang berwarna coklat pada tumbuhan, sebagai karakteristika dari kerusakan akibat pembekuan atau frost.
Suhu yang rendah mungkin akan berperan secara tidak langsung, menghambat fungsi dari tumbuhan. Akar menjadi kurang permeabel sehingga tidak mampu menyerap air. Hal ini menimbulkan apa yang disebut kekeringan fisiologi, terjadi pada situasi air yang relatif cukup tetapi tidak mampu diserap akar akibat suhu yang terlalu dingin. Situasi ini sering terjadi di daerah tundra.
Tumbuhan yang hidup di daerah iklim dingin sreing mempunyai adaptasi morfologi untuk tetap bisa hidup. Tumbuhan menjadi kerdil atau merayap untuk mengurangi luka permukaan atau mempunyai bentuk bantal atau permadani untuk saling melindungi satu bagian dengan bagaian lainnya.

Suhu dan Produktivitas
Laju respirasi dan fotosintesis dari tumbuhan haruslah terjadi sedemikian rupa sehingga terdapat produktivitas bersih. Untuk tumbuhan umumnya suhu optimum untuk respirasi lebih tinggi dari suhu optimum utnk fotosintesis. Di atas suhu tertentu respirasi akan melebihi fotosintesis, maka akan terjadi kelaparan bagi tumbuhan tersebut. Hal inilah yang berperan dalam membatasi penyebaran tumbuhan dari daerah dingin ke daerah hangat.


Thermoperiodisma
Thermoperiodisma merupakan jawaban dari tumbuhan terhadap fluktuasi suhu yang bersifat ritmik. Hal ini dapat terjadi baik secara musim atau harian. Tumbuhan yang biasanya hidup pada tempat-tempat dengna suhu yang berfluktuasi berkecenderungan akan mengalami gangguan apabila ditumbuhkan pada tempat dengan suhu yang konstan. Kebanyakan tumbuhan akan tumbuh baik bila suhu lingkungan berubah-ubah. Misalnya, tomat mempunyai laju pertumbuhan optimum bila berada pada tempat dengan suhu siang 250 C dan suhu malam sekitar 100 C. Fluktuasi suhu ini menghasilkan keseimbangan optimum antara respirasi dan fotosintesis.
            Beberapa jenis tumbuhan memerlukan suhu malam hari di bawah suhu minimum tertentu untuk terjadinya perbungaan. Dan pada beberapa tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan untuk perkecambahan.
            Thermoperiodisma membatasi penyebaran tumbuhan  baik berdasarkan garis lintang maupun ketinggian tempat.

Suhu dan Dormansi Tumbuhan
Dormansi tidak saja terjadi pada tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang dingin, tetapi pada tumbuhan yang hidup di daerah beriklim hangat. Tumbuhan di tropika sering mempunyai fasa dorman yang tidak ada kaitannya dengan suhu. Diperkirakan bahwa fenomena ini telah memungkinkan nenek moyang pohon-pohon temperata berasal dari bermigrasinya dari tropika ke temperata.
Sebagai gejala umum dormansi diinduksikan dalam tumbuhan di temperata sebagai jawaban terhadap fotoperioda. Tetapi fasa dorman dari tumbuhan akan dipecahkan oleh suhu yang dingin, gejala ini disebut vernalisasi. Bila tidak cukup suhu dingin untuk memecahkan masa dorman maka tumbuhan tidak mampu untuk hidup lagi. Kebanyakan pohon dan perdu di daerah Inggris, misalnya, memerlukan antara 200 sampai 300 jam di bawah suhu 90 C untuk memecahkan masa dorman itu.
Vernalisasi dimanfaatkan dalam hortikultura untuk mempercepat siklus hidup untuk tujuan penyilangan. Tanaman bianual seperti beet dan seledri menghasilkan daun dan umbi dalam musim tumbuh pertama dan berbunga pada musim tumbuh kedua. Dengan memanfaatkan suhu dingin buatan siklus hidup akan terjadi secara lengkap hanya dalam satu tahun.
Masa/ Musim Pertumbuhan
Masa/ musim pertumbuhan adalah suatu perioda waktu ketika semua kondisi lingkungan yang diperlukan untuk tumbuh berada dalam keadaan memuaskan/ cocok. Suhu merupakan salah satu faktor yang align kritis dalam menentukan panjangnya musim masa pertumbuhan, terutama untuk tumbuhan yang hidup di tropika faktor kesediaan air, dalam hal ini jumlah dan lamanya hujan, merupakan faktor penentu untuk masa/ musim pertumbuhan ini.
Rata-rata suhu harian dan atau rata-rata suhu bulanan sering dipakai untuk menentukan musim pertumbuhan ini di suatu tempat. Berbagai metoda dikembangkan untuk menentukan masa/ musim pertumbuhan di daerah garis lintang tinggi, salah satunya adalah didasarkan pada suhu minimum pertumbuhan.

Suhu Minimum untuk Pertumbuhan
Musim pertumbuhan didefenisikan sebagai perioda ketika suhu berada di atas batas ambang tertentu yang diperlukan untik tumbuh. Batas ambang ini berlainan, dari 00 C sampai 100 C, tetapi umumnya dipakai 60 C sebagai batas suhu minimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman pertanian. Di Amerika Serikat musim pertumbuhan ini sering dibatasi oleh “hari bebas kebekuan”, yaitu jumlah hari berurutan selama suhu secara terus menerus di atas 00 C.
Satu hal yang perlu dipahami, metoda manapun dipergunakan untuk menentukan masa pertumbuhan, sampai sekarang belum betul-betul memuaskan. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kenyataan aau adanya kenyataan bahwa suhu udara akan dimodifikasi oleh keadaan lingkungan lainnya, seperti tanah, topografi dan vegetasi. (Metoda lain untuk menentukan masa/ musim pertumbuhan ini diantaranya adalah berdasarkan suhu terakumulasi dan unit fototermal, lihat Emberlin, 1983.).

  4.3. Air
            Air merupakan faktor lingkungan yang penting, semua organisme hidup memerlukan kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi kita ini adalah terbatas dan dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan bumi sulit untuk terjadi akibat adanya siklus melalui hujan, aliran air, transpirasi dan evaporasi yang berlangsung secara terus menerus.
            Bagi tumbuhan air adalah penting karena dapat langsung mempengaruhi kehidupannya. Bahkan air sebagai bagian dari faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur dan organ tumbuhan. Untuk lebih rinci perhatikan peranan air bagi tumbuhan di bawah ini :
  1. Struktur Tumbuhan. Air merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari semua makhluk hidup (tak terkecuali tumbuhan). Antara 40% sampai 60% dari berat segar pohon terdiri dari air, dan bagi tumbuhan herba jumlahnya mungkin akan mencapai 90%. Cairan yang mengisi sel akan mampu menjaga substansi itu untuk berada dalam keadaan yang tepat untuk berfungsi metabolisma.
  2. Sebagai Penunjang. Tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-jaringan yang tidak berkayu. Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel ini akan berada dalam keadaan kukuh. Tekanan yang diciptakan oleh kehadiran air dalam sel disebut tekanan turgor dan sel akan menjadi mengembang, dan apabila jumlah air tidak memadai maka tekanan turgor berkurang dan isi sel akan mengerut dan terjadilah plasmolisis.
  3. Alat Angkut. Tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat untuk mengangkut materi disekitar tubuhnya. Nutrisi masuk melalaui akar dan bergerak ke bagian tumbuhan lainnya sebagai substansi yang terlarut dalam air. Demikian juga karbohidrat yang dibentuk di daun diangkut ke jaringan-jaringan lainnya yang tidak berfotosintesis dengan cara yang sama.
  4. Pendingin. Kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan tubuhnya dan menjaga dari pemanasan yang berlebihan.
putaran per menit selama 30-40 menit.

Masuknya Air dalam Tumbuhan
Tumbuhan umumnya menyerap/ mengisap air tanah oleh sistem akarnya, meskipun pada brebeapa tumbuhan sederhana seperti lumut kerak dan lumut daun mampu menyerap air dari sekitarnya secara langsung. Air memasuki akar melalui bulu-bulu akar yang sangat halus yang berada seitar 6 mm setelah tudung akar. Sistem bulu akar ini memperluas permukaan aktif yang mampu menyerap air, dan secara terus menerus diperbaharui sesuai dengan pertumubhan akar menembus tanah.
Pergerakan Air dalam Tumbuhan
Dalam tumbuhan paku-pakuan dan juga dalam spermatofita air bergerak melalui jaringan khusus yang disebut xylem, yang strukturnya sangat berbeda-beda tergantung pada pengelompokannya, yang secara umum bersamaan dengan bentuk tabung. Air didorong naik sebagian akibat daya kapiler, tetapi sebagian besar bergerak anik akibat perbedaan terkanan antar daun dengan akar yang akan menghasilkan aliran yang terus-menerus melalui tumbuhan. Dalam tumbuhan yang tidak mempunyai jaringan xylem air diangkut ke seluruh tubuh oleh proses osmosis.
Bagaimana air meninggalkan tumbuhan
Umumnya air yang masuk ke tanah dan tumbuhan akan hilang melalui proses penguapan, dan hanya 2% air yang diserap oleh akar akan dipakai membentuk lebih banyak materi tumbuhan. Pada prinsipnya air akan meninggalkan tumbuhan melalui tiga cara:
1)            Transparansi, yaitu bagian yang paling utama dari kehilangan air ini. Dalam daun air akan diuapkan dari dinding sel ke ruang antar sel. Dari sini didifusikan ke luar ke udara melalui lubang kecil di daun yang disebut stomata/ mulut daun. Mulut-mulut daun ini akan terbuka pada siang hari dan menutup pada malam hari. Fungsi utamanya adalah memberi kemungkinana untuk erjadinya pertukaran gas antara tumbuhan dengan udara.
2)            Penguapan Kutikula, sebagaian air mungkin menguap melalui kutikula dari daun atau tngkai. Dan hanya sebagian kecil air hilang dengna cara ini, umumnya kurang dari 10% dari total kehilangan air.
3)            Gutasi, di daerah yang lembab kehilangan air akibat penguapan adalah terlalu sulit. Untuk tumbuhan yang hidup pada habitat ini mempunyai lubang pada ujung dari xylem dari daun sebagai adaptasi morfologi dan fisiologi. Lubang ini dikenal dengan hidatoda, yang memungkinkan air menetes langsung keluar dari daun.

Laju Kehilangan Air
Jumlah air yang diperlukan oleh tumbuhan dan konsekuensinya daya toleransi terhadap lingkungan adalah ditentukan utamanya oleh laju kehilangan air, yang harganya tidak saja dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tetapi juga oleh keadaan tumbuhan itu sendiri.
1) Kondisi Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, dan angin kesemuanya berpesan terhadap laju penguapan dan mempengaruhi jumlah air yang hilang dari tumbuhan.

2) Ukuran dan Struktur Tumbuhan
·               Ukuran Tumbuhan, umumnya tumbuhan yang besar memerlukan lebih banyak air daripada tumbuhan kecil pohon Quercus misalnya menguapkan 675 L air, sedangkan jagung hanya menguapkan 2,5 L air selama musim panas di daerah temperata.
·               Ukuran Daun, umumnya di daerah lembab yang mempunyai laju penguapan rendah daun-daun menjadi besar untuk mendukung transpirasi, sedangkan daun-daun tumbuhan di daerah kering berukuran kecil-kecil untuk mengurangi penguapan.
·               Jumlah dan Ukuran Stomata, kerapatan dan ukuran stomata sangat berlainan untuk setiap jenis tumbuhan. Transpirasi pada dasarnya akan lebih efisien pada daun dengan ukuran stomata kecil tapi banyak jumlahnya daripada daun dengan stomata besar tapi sedikit jumlahnya.
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup di daerah kering biasanya mempunyai stomata dengan jumlah sedikit, bahkan pada daerah kering ini stomata tumbuhan terbuka pada malam hari dan tertutup pada siang hari dengan tujuan mengurangi kehilangan air akibat transpirasi.
Kekurangan dan Kelebihan Air
Di lingkungan daratan dengan situasi kelebihan air maka tanah menjadi jenuh air, permasalahan utama pada situasi seperti ini adalah tidak adanya udara dalam tanah sehingga perakaran tumbuhan tidak bisa bernafas dan juga tanah sering menjadi asam.
Jika jumlah air tidak memadai untuk keperluan tumbuhan maka sel menjadi lembek, dan stomata menutup untuk mengurangi kehilangan air berkelanjutan. Kondisi air tanah seperti ini dikenal dengan titik kelayuan, dan sel-sel tumbuhan mulai untuk terjadinya plasmolisis yang biasanya berjalan berkepanjangan. Dan apabila situasi kekurangan air ini menerus maka tumbuhan akan mati. Umumnya tumbuhan yang berada di daerah kering ini berada dalam keadaan setengah dehidrasi pada siang hari yang diimbangi dengan penyimpanan dalam keseimbangan airnya pada malam hari.
Efisiensi Transpirasi
Jenis tumbuhan yang berbeda memerlukan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Perbandingan antara produktivitas bersih dengan air yang ditranspirasikan merupakan efisiensi transpirasi dari tumbuhan. Biasanya dinyatakan sebagai berat air yang ditranspirasikan dalam gram untuk menghasilkan 1 gram berat organik kering. Misalnya, efisiensi transpirasi dari gandum adalah 507, tentang 408, dan tanaman di daerah kering 250.

Adaptasi Tumbuhan terhadap Kondisi ekstrim
Kekeringan merupakan situasi yang sering dialami oleh tumbuhan, meskipun dipahami bahwa hujan bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menimbulkan. Suhu yang tinggi bisa juga memberikan pengaruh kekurangan air ini. Bila musim kering itu bersifat periodik dan merupakan karakteristika daerah, maka tumbuhan yang berada di daerah ii akan memperlihatkan penyesuaian dirinya, berbagai cara penyesuaian ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya memperlihatkan reduksi dari daun dan dahan, memperpendek siklus hidup atau biji matang pada atau dekat permukaan, rambut akar bertambah banyak, sel kutikula menbal, dinding sel mengandung lebih banyk ikatan kipid, jaringan polisade berkembang lebih baik tetapi sebaliknya dengan bungakarang, sel dan ruang antar sel mengecil tetapi jaringan lignin membesasr. Kecepatan fotosintesis, tekanan osmosa dan permeabilitas protoplasma meninggi dan diikuti dengan penurunan viskositas protoplasma, akibatnya perbandingan tepung dan gula menjadi besar, sehingga secara total tumbuhan menjadi tahan terhadap kelayuan.
Berbagai usaha untuk mengatasi kekurangan air atau mengurangi kebutuhan air bagi tumbuhan:
Memperbaiki keadaan lingkungan
  1. menambah jumlah, air dengan irigasi atau mengadakan penahanan terhadap bungaan ari.
  2. mengurangi kecepatan evapotranspirasi, dengan cara:
-          pengadaan mulsa, menghambat penguapan dari tanah dengan menutupnya oleh dedaunan, ranting, dll.
-          Menahan kecepatan angin dengan pohon pelindung
-          Melakukan penjarangan
-          Menyiangi daun dan bagian tumbuhan lainnya
-          Membuang tumbuhan gulma
-          Memberi cairan lilin pada daun

Menaikkan daya tahan tumbuhan terhadap kekeringan
  1. memilih jenis tumbuhan yang tahan kekeringan
  2. penyilangan dengan tumbuhan tahan kering
  3. memberi stimulasi tahan kekeringan
-          menjaga kadar N sekecil mungkin tapi memadai
-          mengatur pengairan dengan jarak yang semakin lama, dengan maksud sistem perakaran menembus dengan jauh ke dalam tanah dan supaya terjadi perubahan protoplasma yang dapat menaikkan daya tahan terhadap kekeringan.
Pengelompokan Tumbuhan berdasarkan Kadar Air Tanah
WARMING berdasarkan pengamatannya pada awal dari abad keXX ini, mengelompokkan dunia tumbuhan berdasarkan toleransinya terhadap air. Ia melihat adanya empat kelompok besar, yaitu:
a.             H i d r o f i t a, kelopok tumbuhan yang hidupu dalam air atau pada tanah yang tergenag secara permanen.
b.            H a l o f i t a, kelompok tumbuhan yang terkhususkan tumbuh pada lingkungan berkadar garam tinggi (kekeringan fisiologi).
c.             X e r o f i t a, kelompok tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup di daerah kering.
d.            M e s o f i t a, kelompok tumbuhan yang bertoleransi pada kondisi tanah yang moderat (tidak dalam keadaan ekstrim).
e.             H i d r o f i t a
            Hidrofita merupakan kelompok tumbuhan yang hdiup sebagian atau seluruhnya di dalam air atau habitat yang basah. Jadi dalam hal ini keadaan air berada dalam kondisi berlebihan, dan tumbuhan yang hidup mempunyai karakteristika yang khusus, seperti terdapatnya jaringan lakuner terutama pada daun dan akar yang berperan dalam memenuhi kebutuhan akan udara sebagai adaptasi terhadap kekurangan oksigen.
            Berdasarkan karakteristiknya dikenal 5 subkelompok hidrofita, yaitu:
  1. Hidrofita Tengelam dan Tertanam pada Substrat
Mempunyai epidermis yang tidak berkutikula, daun dan cabang akar tereduksi dalam ukuran dan ketebalan. Berkembang biak biasanya secara vegetatif. Contoh: Vallisneria dan Elodea.
  1. Hidrofita Terapung
Mampu berkembang biak secara cepat sehingga dalam waktu yang singkat dapat menutupi seluruh permukaan perairan. Bila terjadi reproduksi seksual maka penyerbukan terjadi pada atau di atas permukaan. Contoh: Lemna, Eichornia, dan Salvia.
  1. Hidrofita Terapung dengan akar tertanam dalam substrat
Mempunyai batang, akar dan tuber yang panjang. Daun sering tertutup oleh lapisan lilin.
Contoh: Nymphaea dan Victoria
  1. Hidrofita Menjulang, akar tertanam dalam substrat
Akar cepat tumbuh dalam lumpur, daun memperlihatkan variasi yang berbeda, baik  bentuk maupun struktur, antara yang mencuat ke udara dengan yang terendam dalam air.
Contoh: Acorus dan Typha
  1. Hidrofita Melayang
Merupakan fitoplankton, mampu menyerap nutrisi langsung dari air. Contoh: Oscillatoria dan Spirogyra
  1. H a l o f i t a
Tumbuhan yang hidup dalam kadar garam yang tinggi, mempunyai mekanisme untuk menerima garam yang masuk dalam tubuhnya. Halofita harus mampu mengatasi masalah kekeringan fisiologi. Tingginya konsentrasi garam dalam tanah mungkin menghambat peneyrapan air secara osmosis. Pada rawa pantai halofita berada dalam kekeringan saat surut, dan pengaruh kekurngan air dapat diimbangi dengan penyimpanaan aiar dalam tubuhnya sehingga bentuk halofita ini sering memperlihatkan sifat sukulen. Contoh : Acanthus ilicifolius, dan berbagai tumbuhan di rawa bakau.
b.      X e r o f i t a
Merupakan tumbuan yang teradaptasi untuk daerah kering, sangat sedikit jumlahnya dan lebih terkhususkan jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Xerofita ini dapat dikelompokkan dalam dua subkelompok besar, yaitu kelompok yang menghindar terhadap kekeringan (xerofita tidak muirni), dan kelompok yang memikul atau menahan situasi kering (xerofita asli).

Penghindar terhadap kekeringan
Mencegah kekeringan dengan jalan melakukan adaptasi dalam siklus hidup, morfologi, dan fisiologi.
Epemeral.
 Merupakan umumnya tumbuhan di padang pasir, dengan siklus hidup dan tumbuhan mulai dari biji sampai fasa reproduksi dalam beberapa minggu selama jumlah air memadai/ mencukupi. Biasanya biji dilapisi zat pelindung dan tahan terhadap kekeringan yang akan terlarut pada musim hujan sebelum berkecambah.
Sukulenta.
Merupakan tumbuhan perenial, menghindar dari kekeringan dengan menyimpan sejumlah air dalam jaringannya dan mereduksi kehilangan air. Air dapat disimpan mungkin di daun seperti pada Agave, di tangkai/ dahan pada Cactaceae dan Euphorbiaceae, atau di batang pada Bombacaceae.
Pada semua sukulenta bentuk morfologinya ini mempunyai kemampuan untk mengurangi kehilangan air dari tumbuhan akibat transpirasi stomata dan ruang antar sel sangat sedikit, daun tereduksi dalam ukuran lapisan kutikula yang tebal.
Freatofita.
 Sering dikenal dengan tumbuhan penyedot air, karena laju transpirasinya yang tinggi dan mampu menghindar dari kekeringan karena kemampuannya mencari dan mendapatkan air. Strateginya tidak untuk menjaga air tetapi akar yang sangat panjang yang mampu mencapai lapisan freatik yang dalam dari air tanah, menyerapnya dengan tekanan osmotik yang tinggi dari akarnya.

Tahan Kekeringan
Merupakan xerofita sejati, dan biasanya berupa semak yang memperoleh air dari tanah yang relatif kering. Caranya dengan mengadakan tekanan defisit yang cukup tinggi dalam sel-sel daun dan akar. Biasanya juga mengurangi transpirasi dengan membentuk daun yang kecil tetapi kuat.









V.               ANALISIS VEGETASI


Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan:
1.      Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya.
2.      Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dari segi floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara “random sampling” hanya mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “systematic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada keadaan tertentu.
Karena titik berat analisis vegetasi terletak pada komposisi spesies, maka dalam menetapkan besarnya atau banyaknya petak-petak sampling perlu digunakan suatu kurva (lengkung) spesiesnya. Kurva spesies tersebut diperlukan untuk:
1.      Luas atau besar minimum suatu petak yang dapat mewakili tegakan.
2.      Jumlah minimal petak-petak sampling kecil yang diperlukan agar hasilnya mewakili tegakan.


5.1. Penentuan Luas Minimum Area
            Pada cara ini kita hanya mempelajari satu petak sampling yang mewakili suatu tegakan hutan. Besarnya petak contoh ini tidak boleh terlalu kecil hingga tidak menggambarkan tegakan yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu petak tunggal tergantung pada kerapatan tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon yang terdapat. Makin jarang tegakannya atau makin banyak jenisnya makin besar ukuran petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ini ditetapkan dengan menggunakan kurva spesies-area.
Caranya dengan mendata jenis-jenis pohon yang terdapat dalam suatu petak kecil. Ukuran petak ini lalu diperbesar dua kali dan jenis-jenis pohon yang terdapat didata pula. Pekerjaan ini dilanjutkan sampai saat dimana penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Biasanya, luas minimum ini ditetapkan dengan dasar: penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 10% atau 5%. Cara pembuatan petak untuk membuat Luas Minimum Area seperti pada Gambar 6.1 berikut:
 


                                





Gambar  5. 1. Petak-petak contoh untuk menentukan luas minimum area.
Dari data banyaknya jenis dan ukuran petak dibuat (Tabel 1), kemudian dibuat lengkungnya, yaitu jumlah jenis sebagai ordinat (sumbu Y) dengan luas atau ukuran petak sebagai absis (sumbu X).
Tabel 1. Data jumlah jenis dan ukuran petak untuk menentukan luas minimum area
No. Petak Contoh
Ukuran Petak Contoh (m2)
Spesies
Jumlah Spesies
Penambahan Spesies (%)
1
               
0,25
Alternanthera sp.
Asystasia gangetica
Ageratum conyzoides
Clibadium
Surinamense
Eclipta sp.
Emelia sp.
Erechtites
Valeriantifolia
Eupatorium riparium
Mikania micrantha
Vernonia sp.
10
-
2
0,50
Cleome rutidosperma
Cyperus rotundus
Croton hirta
Euphorbia hirta
14
40%
3
1
Digitaria ascendens Paspalum commersonii
16
14,28%
4
2
Ottochoa arnottiana Rottboellia sp. Setaria filcata
19
18,75%
5
4
Dianella sp. Hyptis rhomboidea
21
10,52%
6
8
Oxalis sp.
22
4,76%
7
16
Centrosema pubescens
23
4,54%
8
32
Cyclosorus aridus
24
4,34%
9
64
Neprolepis biserrata
25
4,16%


Luas minimum ditetapkan pada bagian kurva yang mulai mendatar yaitu seluas 8 m2 keatas.
Kesukaran dalam penggunaan lengkungan area adalah menentukan bagian kurva yang mulai mendatar. Banyak penelitian di daerah tropika menghasilkan spesies area yang terus naik, karena banyaknya jenis pohon yang terdapat dalam tegakan. Untuk kebanyakan hutan-hujan tropika petak tunggal seluas 1,5 ha sudah cukup mewakili tegakan. Berikut hasil penelitian luas minimum area di berbagai tipe hutan dan tempat.
Tipe hutan dan tempat                                 Luas petak minimum (ha)
Hutan kerangas, Serawak                                           2,5 – 2,6
Hutan Diptercarpaceae, Filipina                                 1,9 – 2,2
Hutan hujan campuran, Serawak                                4,4
Hutan hujan, Kalimantan Selatan                               2,6 – 3,1
Hutan hujan, Liberia                                                   3,6 – 4,2
Hutan hujan, Nigeria                                                   3,7 – 4,9
Dari data tersebut untuk luas minimum hutan hujan tropic lebih kurang 3 ha

5.2. Teknik Analisis Vegetasi
A. Metode Dengan Petak
Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Technique)
Teknik sampling kuadrat merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan: Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun petak-petak contoh yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik sampling.
Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, petak contoh berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak. Selain itu, petak contoh berbentuk lingkaran akan memberikan kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi vegetasi, petak berbentuk lingkaran kurang efisien dibanding bentuk segi empat. Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segi empat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk lingkaran, terutama bila sumbu panjang dari petak sejajar dengan arah perubahan keadaan lingkungan atau habitat.
Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parameternya, petak contoh biasanya dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi). Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah (undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan      1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi umumnya para peneliti di bidang ekologi hutan membedakan pohon ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu: semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter < 10 cm), tiang (pohon muda berdiameter 10 sampai 20 cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm). Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tersebut, yaitu umumya 20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan 1 x 1 m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan bawah). Dalam metode kuadrat ini, parameter-parameter vegetasi dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut:







Untuk memudahkan proses analisis data, sebaiknya dibuat tally sheet yang memuat kerapatan, cover, diameter atau basal area dari setiap jenis dalam setiap kuadrat petak contoh (Tabel 1), dan dibuat juga tally sheet yang memuat data parameter vegetasi yang diukur keseluruhan (Tabel 2).
Azimuth                         :                                             Nama cruiser               :
Lokasi                            :                                             Tgl. Pencatatan           :
Ukuran kuadrat             :                                            
Bentuk pertumbuhan     : vegetasi bawah/ semai/ pancang/ tiang/ pohon
Ukuran kuadrat             :

Table 1. Data lapangan parameter vegetasi dengan metode sampling kuadrat
No
Kuadrat
Jenis
Diameter
Kerapatan1)
Cover2)
1.





2.





Dst.






1)      Untuk semai data kerapatan setiap jenis langsung dicatat karena biasanya diameter individu semai tidak diukur
2)      Untuk vegetasi tingkat bawah seperti rumput, herba dan semak belukar, data kelindungan (coverage) langsung diduga (diukur) pada waktu survey lapangan.

Tabel 2. Rekapitulasi analisis vegetasi dengan teknik sampling kuadrat
No.
Jenis
Kerapatan (ind/ha)
KR (%)
F
FR (%)
D (m2/ha)
DR
INP
1.








....








n.











(a)   Petak Tunggal
            Di dalam metode ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan. Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva spesies area. Suatu contoh petak tunggal pada Gambar 6.2.
40 m




































































































































5 m
10 m
 
20 m
 

Gambar 5.2. Suatu petak tunggal dalam analisis vegetasi

            Agar data vegetasi hasil survey memungkinkan, setiap lokasi pohon beserta tajuknya (termasuk pancang, semai, dan tiang) begitu pula pohon yang masih berdiri atau yang roboh dalam petak contoh, dipetakan. Hal ini akan sangat berguna untuk mengetahui pola distribusi setiap jenis vegetasi, proporsi gap, menduga luasan tajuk dari diameter, dll.

(b)   Petak Ganda
            Di dalam metode ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan banyaknya petak contoh dapat digunakan kurva spesies area. Sebagai ilustrasi pada Gambar 6.3 disajikan peletakan petak contoh pada metode petak ganda.
 









Acak                                                                            Sistematis

Gambar 5.3. Desain petak ganda di lapangan

Cara menghitung besarnya nilai kuantitatif vegetasi sama dengan metode tunggal.

Metode Jalur
Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi, misalnya tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung.
Text Box: 10 m
 




Text Box: 2 mText Box: 5 m                                                                                                                             
 







Gambar 5.4. Desain jalur contoh di lapangan
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
 Metode garis Berpetak
Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama.

 











Gambar 5.5. Desain metode garis berpetak

Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal.

Metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak
Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode garis berpetak.





 













Gambar 5.6.  Desain kombinasi metode jalur dengan metode garis berpetak


Teknik Sampling Tanpa Petak Contoh
            Untuk mengatasi kesulitan praktisi dalam pembuatan kuadrat (petak contoh) di lapangan, maka para ahli di bidang managemen hutan memperkenalkan suatu metode sampling disebut tanpa petak contoh (plotless sampling technique). Metode ini pada dasarnya memanfaatkan pengukuran jarak antara individu tumbuhan atau jarak pohon yang dipilih secara acak terhadap ind-ind tumbuhan yang terdekat dengan sumsi ind tumbuhan menyebar secara acak. Dengan demikian disamping metode ini akan menghemat waktu karena tidak memerlukan pembuatan petak contoh di lapangan, kesalahan sampling dalam proses pembuatan petak contoh dan penentuan apakah ind tumbuhan berada di dalam atau di luar kuadrat dapat dikurangi. Paling sedikit terdapat empat macam metode tanpa petak contoh yang berdasarkan satuan contoh berupa titik yang penempatannya di lapangan bila secara acak atau sistematis.



B.     Metode berpasangan acak (Random pair method)
Prosedur pelaksanaan teknik ini adalah sebagai berikut :
  1. Meletakkan titik-titik contoh secara acak atau beraturan (pada jarak tertentu sepanjang garis rintisan).
  2. Pemilihan satu ind (tumbuhan) pohon yang terdekat dengan titik contoh. Kemudian tarik suatu garis khayal yang melalui titik contoh dan ind. Pohon yang terpilih dan satu garis khayalan lagi yang tegak lurus terhadap garis khayalan pertama. Tahap selanjutnya pilih salah satu ind tumbuhan yang terdekat dengan ind tumbuhan pertama, tetapi letaknya berada di sektor lain (di luar sektor 1800 tempat pohon pertama berada yang dibatasi oleh garis khayalan pertama) Lihat gambar 5.7.
 













Gambar 5.7. Ilustrasi metode berpasangan acak dalam analisis vegetasi

  1. Mengukur jarak antar pohon (ind tumbuhan) pertama dan kedua. Selain itu parameter-parameter vegetasi yang diinginkan dapat diukur pada kedua ind tumbuhan tersebut. Untuk memudahkan analisis di lapangan sebaiknya dibuat tally sheet seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Form isisan data lapangan pada random point technique
No. titik contoh
Jenis
Diameter
Tinggi
Jarak ind 1 & 2
Ket.
Ind 1
Ind 2
Ind 1
Ind 2
1.







2.







....







n








  1. Dilakukan analisis data lapangan dengan rumus sebagai berikut :
Dominasi suatu jenis = Kerapatan x rata-rata nilai dominasi dari jenis

INP = KR + DR +FR

  1. Pembuatan rekapitulasi hasil analisis data yang diperoleh dengan teknik sampling ini adalah seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis data dalam metode berpasangan acak
No.
Jenis
S individu
Rata-rata dominansi
K
KR
D
DR
F
FR
INP
1.










....










....















Metode Titik Pusat Kuadran (Point Centered Quarteted Method)
Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan ind tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaannya metode ini mempunyai dua macam keterbatasan, yaitu : 1) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu ind tumbuhan, dan 2)setiap ind (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu kali. Prosedur metode ini dalam pelaksanaan di lapangan sebagai berikut :
a.        Peletakan sejumlah titik contoh secara acak dalam komunitas tumbuhan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, sebaiknya dibuat suatu seri garis arah kompas 9 garis rintis) dalam komunitas tumbuhan yang akan diteliti, kmd sejumlah titik contoh dipilih secara acak atau secara teratur sepanjang garis rintis tersebut. Cottam dan Curtis (1956) menyarankan paling sedikit 20 contoh harus dipilih untuk meningkatkan ketelitian sampling dengan teknik ini.
b.        Pembagian areal sekitar titik contoh menjadi empat kuadran yang berukuran sama (Gambar 7). Hal ini dapat dilakukan dengan kompas atau bila suatu seri garis rintis digunakan kuadran-kuadran tersebut dapat dibentuk dengan menggunakan garis rintis itu sendiri dan suatu garis tegak lurus terhadap garis rintis tersebut melalui titik contoh.

Di dalam metode ini setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khalayan, sehingga di setiap titik pengukuran terdapat empat buah kuadran. Pilih salah satu pohon di setiap kuadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukur jarak dari masing-masing pohon tersebut ke titik pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang dipilih.
 












Gambar 6.8. Desain point centered quarter method di lapangan.

Perhitungan besaran nilai kuantitatif parameter vegetasi adalah sebagai berikut :
a)      Jarak rata-rata ind pohon ke titik pengukuran
           
Keterangan :
 = jarak ind pohon ke titik pengukuran di setiap kuadran
n = banyaknya pohon
d = rata-rata unit area/ ind, yaitu rata-rata luasan permukaan n tanah yang diokupasi oleh suatu ind tumbuhan.
b)
c)
d)
e) Dominansi suatu jenis (D) = KA x Dominansi rata-rata per jenis
f)
g)
h)
i) INP = KR + FR + DR


Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method)
Metode ini cocok untuk komunitas tumbuhan bawah seperti rumput, herba dan semak. Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat pembantu seperti pada Gambar 8. Dengan mengangkat dan menyentuh pin yang terbuat dari kawat, maka kita catat jenis yang tersentuh sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan rumus :
a)     
b)     
c)      Rumus lainnya sama dengan metode dengan petak.


Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan cara memindahkan alat tersebut pada plot tiap 10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis yang disentuh.











(alat a)

 

Palang kayu pertama
 
                                                 Jarum kawat
 


        18 cm                                          (alat b)
Palang kayu kedua untuk menghilangkan efek paralaks
 
                                                                             1 m
 




Gambar 5.9..Alat kawat (alat a) dan kayu berlobang (alat b) yang digunakan dalam point intercept method


Metode Garis Sentuh (Line Intercept Method)
Cara ini digunakan untuk komunitas rumput dan semak/ belukar. Prosedur pelaksanaan metode ini di lapangan adalah sebagai berikut :
  1. Salah satu sisi areal dibuat garis dasar yang akan menjadi tempat titik tolak garis intersep, dan
  2. Garis intersep diletalkan secara acak atau sistematis pada areal yang akan diteliti. Garis tersebut sebaiknya berupa :
1.      Pita ukur dengan panjang 50-100 kaki (1 kaki = 30,48 cm)
2.      Tambang/ tali

Alat bantuan berupa pita ukur atau tambang/ tali tersebut dibagi ke dalam interval-interval jarak tertentu. Hanya tumbuhan-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di bawah garis intersep yang diinventarisir.
Jenis data yang diinventarisir adalah :
  1. Panjang garis yang tersentuh oleh setiap ind tumbuhan
  2. Panjang segmen garis yang berupa tanah kosong
  3. Jumlah interval yang diisi oleh setiap jenis
  4. Lebar maksimum tumbuhan yang disentuh garis intersep
Sebaiknya, kalau komunitas tumbuhan terdiri atas beberapa starata, penarikan contoh dilaksanakan secara terpisah-pisah untuk setiap strata.
Besaran atau parameter vegetasi yang dihitung adalah :
  1. Jumlah ind setiap jenis (N)
  2. Total panjang intersep setiap jenis (I)
  3. Jumlah interval transek/ garis ditemukannya suatu jenis (G)
  4. Total dari kebalikan dan lebar tumbuhan maksimum (S 1/m)
  5. Kerapatan suatu jenis
           
  1. INP = KR + FR + DR


Metode Bitterlich
Di dalam metode ini pengukuran dilakukan dengan tongkat Bitterlich (tongkat sepanjang 66 cm yang ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar berukuran 2 x 2 cm). Dengan mengangkat tongkat setinggi mata, plat seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada disekelilingnya.

Poon yang tampak berdiameter lebih besar dan sama dengan plat seng didaftarkan dan diukur. Sedangkan pohon yang tampak berdiameter lebih kecil dari sisi seng tidak masuk hitungan.

Untuk setiap jenis ditentukan luas bidang dasarnya dengan rumus :

B = N x 2,3 m2/ ha
       n
Keterangan:
N = banyaknya pohon dari jenis yang bersangkutan
n = banyaknya titik-titik pengamatan jenis yang ditemukan
2,3 = factor bidang untuk alat
















VI.           S U K S E S I

Pada prinsipnya semua bentuk ekosistem akan mengalami perubahan baik struktur maupun fungsinya dalam perjalanan waktu. Beberapa perubahan mungkin hanya merupakan fluktuasi lokal yang kecil sifatnya, sehingga tidak memberikan arti yang penting. Perubahan lainnya mungkin sangat besar / kuat sehingga mempengaruhi system secara keseluruhan.
Kajian perubahan ekosistem dan stabilitasnya memerlukan perhatian yang tidak sederhana. Ini meliputi aspek-aspek yang sangat luas seperti siklus materi/nutrisi, produktivitas, konsep energi, kaitannya dengan masalah pertanian dan juga dengan masalah konservasi.
Perubahan ekosistem ini pada dasarnya dapat disebabkan oleh berbagai penyebab utama yaitu :
a.      Akibat perubahan iklim
Perubahan atau fluktuasi iklim dalam skala dunia yang meliputi ribuan tahun telah memberikan reaksi penyesuaian dari ekosistem di dunia ini. Bentuk perubahan ini meliputi perubahan dalam perioda waktu yang lama dari penyebaran tumbuhan dan juga hewan, yang akhirnya sampai pada bentuk-bentuk ekosistem sekarang.  
b.      Pengaruh dari faktor luar
Faktor luar seperti api, penginjakan, atau polusi dapat menginduksi perubahan ekosistem baik untuk sementara maupun untuk waktu yang relatif lama.


c. Karakteristika dalam sistem sendiri   
Ini merupakan suksesi ekologi, yang dapat diartikan sebagai perubahan dalam ekosistem yang berkembang ke arah pemasakan atau pematangan atau ”steady state”. Seperti yang dipahami bahwa ekosistem merupakan system yang terbuka, mempunyai kapasitas untuk pengaturan diri oleh sistem umpan balik negative. Artinya ekosistem mengarah pada keseimbangannya, berupa ekosistem yang stabil.

6.1. Pengertian Dasar dari Suksesi
            Sudah diketahui secara meluas bahwa apabila suatu kebun tidak dipelihara, atau lapangan rumput yang tidak pernah dipotong secara teratur maka vegetasinya akan mengalami perubahan dan tidak tetap seperti it uterus menerus. Berbagai tumbuhan liar akan hidup/tumbuh dan mengubah sama sekali karakteristika dari vegetasi asalnya. Demikian juga suatu lahan pertanian yang tidak digarap, maka herba, perdu, dan pohon liar akan tumbuh menguasai daerah/lahan pertanian tersebut, dan apabila kondisi tanahnya memungkinkan vegetasinya akan berkembang membentuk komunitas hutan.
            Perubahan yang sama akan terjadi pula pada lahan-lahan yang baru terbentuk secara alami, seperti delta, bukit pasir, daerah aliran lahar atau lava. Pada permulaannya tanah belum matang, nutrisi organik belum ada, permukaan sangat terbuka dan kondisinya belum menunjang kehidupan di atasnya. Akan tetapi apabila diberi waktu yang cukup lama kelamaan akan tertutup oleh koloni-koloni tumbuhan yang kemudian ekosistem ini akan berkembang.
            Suatu komunitas tumbuhan akibat adanya longsor, banjir, letusan gunung berapi dan atau pengaruh kegiatan manusia akan mengalami gangguan atau kerusakan yang parah. Hancurnya komunitas tumbuhan ini akan menimbulkan situasi terbukanya permukaan tanah, yang terjadi rimbun tertutup lapisan vegetasi/komunitas tumbuhan. Keadaan ini merupakan habitat baru yang bias digunakan sebagai tempat hidup tumbuhan liar, baik cepat maupun lambat.
            Yang pertama kali masuk biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir, yaitu tumbuhan yang berkemampuan tinggi untuk hidup pada keadaan lingkungan yang serba terbatas atau mempunyai berbagai faktor pembatas, seperti kesuburantanah yang rendah sekali : kekurangan atau ketiadaan air dalam tanah; intensitas cahaya yang terlalu berlebihan/ tinggi dan sebagainya.
            Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang memberikan kemungkinan untuk hidup tumbuhan lainnya. Koloni tumbuhan pionir ini akan menghasilkan proses pembentukan lapisan tanah, memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan materi organik ketika terjadi pelapukan dari bagian tumbuhan yang mati.
Proses akan berkembang sesuai dengan perubahan waktu, dan akan menciptakan komunitas tumbuhan yang semakin lama semakin padat dan kompleks, mengarah pada pematangan bentuk komunitas tumbuhannya. Seluruh proses pematangan bentuk komunitas atau ekosistem ini disebut : S u k s e s i.        
Tansley (1920) mendefinisikan suksesi sebagai berikut : “Suksesi adalah perubahan yang perlahan-lahan dari komunitas tumbuhan dalam suatu daerah tertentu dimana terjadi pengalihan dari suatu jenis tumbuhan oleh jenis tumbuhan lainnya (pada tingkat populasi).
Sedangkan pakar yang dianggap pertama-tama mempelajari dan mengeluarkan teori suksesi adalah H.S. Cowles dari Universitas Chicago pada tahun 1899.
            Clements (1916) menuliskan pendapat-pendapatnya yang sangat persuasif, ia menyatakan bahwa vegetasi dapat disejalankan dengan ”organisma super”, mampu memperbaiki atau mengelola dirinya sendiri bila terjadi gangguan atau kerusakan. Ia juga mengenalkan adanya 6 (enam ) unsur yang akan terjadi sehubungan dengan proses suksesi yaitu :
a.       Penggundulan, yang mengakibatkan terjadinya substrat baru.
b.      Migrasi, kehadiran migrula atau organ pembiak tumbuhan.
c.       Eksesis, Perkecambahan, pertumbuhan, reproduksi, dan penyebaran.
d.      Kompetisi, persaingan sehingga adanya pengusiran satu species oleh species lainnya.
e.       Reaksi, perubahan pada ciri dan sifat habitat oleh jenis tumbuhan.
f.       Stabilitasi, yang menghasilkan komunitas tumbuhan pada tingkatan yang matang.
   
Perubahan komunitas tumbuhan atau vegetasi yang dikemukakan di atas menggambarkan bertambah kayaknya suatu daerah oleh berbagai jenis tumbuhan yang hidup di atasnya, proses perubahan ini disebut : suksesi progresif.
Perubahan vegetasi dapat pula mengarah pada penurunan jumlah jenis tumbuhan, penurunan kompleksitas struktur komunitas tumbuhan. Hal ini terjadi biasanya akibat penurunan kadar zat hara dari tanah, misalnya akibat degradasi habitat. Perubahan komunitas tumbuhan mengarah ke yang lebih sederhana ini disebut suksesi retrogresif atau suksesi regresif.
            Gams (1918) mengemukakan bahwa suksesi bisa terjadi secara alami, tetapi bisa juga timbul karena perbuatan manusia. Keduanya tidak berbeda secara mendasar. Hutan yang hancur karena ditebang oleh manusia, atau dihancurkan akibat longsor atau angin topan, proses suksesi yang terjadi akan relatif sama.
Namun Gams mengkategorikan suksesi ini dalam tiga keadan yaitu :
a.       Suksesi dengan urutan normal. yang berasal dari adanya pengaruh terhadap vegetasi yang terus menerus dan cepat. Misalnya vegetasi rumput yang selalu terinjak-injak ternak, di mamah biak, dijadikan tempat beristirahat ternak, atau tempat berguling-guling ternak. Kondisi vegetasi akan mengalami Fasa perubahan selama ternak tetap berada di tempat itu.
b.      Suksesi dengan urutan berirama, yang berasal dari gangguan berulang-ulang, mungkin siklis tetapi mempunyai interval waktu antara satu gangguan dengan gangguan berikutnya. Misalnya terjadi pada perubahan vegetasi karena adanya proses rotasi dalam pemanfaatan lahan pertanian.
c.       Suksesi dengan urutan katastrofik, yang menjadi secara hebat dan tiba-tiba, tidak berirama, seperti meletusnya gunung berapi, gempa bumi, kebakaran, penebangan, pengeringan habitat akuatika, yang kesemuanya ini bisa menimbulkan dampak katastrofik pada komunitas tumbuhan, yang kemudian cepat atau lambat akan diikuti oleh suatu proses suksesi tumbuhan.
         Perubahan vegetasi di alam sebenarnya bisa dibedakan dalam tiga bentuk umum, yaitu :
a.      Perubahan fenologis yang tidak saja terjadi karena adanya masa-masa berbunga, berbuah, berbiji, berumbi, gugur daun dan sebagainya, tetapi juga terjadi pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan tertentu dalam perjalanan waktu atau musim yang memperkaya komunitas tumbuhan itu. Misalnya pada habitat padang pasir dengan hadirnya tumbuhan setahun dan geofita setelah hujan turun, dan ini terjadi satu kali untuk beberapa tahun. 
b.      Perubahan suksesi sekunder, yakni perubahan vegetasi yang nonfenologis dan terjadi dalam ekosistem yang telah matang. Ini termasuk suksesi normal, berirama dan katastrofik seperti yang dikalsifikasikan oleh Gams. Suatu suksesi sekunder berasal hanya dari suatu kerusakan ekosistem secara tidak menyeluruh atau tidak total kerusakannya. Misalnya pada daerah pertanian setelah terjadi panenan, juga pada daerah hutan akibat terjadinya pohon tumbang. Pada suksesi sekunder ini dapat bersifat satu arah atau juga siklik.
c.       Perubahan suksesi primer, berlainan dengan suksesi sekunder, pembentukan komunitas tumbuhan pada suksesi primer ini berasal dari suatu substrat yang sebelumnya tidak pernah mendukung suatu komunitas tumbuhan.  Substrat baru yang terbentuk bisa berasal dari sistem air sebagai hasil dari proses pendangkalan, suksesi yang terjadi disebut suksesi hidroseres (Clements) atau  hidrark (Cooper). Bila substrat baru berasal dari sistem darat, batuan, pasir, dan sebagainya maka suksesinya disebut suksesi xeroseres atau xerark.

Pendekatan dalam kajian  suksesi
Sejalan dengan perkembangan dari ekologi umumnya maka dalam kajian suksesi inipun mengalami perkembangan, dan dapat dibagi dalam dua perioda pendekatan, yaitu pendekatan secara lama atau tradisional disatu fihak dan pendekatan yang ditujukan untuk melengkapi atau mengoreksi pendekatan lama berdasarkan konsep-konsep ekosistem yang mendasarinya di fihak lain.
a.      Pendekatan Kajian Suksesi Lama/Tradisional
Teori suksesi pola pendekatan lama didasarkan pada beberapa pemikiran yaitu:
1). Suksesi adalah suatu proses perkembangan komunitas yang teratur dan meliputi perubahan komposisi jenis dan fungsi ekosistem melalui waktu tertentu. Suksesi merupakan proses yang progresip, dan dapat diperkirakan (predictable).
2). Fasa awal dari suksesi (sere awal) struktur komunitas sederhana, dan dikuasai oleh tumbuhan berumur pendek. Sere berikutnya menjadi lebih progresif, lebih kompleks dan dikuasai oleh tumbuhan berumur panjang.
3). Suksesi berkulminasi dalam komunitas klimaks, yang paling besar, paling efisien dan komunitas paling kompleks dari habitat yang mendukungnya. Komunitas klimaks adalah stabil dan mandiri.
4). Suksesi dari habitat yang berbeda dapat mengarah pada komunitas klimaks yang sama. Pemikiran ini disebut : ”kesamaan akhir” atau equifinality. Jadi baik hidroseres maupun xeroseres akan berkembang menjadi komunitas klimaks berupa hutan.
5). Faktor penting yang berpengaruh terhadap bentuk komunitas klimaks adalah iklim. Cowles dan Clements berpendapat bahwa untuk setiap daerah iklim akan mempunyai satu bentuk komunitas klimaks. Pendapat ini disebut teori monoklomaks (akan dibahas tersendiri). Variasi lokal dari komunitas klimaks akan ditentukan oleh tanah, drainage sebagai fenomena temporal, dan apabila diberi waktu yang cukup akan berkembang mengarah ke bentuk klimaks regionalnya.
Teori suksesi tradisional/lama ini sangat kaku, lebih ditekankan pada pola berfikir deduktif dan pembuktian yang bersifat relatif. Sangat sedikit kasus suksesitelah dikaji secara rinci karena perubahan meliputi waktu yang panjang (beberapa decade) dan sulit mengelola penelitian lapangan untuk waktu yang lama ini.   
b.      Pola Pendekatan Suksesi Modern/Baru
Akhir-akhir ini timbul suatu pemikiran bahwa dalam kajian suksesi harus diperhitungkan pula segala aspek dari ekosistem untuk menggambarkan perubahan struktur dan fungsi ekosistem selama suksesi ini.
Diagram di bawah merupakan ringkasan dari pola berfikir teori terakhir dari suksesi.
KARAKTER
PERKEMBANGAN/SERE
FASA KLIMAKS
Struktur Jenis
-    komposisi jenis
-    diversitas jenis

perubahan cepat
meningkat

perubahan bertahap
stabil/menurun
Bentuk Hidup
-    ukuran tumbuhan
   dominan
-    siklus hidup

-          strategi


kecil
pendek, sederhana

umum

besar (darat)
kecil (air)
panjang, kompleks (darat)
pendek, sederhana (air)
spesialisasi
Struktur Organik
-    biomasa total
-    stratifikasi

naik
sederhana

maksimum
kompleks
Aliran Energi
-    hubungan trofik

-    produktivitas
kotor       
-    produktivitas
bersih
-    stabilitas

pendek, linier
(rantai makanan)

rendah

tinggi
rendah

panjang, kompleks
(jaring makanan)


tinggi
rendah
tinggi
Siklus Nutrisi
-    siklus nutrisi
-    siklus total
  
-    laju pertukaran
(biotik-abiotik)
-    peranan detritus
(regnerasi nutrisi)

terbuka
kecil


cepat

tidak penting

tertutup
besar (darat)
kecil (air)

lambat

penting

Pola Aliran Energi
Selama suksesi mencapai klimaks pola aliran energi dalam ekosistem berubah secara mendasar. Perubahan ini direfleksikan dalam besaran standing crop dalam sistem.
a.       Selama fasa seral awal masukan energi ke ekosistem lebih besar dari yang hilang. Tumbuhan dan hewan komunitasnya berkembang, mengakumulasi energi sebagai biomasa. Beberapa standing crop atau tegakan yang ada meningkat selama suksesi.
b.      Ketika komunitas klimaks dikembangkan maka steady state tercapai. Dalam keadaan ini masukan energi ke ekosistem sama dengan energi yang hilang. Hasilnya perubahan tegakan adalah kecil. Aliran energi melalui sistem pada fasa klimaks adalah maksimum.
c.       Bila ekosistem terganggu oleh faktor luar, misalnya kebakaran, energi yang hilang mungkin lebih besar dari masukan energi. Dalam hal ini besaran tegakan dalam system menurun.
d.      Akumulasi energi sebagai biomasa selama suksesi paling besar dalam ekosistem daratan, tumbuhan terbesar membentuk komunitas klimaks. Tegakan berada dalam maksimumnya ada sedikit fluktuasi.
e.       Di ekosistem perairan, terutama laut, komunitas klimaks mungkin dinyatakan oleh fitoplankton. Ukurannya yang kecil berarti standing cropnya relatif rendah/kecil, mungkin akumulasi dalam ekosistem rendah, tetapi laju metabolisma tinggi sehingga memungkinkan untuk mempunyai produktivitas kotor yang tinggi.    

Produktivitas
Produktivitas kotor dari ekosistem meningkat selama suksesi sampai klimaksnya. Peningkatan ini sebanding dengan keadaan standing cropnya. Prosentase dari produktivitas kotor yang terfiksasi sebagai produktivitas bersih tidak terus meningkat sampai klimaksnya, hal ini akibat dari beberapa keadaan.
a.       Dalam fasa seral awal tumbuhan dominan berkecendrungan untuk menjadi kecil dan berumur pendek. Bentuk tumbuhan ini, meliputi tumbuhan setahun, produktivitas bersihnya tinggi. Tumbuhnya yang kecil memerlukan energi yang relatif sedikit untuk pengelolaannya.
b.      Dalam fasa seral akhir tumbuhan dominant berkecendrungan besar dan berumur panjang, seperti pohon. Ketika tumbuh sempurna memerlukan bagian yang besar dari produktivitas kotornya untuk respirasi dalam pengelolaan tumbuhnya/ Organisma muda berada dalam laju pertumbuhan yang maksimum dan dikarakterisasi oleh penurunan produktivitas bersih ketika dewasa. Akibatnya tumbuhan besar dan berumur panjang mempunyai perioda kehidupan dalam keadaan relative tidak produktif. Hal ini terrefleksikan dalam pola produktivitas dari ekosistem secara keseluruhan.



Efisiensi Ekologi
Teori suksesi lama menyatakan bahwa proses suksesi membawa suatu komunitas untuk mencapai efisiensi konservasi energi yang maksimum. Energi merupakan sumber pembatas yang ekstrim bagi ekosistem, sehingga sangat logis apabila orang menduga bahwa kematangan akan tercapai pada saat ketersediaan energi berada dalam keadaan terbaik untuk bisa dimanfaatkan. Padahal pemikiran ini bertentangan dengan apa yang diketahui tentang pola aliran energi dan produktivitas.
            Telah dinyatakan bahwa dalam suatu suksesi primer, produktivitas kotor dimulai dengan nol dan kemudian meningkat. Tetapi peningkatannya tidak dapat tanpa batasnya apabila produktivitas bersih menurun sampai mencapai klimaks. Efisiensi konservasi energi menurun dalam fasa seral akhir.
            Penurunan efisiensi ekologi dari suatu ekosistem yang matang adalah fungsi dari pola produktivitas dari tumbuhan besar, yang hidup dalam komunitas klimaks. Tumbuhan mempunyai adaptasi yang tinggi untuk dapat tumbuh dengan cepat ketika muda dan peka, apabila telah besar dan mandiri maka rendahnya produktivitas bersih tidak menjadi masalah lagi.
Struktur Trofik
Fasa seral awal mempunyai rantai makanan yang pendek, dan linier. Kerusakan dapat terjadi dengan mudah, apabila salah satu mata rantai hilang maka tidak ada alternatif pengaliran lain bagi energi. Begitu pelapisan dari ekosistem terbetuk dan diversitas jenis meningkat maka struktur trofik menjadi lebih kompleks, dan terbentuk jaring makanan.
Struktur trofik yang lebih kompleks menghasilkan ekosistem yang stabil. Berbagai kemungkinan aliran energi tidak lagimenjadi masalah apabila salah satu dari mata rantai rusak atau terganggu. Rantai makanan detritus memegang peranan penting pada ekosistem matang ini.
Perubahan Siklus Nutrisi
Teori lama memperkirakan bahwa suksesi menghasilkan komunitas yang stabil dan siklus materi yang lebih efisien. Hal ini adalah benar untuk kebanyakan ekosistem daratan, tetapi  tidaklah demikian untuk ekosistem perairan.
Dalam setiap proses suksesi jumlah nutrisi yang bersiklus dalam setiap fasa awal adalah kecil. Penimbunan dalam ekosistem juga kecil. Pertukaran nutrisi antara komponen biotik dan abikotik terjadi cepat karena umur organismanya pendek. Peranan detritus dalam regenerasi nutrisi kurang penting. Fasa organik dari siklus kurang berkembang, akibatnya nutrisi dapat bergerak ke dalam dan ke luar dari sistem dengan mudah, maka siklus nutrisinya terbuka.
Meningkatnya biomasa pada fasa seral akhir berarti tingginya jumlah lambat akibat sistem didominanasi oleh organisma yang berumur panjang. Jumlah nutrisi yang diperlukan pada fasa seral akhir ini besar. Tumbuhan besar dari komunitas klimaks mempunyai sistem akar yang luar biasa yang sangat efektif dalam menyerap nutrisi. Peranan detritus dalam regenerasi nutrisi adalah penting.
Karakteristika ini berarti bahwa sistem yang matang mempunyai kemampuan untuk menahan nutrisi untuk waktu yang lama. Fasa organik dari nutrisi adalah berkembang dengan baik sehingga tidak banyak nutrisi yang dikeluarkan dari perbatasan ekosistem. Siklus nutrisi menjadi lebih bertutup dan sempurna, hal ini relatif efisien dan keseimbangan akan terbentuk.
Jumlah dan laju siklus nutrisi dalam suksesi di lautan dan danau biasanya menurun sampai klimaks, dengan demikian sere berakhir dengan kematangan yang miskin hara. Karakteristika ini berkembang  sebagai hasil dari pengembalian nutrisi dari dasar yang tidak efisien. Nutrisi dilepas dari materi organik mati ke dasar perairan dan tidak dikembalikan ke lapisan permukaan yang produktif.

Struktur dan Keanekaragaman
Stratifikasi
Sere awal biasanya terdiri dari kelompok-kelompok tumbuhan pendek yang tidak merata penyebarannya dan dengan pelapisan yang sederhana. Suksesi berjalan terus, tumbuhan yang lebih tinggi membentuk lapisan tambahan dan terjadi peneduhan. Koloni tumbuhan pertama menyingkir dari keteduhan dan diganti dengan jenis tumbuhan bawah lainnya yang biasa hidup dibawah naungan perdu dan pohon, suatu formasi hutan klimaks akhirnya terbentuk dengan stratifikasinya yang kompleks. Untuk hutan tropika misalnya akan dikenal pelapisan dari kanopi pohon, lapisan perdu, lapisan herba dan lapisan dasar yang terdiri dari lumut.
Pengecualian-pengecualian untuk terbentuknya sertifikasi yang kompleks ini memang bisa juga terjadi, misalnya pada hutan dengan lapisan kanopi pohon yang kerap dan mengakibatkan energi cahaya tidak memungkinkan untuk menunjang vegetasi dasar. Fenomena ini dapat diketemukan di hutan alami yang padat atau rapat kanopinya, baik di tropika maupun di temperata.
Meningkatnya kekomplekanstruktur vertikal dari ekosistem diikuti oleh agregasi spasial dari fungsi diantara lapisan. Contoh yang baik adalah di hutan, fotosintesis terjadi di lapisan kanopi pohon, penguraian berada di lapisan dasar atau permukaan tanah, dan batang-batang pohon mengangkut kembali nutrisi ke kanopi. Pelapisan yang sama dari struktur dan fungsi terjadi selama suksesi di lautan dan danau. Produksi terjadi di lapisan permukaan sedangkan penguraian lebih banyak terjadi pada dasar perairan. Nutrisi dikembalikan ke permukaan akibat pengadukan oleh arus atau angin. Dengan demikian, meskipun ada perbedaan dalam pengembalian nutrisi, rupanya untuk semua ekosistem berkembang pelapisan dari struktur dan fungsi selama suksesi.

Keanekaragaman Jenis
            Peningkatan yang cepat dari jumlah jenis merupakan gambaran pada fasa awal suksesi, banyak tumbuhan berkoloni. Gambaran pertama dari suksesi, peningkatan diversitas jenis cepat, dan fasa berikutnya laju peningkatan berjalan lambat. Jumlah jenis yang berbeda dalam ekosistem mungkin meningkat terus sampai terbentuknya komunitas klimaks, tetapi banyak pula terjadi penurunan keanekaragaman sampai akhir dari suksesi.
            Penurunan keanekaragaman ini terjadi akibat kompetisi. Tumbuhan yang dominan pada seral akhir besar-besar dan lebih kompleks sejarah pertumbuhannya tumbuhan pada seral awal. Dengan demikian hasil dari kompetisi tidak banyak terbentuk ragam dari jenis. Pada suksesi dengan hasil akhir hanya terdiri dari beberapa jenis dominan, seral intermedier mengandung jumlah yang maksimum.
            Keanekaragaman jenis dapat meningkat terus sampai komunitas klimaks, apabila struktur dan energi yang tersedia mendukungnya. Contoh yang baik di tropika, hutan penghujan tropika mempunyai struktur yang kompleks dan didominasi berbagai jenis tumbuhan serta disuplai oleh sejumlah energi yang melimpah, berbagai habitat tercipta dan terpakai sampai terbentuk klimaks.

Pendekatan dalam kajian  suksesi
Teori tradisional menyatakan bahwa suksesi ekologi mengarah kepada suatu komunitas akhir yang stabil yaitu klimaks. Fasa klimaks ini mempunyai sifat-sifat tertentu dan yang terpenting adalah :
a.       Fasa klimaks merupakan system yang stabil dalam keseimbangannya antara lingkungan biologi dengan lingkungan non-biologinya.
b.      Komposisi jenis pada fasa klimaks relatip tetap atau tidak berubah
c.       Pada fasa klimaks tidak ada akumulasi tahunan berlebihan dari materi organik, sehingga tidak ada perubahan yang berarti.
d.      Fasa klimaks dapat mengelola diri sendiri atau mandiri.

Berbagai Teori Klimaks
a.      Teori Monoklimaks
Dalam teorinya pada tahun 1916 Clements menyatakan bahwa komunitas klimaks untuk suatu kawasan semata-mata merupakan fungsi dari iklim. Dia memperkirakan bahwa pada waktu yang cukup dan bebas dari berbagai pengaruh gangguan luar, suatu bentuk umum vegetasi klimaks yang sama akan terbentuk untuk setiap daerah iklim yang sama. Dengan demikian iklim sangat menentukan batas dari formasi klimaks. Pemikiran ini dipahami sebagai teori monoklimaks dan diterima secara luas oleh pakar botani pada pertengahan awal dari abad ini.
            Clements dan para pendukungnya dari teori monoklimaks ini tidak melihat kenyatan bahwa banyak sekali variasi lokal dalam suatu daerah iklim tertentu. Variasi-variasi ini oleh Clements dianggap fasa seral meskipun berada dalam keadaan yang stabil. Clements menganut teori klimaks ini didasarkan pada keyakinan pada keyakinan akan waktu yang panjang, dimana perbedaan-perbedaan local dari suatu vegetasi akibat kondisi tanahnya akan tetap berubah menjadi bentuk vegetasi regionalnya apabila diberi waktu yang cukup lama.
            Penamaan-penamaan khusus diberikan untuk menggambarkan perbedaan-perbedaan vegetasi local ini. Istilah ”subklimaks” dipergunakan untuk suatu fasa seral akhir yang berkepanjanganyang akhirnya akan berkembang juga ke bentuk klimaksnya. Sedangkan istilah ”disklimaks” dipakai untuk komunitas tumbuhan yang menggantikan bentuk klimaks setelah terjadi kerusakan.

b. Teori Poliklimaks
Beberapa pakar ekologi berpendapat bahwa teori monoklimaks terlalu kaku. Tidak memberikan kemungkinan untuk mengangkat variasi lokal dalam suatu komunitas tumbuhan.
Dalam tahun 1939 Tansley, seorang pakar botani dari Inggris mengusulkan suatu alternatip yaitu teori poliklimaks, dengan teori ini memungkinkan untuk mendapat mosaik dari bentuk klimaks dari setiap daerah iklim. Dia menyadari bahwa komunitas klimaks erat hubungannya dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya yaitu meliputi tanah ; drainage ; dan berbagai faktor lainnya. Teori poliklimaks mengenal kepentingan dari iklim, tetapi faktor-faktor lain hendaknya jangan dipandang sebagai suatu faktor yang bersifat temporal.
Teori poliklimaks mempunyai keuntungan yang besar, dalam memandang semua komunitas tumbuhan yang sifatnya stabil bisa dianggap sebagai bentuk klimaks. Teori poliklimaks ini ternyata pendekatannya tidak bersifat kaku, sehingga dapat diterima dikalangan pakar secara luas.

c.  Teori Potensi Biotik atau Pola Klimaks Hipotesis
Dalam tiga decade terakhir para pakar menyadari bahwa komunitas klimaks tidak ditentukan oleh hanya satu atau lebih faktor lingkungan yang berinteraksi terhadapnya, seperti iklim tanah; topografi; dan sebagainya. Dengan demikian sekian banyak bentuk klimaks akan terjadi sebagai akibat kombinasi dari kondisi-kondisi tadi. Perhatikan konsep faktor holosinotik atau holismal.
Pemikiran ini pertama-tama diformulasikan oleh R.H. Whittaker pada tahun 1950-an. Ia menekankan bahwa komunitas alami teradaptasi terhadap seluruh pola dari faktor lingkungan, dan komunitas klimaks itu akan bervariasi secara teratur meliputi suatu region dan merefleksikan perubahan faktor-faktor (suhu, tanah, bentuk lahan, dan sebagainya), secara gradual. Klimaks dari setiap daerah merefleksikan potensi perkembangan ekosistem di lokasi itu. Pemikiran ini dikenal sebagai pola klimaks hipotesis atau teori potensial biotik
    Pendekatan ini sedikit lebih abstrak daripada teori monoklimaks dan poliklimaks. Pendekatan ini memberi kemungkinan untuk penelaahan yang lebih realistik dari komunitas klimaks.
Pada dewasa ini timbul tantangan-tantangan baru terhadap konsep-konsep klimaks ini. Berbagai ahli percaya bahwa suksesi berkecendrungan membentuk ekosistem yang kompleks dan lebih stabil. Tetapi mereka merasakan bahwa karakteristika dari hasil akhir perlu untuk dikaji kembali. Ini merupakan tantangan untuk kemajuan ekologi, dimaan pada dewasa ini telah masuk dalam kajian yang modern dan tidak terbelenggu dalam pola pemikiran yang bersifat filosofis serta deskriptif lagi. 

Beberapa Permasalahan Konsep Suksesi
a.  Stabilitas
Konsep klimaks lama menyatakan secara tidak langsung suatu keadaan keseimbangan dengan lingkungan, terutama yang dianggap penting adalah faktor iklim. Pendekatan ini adalah lemah, karena iklim seperti diketahui adalah teratur dan berfluktuasi, terutama di daerah temperata. Dengan demikian akan tidak mungkin untuk  suatu vegtasi menjadi benar-benar sesuai dengan keadaan iklim itu. Lain halnya dengan situasi di daerah katulistiwa, perubahan iklim relatif tidak banyak terjadi, dengan demikian konsep ini masih bisa diterima. Meskipun demikian untuk daerah ilim yang relatif stabil inipun keseimbangan komunitas klimaks tidaklah absolut sifatnya, masih terjadi perubahan-perubahan komposisi jenis akibat adanya migrasi atau perubahan anggota populasi,
Berdasarkan keadaan ini akan lebih realistis untuk menganggap fasa klimaks dari suatu komunitas mencapai kestabilan yang relatif. Perubahan-perubahan masih tetap akan terjadi berdasarkan arah tertentu, dalam hal itu mengikuti arah perubahan iklim.
Perbedaan yang penting antara fasa klimaks dengan fasa-fasa sebelumnya dalam laju perubahannya. Dalam fasa seral laju perubahan adalah cepat, sedangkan dalam fasa klimaks terjadi perubahan minimal.


Kemantapan
Kemantapan adalah pusat perhatian pola berfikir konsep lama dalam fasa klimaks. Sangat sedikit komunitas yang benar-benar terlihat mantap baik struktur maupun komposisi jenisnya. Mereka berkecenderungan menjadi terbatas atau dibatasi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang kurang menunjang seperti di padang pasir.
Komunitas klimaks umumnya mantap dalam hal strukturnya tetap tidak dalam komposisi jenisnya. Misalnya formasi hutan luruh berada di suatu daerah untuk ribuan tahun, tetapi campuran dari pohon-pohon dominan dan asosiasi tumbuhan dasarnya akan berubah merefleksikan perubahan iklim.
            Beberapa komunitas klimaks jelas-jelas tidak mantap, mengalami perkembangan siklis. Pohon yang dominan pada suatu komunitas klimaks sering tidak mampu melakukan regnerasi secara langsung di bawah naungan pohon induknya. Hal ini disebabkan kondisi tanah yang tercipta tidak cocok untuk anakan pohon tadi, sehingga di bawah naungan pohon dominan tadi akan tumbuh jenis-jenis pohon lainnya yang termasuk, mungkin, jenis seral. Dengan demikian akan terjadi perubahan strukture dan komposisi dari komunitas klimaks ini, ada kemungkinan komunitas klimaks akan berubah menjadi bentuk seral kembali. Tetapi kondisi baru ini akan memungkinan untuk tumbuhnya anakan pohon yang dominan pada fasa klimaks tadi, maka terjadilah perubahan siklis dalam perjalanan waktu.



Suksesi dan Keteraturan     
            Apabila pandangan tradisional tentang komunitas klimaks dipermasalahkan, pertanyaan harus dilanjutkan, apakah pendapat bahwa suksesi sebagai suatu proses teratur yang mengarah pada suatu bentuk akhir dari komunitas yang dapat diperkirakan perlu di kaji kembali ?
Untuk itu ada dua aspek penting yang perlu diketahui, yaitu :
1).  Keterkaitan Lingkungan vs. Proses Acak
            Sampai masa kini, beberapa peneliti menekankan kontrol lingkungan dalam menentukan jenis apa yang dapat berada di suatu tempat. Pakar botani berpendirian bahwa komunitas yang dapat berkembang di suatu tempat dapat diperkirakan dari keadaan lingkungannya.
            Sekarang diyakini secara luas bahwa suksesi meliputi proses secara acak.   H.A. Gleason (1926) seorang pakar ekologi Amerika menyatakan bahwa dalam semua suksesi dan komunitas dapat diterangkan sebagai hasil dari penyebaran dan pemantapan individu tumbuhan secara acak. Dia memperhitungkan bahwa gambaran keteraturan perubahan susunan jenis, yang terjadi dalam suksesi tiada lain refleksi dari lajunya kemampuan jenis lokal untuk dapat menguasai habitat. Dalam pandangan ini, komunitas adalah macam-macam tumbuhan yang didapatkan secara acak dan cocok terhadap sekitarnya.
            Pendapat ini kebenarannya tidak diragukan, ternyata tumbuhan yang masuk dalam suatu daerah akan berubah sebagaimana kondisi lingkungan berubah, misalnya perubahan kondisi tanah.


2). Apakah urutan komunitas dalam suksesi teratur ?
            Apabila setiap komunitas adalah hasil dari proses acak dalam penyebaran tumbuhan, keteraturan dalam suksesi adalah diragukan. Seperti telah diuraikan terdahulu, sangat sedikit kajian yang mendalam dilakukan untuk menelaah suksesi primer, mengingat lamanya waktu yang diperlukan untuk melihat perubahan vegetasi yang terjadi. Tetapi banyak pengalaman yang didapat dari suksesi sekunder, invasi terhadap ladang yang tidak digarap oleh tumbuhan liar dapat dipelajari. Perubahan struktur vegetasi, secara umum, yang dimulai dari fasa gulma menjadi fasa belukar, yang kemudian berakhir menjadi hutan telah banyak diketahui.
Perubahan struktur vegetasi secara umum adalah teratur dan dapat diperkirakan, tetapi perubahan komposisi jenis tumbuhannya mungkin tidak demikian.
Sekarang telah difahami bahwa urutan komunitas yang ada dalam suksesi mungkin bervariasi meskipun perubahan dalam strukturnya adalah teratur dan mengarah.
Misalnya urutan komunitas dalam hidroseres satu dengan hidroseres lainnya mungkin memberikan pola yang tidak tentu, atau berbeda.
Walker (1970) mempelajari urutan suksesi komunitas di kolam-kolam. Dia mengambil 66 tempat percontohan, dan dari kesemuanya ini didapatkan dua belas pola bentuk komunitas. Pada setiap komunitas, Walker memeriksa fosil tumbuhan dalam sedimen di bawah seral komunitas yang ada untuk mengetahui komunitas-komunitas di masa lal. Dari hasil pengamatan ini dia menemukan kesimpulan bahwa tidak ada urutan yang teratur dan dapat diperkirakan dari komunitas hidroseres ini.
Berdasarkan hasil dari Walker ini, para pakar botani berpendapat bahwa suksesi hendaknya didasarkan pada suatu fenomena yang menyangkut keadaan dan karakteristika individu tumbuhan dan bukannya suatu urutan komunitas di suatu tempat.
Suksesi sebagai pergantian dari jenis oportunis oleh jenis keseimbangan
Suksesi ekologi nampaknya sebagai hasil dari penyebaran dan pemantapan dari individu-individu tumbuhan. Hal ini akan lebih mudah untuk difahami bila dikaitkan dengan strategi-strategi secara individual  dari jenis-jenis tumbuhan dalam kelulus hidupannya.
Strategi-strategi ini dapat dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu kelompok oportunis yang teradaptasi untuk menguasai lingkungan yang terbuka dan dalam ekosistem yang masih dalam perkembangannya. Kelompok lainnya adalah Kelompok keseimbangan yang teradaptasi untuk menguasai kondisi-kondisi ekosistem yang telah matang.
Strategi Oportunis
1). Tumbuhan pionir adalah oportunis, teradapatasi untuk menguasai daerah terbuka, menghasilkan sejumlah besar biji-biji yang mudah sekali menyebar. Untuk itu mereka harus produktif sekali dan pemanfaatan energinya ditunjukan untuk penyebaran.
2). Jenis oportunis adalah kecil, hal ini disebebkan produktivitas bersihnya diutamakan untuk produksi biji, juga bagi mereka tidak diperlukan tumbuh menjadi besar bentuknya. Kompetisi diantara individu tumbuhan adalah minimal pada daerah yang terbuka inbi, bentuk-bentuk yang tinggi tidak bermanfaat untuk habitat seperti ini.
3). Jenis oportunis berumur pendek, berupa tumbuhan setahun, siklus hidupnya dilengkapi dalam satu musim pertumbuhan, memungkinkan mereka untuk menyimpan sejumlah energi dalam organ reproduksi dan sebagian dari padanya diubah untuk menghasilkan tubuhnya. Misalnya menghasilkan umbi, rimpang, dan lain-lain, yang tahan terhadap perubahan lingkungan.
4). Jenis oportunis adalah generalis, dapat bertoleransi luas terhadap berbagai kondisi lingkungan, terutama terhadap bentuk tanah, suhu dan kelembapan. Tetapi biasanya memerlukan habitat yang terbuka, dan tidak terlalu toleran terhadap peneduhan.
Strategi Keseimbangan
1). Jenis keseimbangan merupakan jenis-jenis yang tumbuh pada fasa-fasa akhir dari suksesi dan pada fasa klimaks. Teradaptasi untuk hidup pada lingkungan yang stabil dan dapat diperkirakan.
2). Jenis keseimbangan dapat bersaing secara efektif melawan jenis lainnya, untuk itu harus merupakan jenis dominan. Tumbuh tinggi dan berumur panjang, tumbuhan parenial. Jenis keseimbangan ini menyalurkan sebagian besar dari hasil produktivitas bersihnya untuk membentuk dan mengelola tubuhnya yang besar.
3). Jenis keseimbangan biasanya mempunyai kemampuan yang rendah dalam penyebaran, menghasilkan sedikit biji yang relatif besar-besar, dengan demikian perluasan daerah penyebarannya lambat.
4). Jenis keseimbangan adalah spesialis, menguasai kondisi lingkungan tertentu. Mereka akan menang dalam komjpetisi di lingkungan tertentu, tetapi tidak dapat bertoleransi untuk kondisi-kondisi lainnya. Selama suksesi jenis-jenis oportunis secara bertahap akan diganti oleh jenis-jenis keseimbangan yang lebih lama, mempunyai dominasi ekologi dan mengusir tumbuhan pionir dengan peneduhannya.

6.2. Suksesi dan pertanian.
Konsep suksesi mempunyai hubungan langsung terhadap berbagai kegiatan manusia. Hal yang paling penting adalah dalam bidang pertanian untuk mendapatkan produksi maksimal yang didasarkan pada pertentangan-pertentangan yang bersifat ekologi.
Tanaman peliharaan umumnya merupakan tumbuhan yang mampu mempergunakan kesempatan dalam memanfaatkan lingkungan yang belum stabil, dalam konsep suksesi dikenal dengan jenis oportunis yang biasanya hidup pada fasa-fasa awal sampai fasa tengah dari serenya. Tumbuhan ini hidup cepat pada daerah yang terbuka, menyimpan sebgian hasil produktivitasnya pada stuktur-struktur reproduksi seperti biji. Dengan demikian dapat dipergunakan sebagai sumber makanan bagi manusia.
Beberapa tanaman pertanian dapat dikelompokan dalam jenis-jenis pos-pionir. Misalnya ubi jalar, mempunyai organ penimbun dalam tanah, ini merupakan karakteristika jenis tumbuhan yang berada pada fasa-fasa awal suksesi, kemudian umumnya pohon merupakan karakteristika dari fasa seral tengah, dan manusia dapat memanfaatkannya berupa buahnya atau kayunya. Kesemua jenis tanaman ini mempunyai produktivitas bersih yang tinggi dan hidupnya relatif pendek.
Selama ekosistem pertanian menyerupai fasa seral awal, maka kurang stabil. Dengan demikian komunitas yang tidak stabil ini harus dikelola oleh manusia, secara ekologi disebut pengelolaan buatan yang bersifat non-alami.
Pengelolaan buatan ini misalnya perumputan, penyemprotan untuk menjaga dari hama dan penyakit, dengan demikian memerlukan sejumlah subsidi energi.
            Siklus nutrisi dari komunitas seral, seperti kegiatan pertanian, merupakan siklus yang terbuka. Dengan demikian kehilangan sejumlah nutrisi yang keluar dari sistem merupakan karakteristikanya, akibatnya penambahan sejumlah nutrisi kedalam sistem adalah mutlak diperlukan, yaitu berupa pemupukan dan pemasukan materi lainnya.
            Kegiatan pertanian memerlukan lahan-lahan baru, membuka lahan baru ini berarti mengembalikan komunitas ke fasa awal lagi. Akibatnya tidak saja kehilangan jenis-jenis yang sudah teradaptasi dengan baik terhadap kondisi lingkungan yang ada, tetapi juga mengganggu siklus nutrisi yang telah dikembangkan oleh sistem secara besar, yang akhirnya mengganggu kematangan dari komunitas tersebut.

Beberapa contoh suksesi
Beberapa contoh dibawah ini akan memberikan gambaran dari proses suksesi, baik hidrosere maupun xerosere, dan memperlihatkan bagaimana terjadinya perubahan struktur dan komposisi komunitas dari yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks.

Danau Gatun di terusan Panama, Amerika Tengah (hidrosere).
1)      Komunitas tumbuhan air terapung, terdiri dari Salvia auriculate, Pistiastratiotes, Eichorniazurea, Utricularia mixta, Jussieua natans.
2)      Komunitas teratai, Nymphaeaampla bercampur dengan jenis-jenis di atas.
3)      Komunitas tumbuhan air menjulang, yang terbanyak adalah Typna angsutifolia, Acrostychum danaeifolium, Crinum erubescens, Hibiscus sororius dan lancifolia.
4)      Komunitas rawa buluh, terdiri dari Cyperus giganteus, Scirpus cubensis dan jenis-jenis Cyperaceae lainnya, bersama-sama dengan rumput-rumput besar seperti Phragmites communis dan Gynerium sagittatum, yang juga terdapat Jussieuasuffruticosa (herba dikotil) dan paku-pakuan.
5)      Komunitas rawa belukar, terdiri dari Delbergia ecastophylla dan keladi tinggi Montrichardia arborescens.

Danau Victoria di Afrika Timur (hidrosere)
1). Vegetasi tumbuhan terapung dan terendam, Nymphaea, Ceratophylium, Trapa, dan lain-lain.
2). Komunitas paku-pakuan dan Cyperaceae, merupakan campuran antara paku-pakuan, Cyperaceae, Poaceae dan herba.
3). Rawa Lymnophyton, dikuasai oleh Cyperus papyrus dan rumput  Mischanyhidioum violaceum dengan Lymnophyton obtusifolium sebagai subdominant.
4). Rawa Papyrus, yang dominant hanya Cyperus  papyrus disertai oleh jenis lainnya sebagai tambahan.
5). Rawa Palm Phoenix, banyak pohon-pohon yang tingginya 6 - 9 m, diantaranya Phoenix reclinata dan Mitragyna stipulosa.

Hutan hujan
Contoh suskesi yang bersifat xerosere diambil dari dua letusan gunung berapi, yaitu dari Gunung Berapi di Hawai yang diketemukan oleh Doty tahun 1967 dan Atkinson pada tahun 1970, dan Gunung Karakatau yang diketemukan oleh Richard pada tahun 1964 dan juga sebelumnya oleh van Borsum W tahun 1950.















DIAGRAM SUKSESI SESUDAH LETUSAN GUNUNG BERAPI DI P HAWAI

(Doty, 1967 dan Atkinson, 1970)

LAVA
(Tempat terbuka primer)
 


GANGGANG (ALGAE)
Scytonema sp., Stigonema sp.
 


LUMUT KERAK (LICHENES)
Stereocaulon vulcani
 


5 thn
 
LUMUT DAUN (MOSSES)
Campylopus densiflorus, C. exasperatus
 


PAKU-PAKUAN & TUMB. BERBIJI
10 thn
 
(PTERIDOPHYTES & SPERMATOPHYTES)
Nephrolepis exaltata, Metrosideros polymorpha
Text Box: 120 thn 























                                                                                            

VII.  PENGGOLONGAN VEGETASI DALAM EKOSISTEM DATARAN
           
Berbagai bentuk ekosistem daratan di permukaan bumi ini terjadi sebagai hasil berbagai kemungkinan berinteraksinya faktor-faktor lingkungan seperti iklim, batuan induk, tanah, serta flora dan fauna . Bentuk  ekosistem daratan dapat dibedakan dalam bentuk Ekosistem-ekosistern Padang  Pasir; Tundra; Padang Rurnput ;  dan Hutan..
7.1. Padang Pasir
Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan di padang pasir merupakan hasil dari kekurangan satu atau lebih faktor-faktor penting yang diperlukan untuk hidup. Faktor pembatas yang memungkinkan untuk menunjang kondisi ini adalah kekeringan, suhu yang ekstrim, adanya substansi toksil, atau kecepatan angin yang   tinggi.
Contoh padang pasir yang luas adalah padang pasir panas dan sejuk di zona arid/kering dan padang pasir dingin atau tundra di daerah dengan garis lintang tinggi di belahan bumi utara.

Gambaran Umum Padang Pasir
Meskipun terdapat perbedaan yang mencolok.: ditinjau dari faktor iklim (panas dan dingin), secara mendasar didapatkan perlu persamaan diantara ekosistem-ekosistem padang pasir.
a.    Iklim yang keras merupakan faktor pembatas dan penentu terhadap masa pertumbuhan. Organisme harus benar-benar teradaptasi untuk kondisi yang merugikan ini. Kekhususan dalam morfologi dan fisiologi lebih banyak dijumpai  jika dibandingkan  dengan kondisi yang lebih baik.b. Komunitas tumbuhan  mempunyai  struktur yang sederhana, tidak ada tumbuhan yang menjulang tinggi dalam pelapisan yang tidak kompleks.
b.    Komunitas umumnya terbuka, mempunyai penutupan yang terputus atau tidak menerus. Komposisi komunitas bervariasi dan erat hubungannya dengan habitat setempat sehingga akan menghasilkan mosaik dari unit-unit vegetasi yang berbeda-beda.
c.    Produktivitas primer adalah rendah sehingga rantai makanan pendek dan biomasa total juga rendah.
d.   Tanah kurang masak, tidak ada bahan organik dan horison tidak berkembang.
e.    Ekosistem padang pasir adalah tidak stabil. Laju produktivitas sangat bervariasi sebagai jawaban terhadap perubahan faktor-faktor lingkungan.

7.2. Zona Arid / Kering
Lokasi
Daerah dengan kekeringan yang ekstrim biasanya berada di pedalaman continental ataupun dekat pantai barat pada garis lintang 30 O C dari katulistiwa . Daerah seperti ini meliputi sekitar sepertiga dari permukaan lahan di dunia dan meliputi tidak saja padang pasir panas tetapi juga padang pasir sejuk dan dingin di Amerika Utara dan Eurasia.
Kondisi Linkungan
a. Hujan. Zona arid menerirna curah hujan tahunan kurang dari 100 mm, dan mempunyai laju evapotranspirasi tahunan sekitar ll40 mm. Hujan tidak teratur, beberapa bulan bahkan sampai bertahun­-tahun berlalu tanpa hujan, yang kemudian diikuti oleh hujan dan sejumlah besar air hujan ini akan hilang akibat  lebat sejumlah besar air hujan ini akan hilang akibat air larian dan evapotranspirasi ( penguap keringatan ). Pembentuk;an  embun menambah  masukan air di beberapa  padang  pasir.
b. S u h u. Daerah arid ini terkenal dengan perbedaan suhu harian yang besar akibat dari udara yang kering dan praktis tidak ada awan. Perbedaan suhu malam dan siang hari bisa mencapai 56 O C. Di padang pasir panas suhu  maksimum siang hari bisa mencapai 60 O C. Situasi suhu ekstrim ini akan dipertegas lagi oleh perbedaan musim.
c. Kecepatan Angin. Situasi yang terbuka dan tidak adanya penghalang akan  mempertinggi kecepatan angin. Tenaga hembusan angin yang tinggi menyebabkan kerusakan-kerusakan pada tumbuhan akibat luka yang bersifat mekanis dan abrasi.
d. Salinitas. Drainase yang dalam merupakan gambaran di berbagai padang pasir. Evaporasi dari permukaan meninggalkan residu-residu garam yang terakumulasi, dengan demikian salinitas padang pasir sedemikian ekstrim tingginya untuk daerah yang sangat  luas.
e. Iklim Mikro.  Keterbatasan-keterbatasan iklim memberikan sedikit kemungkinan untuk  termodifikasinya  lingkungan oleh organisme hidup, seperti terciptanya peneduhan oleh pohon tinggi . Dalam situasi seperti ini sangat kecil variasi dari suhu dan kelembaban ,  sebagai  faktor yang penting dalam menentukan distribusi dari organisme. Banyak jenis-jenis  tumbuhan yang  hidup di bawah  batu  atau  bongkahan  batu  atau  retakan  tanah yang memberikan  iklim  mikro  yang  cocok.
Fungsi Ekosistem di Zona Arid
a.       Produktivitas. Penelitian-penelitian untuk ekosistem padang pasir banyak dilakukan secara deskriptif. Penelitian, kuantitatif yang  pernah dilakukan memperlihatkan hasil yang menggambarkan produktivitas yang sangat rendah untuk ekosistem padang pasir ini, yaitu lebih kecil dari 0,5 gr/m /th. Pada kenyataannya besarnya produktivitas merupakan fungsi linier terhadap curah hujan. Pertumbuhan terbatas pada perioda basah sehingga ekositem berperan sangat pendek dengan  produktivitas yang tidak teratur. Jumlah biomasa dari standing crop permanen adalah kecil ( pada tingkat ototrofi dan heterotrof ).
b.      Rantai Makanan. Selama produktivitas primer kecil maka aliran energi melalui ekosistem akan terbatas. Tingkat  trofik. Dan komponen dari sistem sederhana. Tetapi terdapat banyak sekali hubungan-hubungan atau keterkaitan-keterkaitan sehingga jaring makanan mungkin tidak sederhana. Biasanya hewan-hewan padang pasir tidak terspesialisasikan dalam hal makanan, tidak berusaha untuk dapat tergantung pada sate jenis makanan. kebiasaan irifagik merupakan daya tahan terhadap lingkungan, hewan-hewan bertoleransi luas terhadap makanan, sehingga mampu mengeksplotasi berbagai sumber energi yang memungkinkan. Variasi dari produktivitas primer lewat dengan cepat melalui rantai makanan, ini menjadi penyebab populasi heterotrof berubah­ubah dengan cepat. ini merupakan gambaran dari ketidak; stabilan dari ekosistem.
c.       Siklus Nutrisi. Ekosistem padang pasir berada dalam kekurangan nutrisi sehingga siklus total adalah rendah. Meskipun di tempat yang sedikit kaya nutrisi yang dapat di.manfaat dan berada sekitar 10 cm dari permukaan tanah. Laju siklus adalah rendah karena banyak tumbuhan bersifat tumbuhan tahunan dan hewan-hewan berumur panjang sebab ini diperlukan untut: melengkapi daur hidupnya yang beberapa musim. Akibatnya nutrisi tertahan untuk waktu yang lama. Berbagai flora teradaptasi untuk; mengatasi kekuranga nutrisi. Kebanyakan diantaranya adalah polongan ( Leguminosae ) yang mampu mengikat nitrogen dari udara dalarn nodules akarnya. Jenis lain seperti podocarpus, mampu mengikat simbiosis dengan bakteri. Jenis-jenis yang melepaskan daunnya dengan cepat nutrisi dikembalikan ke batang sebelum daun lepas jatuh.
Evolusi Zona Arid
Ekosistem padang pasir mempunyai sejarah yang sangat tua sekali, mereka berasal dari zaman tertier akhir mengikuti perubahan iklim yang diinduksikan secara orogenesis. Evolusi yang meliputi waktu yang lama dari kondisi padang pasir mengakibatkan terseleksinya adaptasi yang bersamaan dalam morfologi dan fisiologi yang tidak ada hubungannya atau berbeda dengan tempat lainnya.
Tidak adanya kompetisi dan bebas dari predator mernberikan kemungkinan banyaknya  kelompok-kelompok tua dari organisme untuk bertahan. Sedikit sekali familia yang bersifat endemi.k..   Kebanyakan   tumbuhan dan hewannya merupakan kelompok terspesialisasi yang didapatkan juga pada tempat-tempat yang sedikit lebih baik habitatnya.
Ototrof Padang Pasir
Otrotof utamanya memperlihatkan gambaran xeromorfik yang dikaitkan  dengan faktor lingkungan air dan suhu.
Tumbuhan padang pasir mempunyai dua cara adaptasi metabolisma utama. Hal ini terjadi dalam persentase yang tinggi dari vegetasi yang menerima hujan tahunan dari 100 mm., yaitu :  
 a.  Metabolisma Asam Crasulaceae
Diketemukan pertama-tama dalam famili Crasulaceae, yang mampu menyimpan karbon dioksida dalam asam malat sampa energi memungkinkan   untuk terjadinya fotosintesis. Dalam tumbuhan ini stomata terbuka pada malam hari sehingga terjadi pertukaran gas ketika situasi dingin dan tidak terjadi transpirasi. Karbon dioksida yang diambil tumbuhan disimpan sampai diperlukan. Apabila kondisi menjadi sedikit ekstrim maka metabolisnia mengeliminasi keperluan akan pembukaan stomata meskipun pada malam hari. Karbon dioksida hasil respirasi disimpan dan diresiklus. Metabolisma asam crasulaceae (MAC) ini merupakan mekanisma  yang efisien untuk bertahan hidup, tetapi sangat tidak produktif.
b. Fotosintesis C4
Proses ini merupakan modifikasi dari metabolisma fotosintesis normal, yang memerlukan konsentrasi karbon dioksida yang tinggi. Dalam fotosintesis yang normal ( fotosintesis C3 ) karbon dioksida langsung dialirkan ke klorofil yang akan melekat pada ribulosa di fosfat yang kemudian dikonversikan menjadi asam 3 karbon. Dalam metabolisma C4 penyerapan karbon dioksida dibangun dengan pelekatan pada P-enolpirufat karboksilase yang dikonversikan menjadi asam 4 karbon. Hal ini memberi kemungkinan fotosintesis berjalan dengan stomata membuka setengahnya maka transpirasi berkurang.
Untuk melihat bagaimana prinsip perbedaan antara fotosintesis C4 dengan fotosintesis C3, di bawah ini diperlihatkan diagram yang sederhana sekali.
Dari diagram alir ini terlihat dengan jelas bahwa hasil akhir adalah sama menghasilkan gula dan tepung sebagai bahan dasar untuk proses metabolisma selanjutnya dalam otrotof.


DIAGRAM ALIR FOTOSINTESIS C4 DAN C3
a)      Fotosintesis C3 yang normal
 















b)      Fotosintesis C4 di Zona arid/kering
 












7.3. T undra
Lokasi
Tundra berasal dari Finlandia yang berarti daerah terbuka tidak berhutan yang kemudian dipakai untuk menggambarkan semua bentuk vegetasi yang tidak ada pohonnya pada garis lintang yang tinggi. Tundra ini meliputi zona antara garis lintang 57 O (diperkirakan sebagai batas pertumbuhan pohon) dengan daerah kutub yang tidak mempunyai masa pertumbuhan. Tundra paling luas menguasai daerah belahan bumi utara, sebagai akibat tidak adanya lahan sekitar belahan bumi selatan.
Kondisi Lingkungan
  1. Suhu.  Minimal 7 bulan dalam setahun mengalami suhu di bawah titik  beku..  Suhu  rata-rata  dari  bulan terdingin bervariasi dari - 10 O C di belahan selatan sampai - 33 O C di belahan utara. Frost atau kebekuan mungkin terjadi sepanjang tahun. Masa pertumbuhan berjalan berjalan hanya sekitar 2 sampai 3 bulan, dan suhu rata-rata  pada bulan terhangat di bawah 10 O C.
  2. Hujan.  Curah hujan tahunan adalah rendah, umumnya berkisar antara 300 mm sampai 500 mm dengan variasinya yang tergantung pada garis lintang dan letak dari pantai. Kebanyakan jatuh sebagai salju dan sangat efektip karena rendahnya laju evaporasi dan juga rendahnya air larian. Kebanyakan tundra tergenang sepanjang waktu.
  3. Panjang Hari . Pada garis lintang yang tinggi panjang siang sangat bervariasi sepanjang tahun. Dua pertiga dari zona tundra terus menerus siang pada musim panas dan terus menerus malam pada musim dingin. Laju penyinaran matahari rendah tetapi sebagian dapat terkompensasi dengan panjang siang di musim pertumbuhan.
  4. A n g i n . Tidak adanya penghalang fisik dapat meningkatnya kecepatan angin sehingga hasilnya berupa hembusan angin yang kuat yang mengakibatkan kerusakan pada vegetasi.
  5. P e r m a f r o s t.  Kebekuan yang bersifat permanent dari lapisan tanah kedua atau subsoil merupakan karakteristika dari tundra. Hal ini akan membentuk lapisan yang tidak dapat ditembus oleh sistem perakaran.
  6. T a n a h (kerusakan).  Akibat proses pembekuan dan pencairan  di dalam tanah  maka lapisan permukaan tanah menjadi rusak, hal ini akan mengganggu pertumbuhan akar.

Fungsi Ekosistem Tundra
a.    Produktivitas. Rendahnya masukan energi merupakan penghambat utama terhadap produktivitas primer diperkirakan sekitar 0,5 gr/m2 / th. Dalam musim pertumbuhan laju produktivitas dari tumbuhan cukup tinggi. Kebanyakan tumbuhan mempunyai simpanan makanan dengan kadar kalori yang tinggi, seperti lemak, sehingga nilai kalori dari standing crop atau tegakan adalah tinggi perberat kering. 
b.   Rantai Makanan. Rendahnya produktivitas primer merupakan pembatas untuk produktivitas sekunder. Rantai makanan pendek dan ditunjang juga dengan sedikitnya tingkat trofik. Kebanyakan jenis adalah generalis sehingga relung menjadi luas. Kebiasaan heterotrof yang omnivore menghasilkan jarring makanan yang kompleks, hal ini tercerminkan dengan kenyataan banyaknya hewan-hewan berkelana secara luas untuk mencari makanan. Variasi yang luar biasa dari produktivitas primer tercerminkan secara cepat pada setiap tingkat trofik. Populasi hewan mengalami naik-turun yang cepat dalam jumlah akibat system yang tidak stabil.
c.    Siklus Nutrisi. Tundra berada dalam kekurangan akan nutrisi, terutama nitrat. Penguraian berjalan lambat akibat suhu yang rendah dan genangan air. Sampah daun mungkin memerlukan waktu sekitar tiga tahun untuk hancur menjadi humus. Kebanyakan organisme hidup berumur panjang sehingga nutrisi tertahan dalam tegakan tumbuhan untuk waktu yang lama. Akibatnya siklus nutrisi lambat dan jumlahnya sedikit.
d.   Air. Fungsi dari ekosistem terhalang oleh genangan air. Dalam musim dingin tanah membeku sehingga air tidak dapat dimanfaatkan. Selama musim semi dan awal musim panas terjadi kekeringan fisiologi yang akan membatasi pertumbuhan. Pencairan di permukaan diikuti oleh evaporasi yang tinggi tetapi pengisapan air oleh akar mampu mengimbangi transpirasi.

Evolusi Iklim Tundra
Tundra merupakan ekosistem yang termuda diantara ekosistem-ekosistem utama di permukaan bumi, terbentuk pada masa glasiasi  Pleistosin. Tundra secara berulang-ulang terpisahkan dan bersatu kembali selama perubahan glasiasi sebagai jawaban terhadap perubahan iklim yang terjadi. Daerah tundra sekarang telah berkembang dalam 3000 sampai 10000 tahun  semenjak akhir lapisan es berkurang. Bnayak jenis-jenisnya menyebar secara sirkumpolar yang homogen.Organisme tundra mempunyai waktu yang terbatas untuk berevolusi di habitatnya. Kebanyakan preadaptasi di gunung atau berteleransi luas.

Ototrof dari Tundra
a.    Karakteristika Vegetasi. Komunitas tundra pendek dan tidak terdapat pelapisan yang berarti, perdu, rumput, ”sedges”, lumut dan lumut kerak adalah pradominan. Bagian-bagian dari bentuk-bentuk berbagai tumbuhan merefleksikan perbedaan dari iklim dan drainase. Secara keseluruhan keanekaragaman adalah rendah, kebanyakan mempunyai penyebaran yang luas. Ke arah selatan tundra berangsur-angsur berubah menjadi hutan konifer dari zona boreal. Ke utara penutupan vegetasi secara mencolok menjadi merenggang dan berubah menjadi ”feldfield” dengan minimal 50% lahan terbuka yang kemudian berubah menjadi terbuka sama sekali.
b.   Adaptasi
·      Morfologi. Bentuk hidup seperti permadani, bantal dan merayap adalah sangat umum, sehingga keadaan ini menghasilkan daya tahan yang tinggi terhadap hembusan angin yang kuat. Titik-titik pertumbuhan terlindung oleh cabang dan ranting yang kuat dan kukuh.
·      Fisiologi. Banyak tumbuhan tundra yang tahan terhadap dingin. Kepekatan dari cairan sel meningkat untuk mencegah terhadap kebekuan.
·      Reproduksi. Reproduksi dalam satu tahun adalah jarang terjadi sebagai akibat dari masa pertumbuhan yang pendek. Kebanyakan tumbuhan reproduksinya lebih dari dua tahun/musim dengan tujuan untuk mempunyai produktivitas bersih yang memadai untuk pembentukan biji. Dalam habitat yang lebih baik tumbuhan bereproduksi secara vegetatif. Jarang sekali tumbuhan melakukan penyerbukan dengan insekta (entomofili). Umumnya penyerbukan oleh angin atau penyerbukan sendiri. Berbagai jenis memperlihatkan sifat vivipar, yaitu biji mulai berkecambah sebelum lepas diri induknya. Kejadian ini sangat menolong keterjaminan daya tahan dari biji.

Stabilitas Tundra
Ekosistem tundra mudah terganggu sebagai akibat dari perubahan masukan energi atau pengaruh manusia. Ketidakstabilan ini umumnya didasari oleh rendahnya produktivitas dan rendahnya keanekaragaman dari sistem. Para pakar ekologi mengajukan beberapa pertanyaan tentang hal ini :   
a.    Apakah keanekaragaman dibatasi oleh iklim yang keras ? Toleransi yang luas dan adaptasi-adaptasi diperlukan untuk hidup di daerah tundra. Hal ini mungkin menjadi factor penghalang bagi beberapa organisme. Tetapi inipun masih belum jelas, mengapa ada jenis-jenis yang teradaptasi dan tahan sedangkan lainnya tidak.
b.    Apakah keanekaragaman hayati dibatasi oleh masukan energi yang rendah ? Rendahnya produktivitas membatasi ukuran populasi dan menekan potensi untuk spesiasi. Daerah dengan jenis-jenis yang sedikit mempunyai relung ekologi sedikit.
c.    Apakah keanekaragaman dibatasi oleh waktu ?
Ekosistem tundra adalah muda. Sistem mungkin belum berkembang sampai mencapai potensi yang penuh dalam keterbatasan aliran energi.



7.4. Padang Rumput
Lokasi
Ekosistem padang rumput menguasai daerah yang luas di dunia ini baik di tropika maupun temperata. Padang rumput temperata, dikenal dengan ”prairie” dalam dunia baru dan ”stepe” dalam dunia lama tidak mempunyai tumbuhan berkayu. Padang rumput tropika, dikenal sebagai ”savanna”, biasanya mempunyai pohon dalam vegetasinya.  
Sekilas Mengenai Rumput
Famili atau suku rumput, Poaceae atau Graminae merupakan kelompok tumbuhan yang sangat berhasil, penyebarannya di muka bumi ini sangat luas. Mereka mampu bertahan terhadap perumputan dan pembakaran karena titik pertumbuhannya bersifat basal tidak bersifat apikal. Sistim akar mampu mengisap nutrisi secara luar biasa, juga efisiensi dalam penyerapan air dan stabilisasi tanah. Poaceae mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dengan biji-bijinya yang banyak sehingga mampu disebarkan secara luas. Sekali rumput berada di suatu tempat maka sulit untuk jenis lainnya untuk melakukan invasi. 

Kondisi Lingkungan
a.  Hujan. Padang rumput alami tumbuh di daerah setengah lembab/sub humid atau setengah kering/semi-arid, yang dikarakterisasi oleh rendahnya variabel hujan. Hujan kebanyakan turun dalam musim semi dan awal musim panas, dengan laju evapotranspirasi potensial tinggi. Kemudian dikombinasikan juga dengan besarnya air larian yang akan mengurangi keefektifan hujan. 
b.  Topografi. Formasi padang rumput berasosiasi dengan daerah yang luas dan mempunyai relief permukaan rendah.
c.   Iklim Mikro. Vegetasinya mempunyai bentuk tumbuh yang pendek sehingga struktur pelapisannya sedikit. Perbaikan iklim terjadi umumnya di dekat permukaan tanah.

Fungsi Ekosistem Padang Rimput
a.   Produktivitas. Produktivitas primer dari padang rumput adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan hutan pada iklim yang sama. Tegakan atau standing crop kecil dan prosentase biomasa di bawah tanah besar. Produktivitas memperlihatkan keterkaitannya dengan musim, meningkat selama musim basah. Daerah savanna mengalami musim panas yang kering dengan produktivitas nihil
b.  Rantai Makanan. Seperti di daerah-daerah lainnya dengan produktivitas yang terbatas, aliran energi melalui sistim adalah rendah. Rantai makanan pendek tapi kompleks, berkaitan dengan banyaknya jenis makhluk hidup yang irifagik. Sebagian besar total energi yang mengalir melalui rantai makanan berada dalam tanah, sebagai gambaran dari distribusi biomasanya.    
c.   Siklus Nutrisi. Rumput tidak menahan materi organik dalam tegakan untuk waktu yang lama. Penguraian terjadi dengan cepat sehingga nutrisi bersiklus dalam system dengan cepat. Kebanyakan rumput tidak menyenangi akan nutrisi, mengandung sedikit kalium, magnesium, posfor dan nitrogen untuk setiap gram berat keringnya. Laju pertukaran nutrisi cepat, tetapi jumlah yang tersirkulasikan relatip rendah.

Otorotof Padang Rumput Temperata
Kebanyakan rerumputan di stepa dan perairi adalah parenial/tahunan dan mempunyai daun melintir atau menggulung. Genera yang banyak diketemukan adalah stipa (needle grasses) dan grama (bouteloua grasses). Komposisi komunitas berlainan sesuai dengan iklim, terutama hujan. Terdapat tiga bentuk padang rumput yang didasarkan pada tinggi dan kekayaan vegetasinya.
Di Amerika Utara perubahan terjadi dengan menurunnya curah hujan dari timur ke barat.
a.  Prairi sebenarnya, tumbuh dengan tinggi sekitar 2 dan 3 meter. Membentuk suatu hamparan rumput yang menerus dan dikuasai oleh ”tussock grasses” tumbuh berasosiasi dengan herba-herba seperti ”goldenrod” dan bunga matahari. Kebanyakan komunitas ini telah hilang menjadi lahan pertanian.
b.  Perairi campuran, terjadi di sebelah barat dengan garis lintang sekitar 100o. Komunitas mengandung rerumputan yang tingginya medium tumbuh mencapai tinggi 1 meter, dan rerumputan yang kerdil dengan tinggi hanya beberapa sentimeter.
c.   Perairi rumput pendek, tumbuh pada daerah yang sangat kering di bagian barat AS. Semua rumput kerdil dan xerofit. Rerumputan yang berlebihan menjadikan terbukanya komunitas untuk diinvasi oleh semak-semak dari padang pasair.     
Ototrof Savana
Rerumputan savana terbentuk kokoh, perennial, berdaun pipih, kasar dan tumbuh cepat. Pepohonan dan semak belukar yang berasosiasi dengan savanna tahan terhadap api, yang dikarakterisasi dengan kulit batang tebal dan bergabus. Tumbuhan herba dalam komunitas ini berkencenderungan menjadi xerofitik dan mempunyai organ penimbun dalam tanah. Savana ini dapat dikelompokan dalam empat bentuk :
Rumput tinggi dengan pohon pendek
Bentuk ini merupakan komunitas yang paling kaya dan terdapat secara luas hanya di Afrika berbatasan dengan hutan hujan tropika. Rumputnya seperti rumput gajah (Pennisetum sp.) tinggi lebih dari 2 meter. Pohon dengan ketinggian 10 meter bersifat luruh dan berpencaran.
Rumput tinggi dengan akasia
Bentuk ini juga mempunyai nama khusus yaitu ”campos” dan ”laanos”. Komunitasnya mengandung berbagai macam rumput yang kokoh dengan ketinggian 1,5 meter. Pohon akasia yang luruh sering merupakan tumbuhan berkayu yang umum diketemukan, kecuali di Australia pohon kayu putih adalah pradominan.
Rumput xerofil tidak merata
Bentuk ini berada didaerah yang paling kering, mengandung semak/perdu berduri yang tumbuh terpencar dan mempunyai tempat-tempat yang tidak bervegetasi/terbuka yang cukup luas. Bentuk ini terdapat pada perbatasan dengan padang pasir.
Savana bersifat woodland
Terjadi pada tempat-tempat yang tidak atau sedikit diganggu manusia. Beberapa pakar berpendapat bahwa bentuk ini merupakan bentuk vegetasi klimaks iklim (paling kompleks, paling beranekaragam dan paling stabil diantara komunitas savanna). 
Asal usul dan status padang rumput
Klimaks Iklim
Pada awal abad duapuluh ini padang rumput diyakini sebagai vegetasi klimaks iklim di daerah-daerah yang terlalu kering bagi tumbuhnya hutan. Akan tetapi usaha-usaha untuk menentukan iklim yang menunjang untuk terbentuknya padang rumput ini tidak pernah berhasil, dan bukti-bukti memperlihatkan bahwa padang rumput tidaklah semata-mata ditentukan hanya oleh faktor iklim.
Di beberapa tempat ternyata dengan tegas hutan berbatasan dengan padang rumput. Apabila komunitas-komunitas tadi ditentukan oleh iklim, mereka tidak mungkin berbatasan satu sama lainnya.
Pepohonan yang masih memungkinkan berada di tempat arid tidak tumbuh di beberapa daerah yang sesungguhnya curah hujan masih memadainya. Berbagai alternatif tentang teori asal-usul padang rumput dikemukakan.
Faktor Api   
Woodland dapat berdegradasi ke padang rumput diperjelas dengan hadirnya pepohonan yang tahan api, apabila ekosistem secara periodic terbakar. Berdasarkan hal yang penting inilah diperkirakan asal mulanya padang rumput.
·    Api merupakan factor lingkungan penting di savanna dengan sampah-sampah daun yang menumpuk selama musim kering. Pepohonan yang terdiri dari jenis-jenis tahan api.
·    Bukti-bukti arkeologi memperlihatkan bahwa manusia telah memanfaatkan api dalam perburuan dan pertanian di daerah savanna lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
·    Bila daerah-daerah savanna dilindungi dari pengaruh api, persentase tumbuhan berkayu dalam komunitas meningkat nyata.
Kondisi Tanah
·      Seringkali api mempengaruhi tanah, terutama populasi cacing tanah dan mikroba. Menurunnya fauna tanah mengakibatkan perubahan siklus nutrisi dan menurunnya fertilitas.
·      Di daerah savanna silika berkecendrungan tercuci dari tanah dan yang tinggal adalah alumunium dan besi. Situasi ini mengantarkan untuk terbentuknya kerak laterit pada tanah yang akan menghambat pertumbuhan tumbuhan.
·      Daerah padang rumput berasosiasi dengan relief yang rendah. Sedikit terjadinya erosi permukaan pada daerah datar sehingga pencucian tidak sempurna. 
Perumputan
Pada perumputan yang moderat mungkin meningkatkan proporsi pertumbuhan tumbuhan berkayu dengan berkurangnya kompetisi dari rumput. Bila perumputan intensif maka pepohonan tidak mampu beregenerasi, hanya tumbuhan berduri yang tahan. Padang rumput alami mempunyai perkembangan yang baik dari hewan-hewan perumput yang diperkirakan hal inilah merupakan aspek penting dari sistem.   
Perubahan Iklim
Beberapa pakar ekologi mengartikan padang rumput sebagai relik dari suatu regim iklim kering baik pada perioda tertier maupun perioda quaterner. Ekosistem-ekosistem relik ini masih mungkin hadir akibat pembatasan dari api dan kondisi tanah, dipertegas lagi oleh kegiatan manusia.  
Pendapat masa kini
Sekarang menjadi jelas bahwa padang rumput merupakan hasil dari berbagai interaksi factor lingkungan yang berbeda secara ruang dan waktu. Meskipun ekosistem-ekosistem ini mempunyai hubungan dengan iklim tetapi tidak dapat disimpulkan mereka sebagai kelimaks dari iklim.  

7.5. Hutan
Hutan merupakan vegetasi alami yang dominant, dan menutupi sekitar duapertiga dari luas permukaan bumi. Pepohonan mempunyai toleransi ekologi yang sangat bervariasi dan menempati atau hidup di berbagai iklim. Mereka mencapai kedominannya akibat ukuran dan hidupnya yang lama. Kanopi dari pohon menentukan kondisi iklim mikro dari vegetasi di bawah naungannya dan menetukan pola siklus nutrisinya. Kondisi-kondisi ini membebani atau menentukan organisme-organisme lainnya sepanjang hidupnya, selama pohon berumur lebih panjang daripada bentuk hidup lainnya.   
       


Hutan merupakan ekosistem yang kompleks dengan potensi untuk membentuk stratifikasi yang tinggi. Umumnya mempunyai laju produktivitas yang tinggi dan besaran biomasa yang tinggi dalam bentuk tegakan. Formasi-formasi dari hutan memperlihatkan korelasi yang luas dengan zona dari iklim.
Hutan Boreal
Dikenal juga sebagai hutan konifer belahan bumi utara atau ”taiga”, menempati zona mulai dari perbatasan dengan tundra sampai sekitar 800 km ke sebelah selatan 
Hutan Luruh Temperata
Hutan ini meliputi daerah beriklim temperata dengan garis lintang menengah. Distribusi alaminya hampir menutupi sebagian besar Eropa, bagian barat Amerika Utara, Asia Barat dan sebagian Amerika Selatan dan Australia. Sebagian telah hilang akibat kegiatan manusia.   
Hutan Hujan Tropika
Menempati region dengan garis lintang rendah dekat katulistiwa.

Hutan Boreal
Kondisi Lingkungan
Hutan boreal ini tumbuh di region dingin atau sejuk, beriklim lembab dari pedalaman continental.
a.  Curah Hujan. Curah hujan antara (375 – 500) mm/th, umumnya turun sebagai salju. Evaporasi potensial adalah rendah sehingga hujan adalah sangat efektif.
b.  Suhu. Suhu lebih tinggi daripada di tundra. Suhu rata-rata dari bulan-bulan terpanas adalah 10OC. Masa pertumbuhan berjalan sekitar 3 – 4 bulan. Meskipun total cahaya, penyinaran, rendah. Pada musim panas berhari panjang akibat berada di garis lintang yang besar. Kadang-kadang ”frost” di musim dingin.
c.   Kecepatan Angin. Kecepatan angin menurun akibat kehadiran pepohonan. Di bawah kanopi kelembapan relative tinggi sehingga kekeringan fisiologi tidak mungkin terjadi.
Fungsi Ekosistem Hutan Boreal
a.  Produktivitas. Produktivitas rendah, sekitar 3000 kcal/m2/th, dibandingkan dengan bentuk hutan lainnya, akibat dari musim pertumbuhan yang pendek dan rendahnya masukan energi. Penutupan vegetasi yang menerus menghasilkan laju produktivitas yang relatip tinggi untuk iklim seperti itu, karena hutan konifer mempunyai permukaan yang efektif dalam fotosintesis. Hal ini akibat dari penutupan yang rapat, bentuk pohon yang lonjong sehingga mencegah saling penutupan/peneduhan, dan warna yang gelap mampu menyerap cahaya. 
b.  Rantai Makanan. Rantai makanan pendek dan mempunyai sedikit tingkat trofik. Fauna keanekaragamannya rendah dan mempunyai biomasa yang kecil akibat terbatasnya aliran energi. Produktivitas primer yang erat kaitannya dengan musim, mengakibatkan terjadinya naik-turunnya populasi berbagai hewan.
c.   Siklus Nutrisi. Siklus pendek dan kurang subur, pohon conifer tidak terlalu menyenangi nutrisi. Sampah daun mempunyai kandungan nutrisi yang rendah. Penguraian di iklim yang sejuk dan lembab utamanya dilakukan oleh jamur dengan proses yang lambat dan menghasilkan bentuk humus ”mor”. Tegakan yang besar dan berumur panjang menahan nutrisi dalam materi organic yang cukup lama. Tetapi pohon conifer menjatuhkan daunnya secaar menerus sehingga secara tetap mengembalikan nutrisi ke system.
d.  Tanah. Hutan boreal diasosiasikan dengan tanah podsol, dengan perkembangan horison yang baik. Nutrisi kurang, keadaan asam dan pergerakan air menembus tanah menyebabkan tercucinya lapisan permukaan tanah. Redeposisi memungkinkan untuk terbentuknya lapisan keras. Sampah daun menumpuk di permukaan. Fauna tanah terdiri organisme kecil umumnya dan sedikit yang besar, seperti cacing, laba-laba dan siput.  
Ototrof Hutan Boreal
a.   Komunitasnya homogen dan rendah keanekaragamannya. Hutan mengandung sedikit pepohonan yang dominan, kebanyakan mempunyai penyebaran yang luas. Contohnya pinus, spruce, dan fir diketemukan dimana-mana. Mereka membentuk kanopi yang jarang dengan pertumbuhan vegetasi bawah yang terbatas, dan jarang pula. Perdu-perdu yang biasa tumbuh berupa laurel, dogwood, dan willow. Sedikit sekali tumbuhan herba, seperti cornel yang kerdil dan buttercup. Hutan boreal dengan cepat berubah menjadi pendek semakin mengarah ke utara, sehingga memberikan kemungkinan untuk hidupnya birch dan larch yang membentuk ekosistem peralihan atau ekoton dengan tundra.
b.  Adaptasi tumbuhan untuk menahan musim dingin dan pendeknya masa pertumbuhan, yaitu :
·    Meningkatnya konsentrasi cairan sel untuk mereduksi titik beku.
·    Bentuk selalu hijau untuk menjamin daun-daun selalu siap berfungsi secepatnya apabila suhu memungkinkan.
·    Daun berbentuk jarum yang memberikan kemungkinan tahan terhadap serangan dingin dan kekeringan.
·    Struktur yang fleksibel dari pohon yang tidak akan patah bila dibebani oleh salju.
Hutan Luruh Tempertara
Kondisi Lingkungan
Hutan luruh temperate menempati daerah tanpa keadaan suhu yang ekstrim, tetapi masih tetap memperlihatkan musim. Hujan moderat, antara 760 mm – 1500 mm per tahun. Musim pertumbuhan berada sekitar 6 bulan dan penyinaran lebih besar daripada di daerah boreal. Sebagian besar daerah hutan luruh temperata ini telah dimodifikasi oleh manusia, sehingga sulit untuk menemukan ekosistem alaminya yang baik.
Fungsi Ekosistem Hutan Luruh Temperata
a.  Produktivitas. Produktivitas lebih tinggi daripada hutan conifer tapi lebih rendah dari hutan tropika. Produktivitas primer sekitar 8000 kcal/m2/th.
b.   Rantai makanan. Rantai makanan mempunyai banyak tingkat akibat tingginya produktivitas primer. Jaring makanan adalah kompleks dan meliputi berbagai pemakanan yang terkhususkan. Jalur deteritus biasanya lebih penting daripada perumputan.
c.    Siklus Nutrisi. Siklus bervariasi dengan adanya berbagai jenis pohon. Umumnya berupa pepohonan yang memerlukan nutrisi dan menghasilkan sampah yang kaya akan nutrisi. Iklim memberikan kemungkinan bakteria mengurai dengan cepat dan menghasilkan hunmus yang disebut ”mul”. Kebiasaan keseluruhan mengambilkan sejumlah besar nutrisi ke tanah dalam musim gugur sehingga akibatnya siklus nutrisi bersifat luar biasa.
d.   Tanah. Tanah umumnya kaya akan nutrisi dengan perkembangan yang baik dari horisonnya. Karakteristika hutan luruh temperate tumbuh pada tanah coklat atau rensina. Tidak terlihat adanya pencucian dan bereaksi netral atau basa. Fauna tanah bersifat ”prolifik” atau banyak ragamnya.
Otorotof Hutan Luruh temperata
Komunitas tumbuhannya jauh lebih beraneka daripada hutan boreal. Daerah hutan terisolasi dan memperlihatkan dominasi jenis yang berbeda-beda. Hutan-hutan di Eropa mempunyai sekitar12 jenis yang dominant, termasuk Quercus, Faqus, Acer, dan Castanea. Di Amerika Utara hutannya lebih kaya, mempunyai sekitar 60 jenis pohon yang dominan. Distribusi jenis dominant bervariasi secara local.
Umumnya hutan-hutannya berasosiasi dengan vegetasi dasar yang kaya ragamnya, dan struktur vegetasi mempunyai beberapa lapisan. Komposisinya tergantung dari kemampuan energi berpenetrasi melalui kanopi.
Perdu-perdu seperti willow, hezel dan hawthorn membentuk vegetasi bawah yang tidak menerus, sedangkan berbagai ragam herba seperti wood anemone, violet dan bluebell membentuk vegetasi dasar.
Adaptasi terhadap bentuk ekosistem didapatkan baik pada jenis dominan maupun jenis pendampingnya. Semua jenis harus tahan terhadap dinginnya musim dingin. Tumbuhan dasar umumnya melengkapi siklus hidupnya pada awal dari musim pertumbuhan, sebelum daun-daun pada kanopi pohon terbentuk dan Menahan cahaya.
Hutan Hujan Tropika
Kondisi Lingkungan
Hujan tahunan melebihi 2000 mm, jatuh sepanjang tahun, umumnya dengan satu bulan atau lebih dengan perioda relative kering. Suhu dan laju penyinaran adalah tinggi, dan sangat kecil adanya variasi musim. Kelembaban udara relative sepanjang waktu tinggi.
Fungsi Ekosistem
a.  Produktivitas. Potensi pertumbuhan yang menerus di daerah beriklim tropika yang lembab membuat hutan hujan tropika adalah satu-satunya ekosistem yang paling produktif di dunia ini. Produktivitas primer sekitar 20.000 kcal/m2/th dan mampu menunjang sejumlah besar biomasa hewan.
b.  Rantai makanan. Rantai makanan panjang dan sangat kompleks. Organisme terspesialisasi adalah pradominan karena tingginya laju aliran energi dan adanya kompetisi diantara jenis yang kuat.
c.   Siklus Nutrisi. Siklus berjalan cepat dan meliputi sejumlah besar nutrisi. Penguraian terjadi cepat oleh kegiatan bakteria sehingga sangat sedikit yang tersimpan dalam bentuk sampah dalam system. Pephonan hijau berdaun lebar memberikan pengembalian nutrisi secara menerus ke tanah.
d.  Tanah. Tanah adalah subur pada hutan yang tidak terganggu. Hujan yang lebih dapat mengakibatkan pencucian, tetapi ini dapat diimbangi dengan tingginya evaporasi. Sekali kanopi hutan hilang maka materi organic dioksidasi dengan cepat sehingga kesuburan tanah hilang.
Otorotof dari Hutan Hujan Tropika
a. Komunitas Tumbuhan.
Daerah utama dari hutan hujan tropika secara fisik adalah terisolasi dan mengandung genera yang berlainan. Tetapi mereka berada dalam keadaan yang besar kesamaannya dalam struktur dan adaptasi. Kesemuanya didominasi oleh pohon yang selalu hijau dan berdaun lebar, serta secara ekstrim terdiri dari bermacam-macam jenis terspesialisasi. Hutan hujan tropika mempunyai pelapisan yang banyak, dan adanya tiga pelapisan pohon merupakan karakteristikanya. 
·    Pepohonan sangat tinggi, terpencar, yang tumbuh melebihi lapisan kanopi umumnya.
·    Lapisan kanopi yang menerus tumbuh sekitar 30 meter tingginya.
·    Lapisan dasar yang tumbuh tidak menerus. Gabungan dari ketebalan pelapisan ini menahan cahaya, sehingga hanya sedikit energi yang sampai ke lapisan dasar. Epifit dan Liana melimpah karena strateginya yang memungkinkan tumbuhan mencapai cahaya pada lapisan kanopi.
Adaptasi
Dalam kondisi kompetisi yang kuat sedikit adaptasi yang berhasil. Hal ini mengakibatkan terjadinya evolusi yang konvergen
·    Sifat selalu hijau memungkinkan terjadinya produktivitas primer yang maksimum per-tahun. Sifat luruh dalam kompetisi akan gagal.
·    Dedaunan berkecenderungan berwarna hijau tua, mampu untuk sejumlah cahaya secara maksimum. Teksturnya yang berkulit kayu mampu melindunginya dari suhu yang tinggi dan juga penyinaran yang berlebihan. Banyak daun yang berujung runcing untuk memudahkan terjadinya kehilangan air dari permujaan
·    Akar banir. Banyak pepohonan yang mempunyai penunjang berbentuk papan antara tanah dan batang, fungsinya masih belum jelas.
·    Kualifora. Bunga dan buah berkencenderungan tumbuh langsung dari cabang dan ranting. Kelebihan dari sifat ini masih dipertanyakan, ada kemungkinan erat kaitannya dengan penyerbukan dan penyebaran.
·    Regenerasi. Anakan pohon atau seedling teradaptasi untuk tumbuh lambat sebagai siofita sampai terjadi celah pada kanopi. Apabila terbuka dan sinar terang masuk, anakan pohon berfungsi sebagai heliofita dan tumbuh dengan cepat.
DAFTAR  PUSTAKA

Barnes, B.V. Zak, D., Dentan, R.S. and Spuur, H.S. 1998.  Forest Ecology.  John Wiley & Sons, Inc. New York.

Krebs, J.C. 1985.  Ecology : The Experimental Analysisi of Distribution and Abudance.  Second Edition.  Harper & Row. Publiser, Inc. New York.

Krebs, J.C. 1997.  Ecological Methodology. Harper & Row. Publiser, Inc. New York.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi.  Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Moran, M.J., Morgan, P.M., Wiersma, H.J. 1987.  Introduction to Environmental Science. W.H. Freeman and Company.

Mueller-Doumbois, D. And Ellenberg, H. 1974. Aim and Method of Vegetation Ecology. John Wiley & Sons, Inc. Canada.

Odum, E.P. 1997. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan. Samingan, T.  Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Robert, L.S. 1992. Element 0f Ecology.  HarperCollins Publiser. New York.

Surasana, E. 1995.  Pengentar Ekologi Tumbuhan.  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.  Institut Teknologi Bandung.  Bandung.

;;