AWSurveys ini Memiliki kelebihan untuk berbisnis dan Mudah untuk mendapatkan uang dollarnya. Hanya survey saja kita dapat uang atau dibayar. dan lebih enaknya lagi sewaktu kita mendaftarkan diri ke Surveys ini kita diberi earning pertama sebesar $6, Wahh besar kan. Ayo Daftarkan aja diri anda untuk mendapatkan uang sebesar $75 perbulannya. ya hitung hitung uang  tambahan jajan lah atau uang belanja , hehehhe.
Kalau anda ingin daftar Klck DISINI 

Anda jangan ragu untuk menjalani sebuah bisnis karna bisnis tanpa dicoba tidak akan menghasilkan apa apa, kalau anda gagal dalam menjalankan bisnis berarti itu merupakan awal dari kesuksesan anda dalam berbisnis, Semua orang pasti pernah gagal dalam berbisnis atau beraktivitas tapi orang itu suatu saat akan sukses.
Klick DISINI untuk Menjalani sebuah bisnis baru dengan blog




Biologi Tropika

         Kebakaran Hutan yang pertama kali  terjadi di Indonesia yaitu di Kalimantan pada tahun 1982 dan tahun 1883, dengan luas  yang terbakar 3,6 juta hekter

Setelah itu diikuti kebakaran hutan pada tahun dan luas hutan yang terbakar sebagai berikut:
    1. 1987: 49.323 hektare
    2. 1991: 118.881 hektare
    3. 1994: 161.798 hektare 1997 dan 1998: 9,8 juta hektare 1999: 44.090 hektare
    4. 2000: 8.255 hektare
    5. 2001: 14.351 hektare
    6. 2002: 36.691 hektare
    7. 2003: 3.745 hektare
    8. 2004: 13.991 hektare
    9. 2005: 13.328 hektare
                                         
2.      1. Contoh pembalakan hutan adalah Penebangan Liar, Menebang pohon yang masih kecil yang masih memiliki potensi  untuk  tumbuh besar, Menebang pohon secara besar-besaran secara terus menerus.
2. Contoh pertambangan yang merusak hutan adalah pertambangan batu bara, untuk memperoleh lahan sebagai areal pertambangan maka harus menebang pohon-pohon yang ada ditempat yang akan dijadikan lahan pertambangan. Demikian juga halnya dengan pertambangan minyak bumi.

1.    

Apakah darah seseorang bisa berubah?


          Pada umumnya Golongan darah tidak dapat berubah Sebagian besar orang akan memiliki golongan darah yang sama sepanjang hidupnya, walaupun ia telah mendapat transfusi darah atau transplantasi organ non-sumsum tulang. Dalam kasus tertentu penyakit infeksi, keganasan (misalnya kanker lambung), penyakit autoimun (lupus eritematosus sistemik). Pengecualian untuk transplantasi sumsum tulang, karena  prosedur ini dapat mengubah golongan darah resipien menjadi sesuai dengan golongan darah donornya (biasanya berubah menjadi O). Belakangan pada tahun 2007, para ahli mengajukan hipotesis bahwa karena golongan darah tersusun dari sejumlah glikoprotein dan gula (karbohidrat), ada kemungkinan golongan darah dapat diubah dengan enzim tertentu. Penelitian terhadap hal ini masih bersifat eksperimental dan belum diujicobakan pada manusia.

Pengertian Euphorbiaceae

Euphorbiaceae


        Terutama terdiri atas tumbuh-tumbuhan berkayu, tetapi termasuk pula di dalamnya terna. Karena adaptasi terhadap lingkungannya kadang-kadang mempunyai habitus seperti Coctaceae, ada pula yang mempunyai filokladium. Daun tunggal atau majemuk, duduknya tersebar atau berhadapan, dengan daun-daun penumpu yang seringkali menyerupai kelenjar-kelenjar. Bunga hampir selalu berkelamin tunggal, berumah 1 atau 2,  dengan bentuk dan susunan yang beraneka rupa, ada yang tanpa hiasan bunga, dengan hiasan bunga rangkap atau tunggal, biasanya berangkai dalam bunga majemuk yang berganda. Dalam suku ini terdapat suatu susunan bunga yang khas, yang memberikan kesan seakan-akan  merupakan bunga tunggal yang disebut siatium (Tjitrosoepomo, 2007).

            Selanjutnya Tjitrosoepomo (2007) menyatakan bahwa hampir semua bagian tubuh tumbuhan dalam suku ini mengandung getah yang terdapat dalam saluran-saluran getah yang dapat hanya terdiri atas 1 sel saja (suatu senosit) yang panjang dan bercabang-cabang serta bersambungan satu sama lain (anastomoseren), dapat pula merupakan fusi banyak sel (seperti buluh-buluh pengankutan), suatu suku yang besar, mencakup tidak kurang dari 7200 jenis yang terbagi dalam 300 marga terutama tersebar di daerah tropika (Tjitrosoepomo, 2007).


Rita Susanti

Pengertian Araliaceae

Araliaceae


               Pohon atau perdu, kadang-kadang liana. Daun tersebar atau berhadapan, sering tersusun spiral dalam roset yang rapat pada ujung ranting, tunggal atau majemuk, pangkal melebar atau agak berbentuk pelepah, meninggalkan bekas yang lebar. Daun penumpu kecil atau tidak ada, atau berlekatan dengan tangkai daun. Bunga   beraturan, berkelamin 2, dalam payung atau bongkol, yang berhimpun lagi sampai payung majemuk atau malai, sering berbilang 5. tabung kelopak berlekatan seluruhnya dengan bakal buah, tepi pendek, gigi 4-5, kecil atau tidak ada. Daun mahkota lepas, hijau atau putih. Benang sari sebanyak daun mahkota. Tonjolan dasar bunga kebanyakan terletak di sebelah dalam benang sari. Bakal buah beruang 1-5, tenggelam, 1 biji tiap ruang, tangkai putik 1-5. Buah buni atau buah batu (Steenis, 2005).




Rita Susanti



Pengertian Myrtaceae

Myrtaceae


          Pohon atau semak-semak, cemara, biasanya dengan minyak esensial yang mengandung rongga-rongga di dedaunan, branchlets, dan bunga. Memiliki stipula atau tidak. Daun yang berlawanan, kadang-kadang bergantian, kadang-kadang Ternate atau pseudo-melingkar; helai daun dengan urat sekunder . Menyirip atau basal, seringkali dengan urat intramarginal dekat margin, margin biasanya seluruh. Daun pelindung kecil. Daun mahkota lepas atau melekat menjadi cawan, kadang-kadang rontok sebelum mekar. Benang sari umumnya banyak (Steenis, 2005).

            Selanjutnya Steenis (2005) menyatakan Perbungaan aksiler atau terminal. Bunga biseksual, kadang-kadang poligami, Petals 4 atau 5, kadang-kadang tidak ada, Calyx (3 atau) 4 atau 5 atau lebih, berbeda atau bawaan ke sebuah calyptra. Benang sari biasanya banyak, dalam 1 sampai beberapa filamen yang berbeda atau bawaan menjadi 5 bundel kelopak yang berlawanan. Buah kapsul, buah berbiji 1, benih tanpa endosperm . Endosperm jarang dan tipis, kulit biji tipis tulang rawan atau membran, kadang-kadang tidak ada membrio lurus atau melengkung. Sekitar 130 marga dan 4500-5000 spesies: persebarannya di wilayah Mediterania, sub-Sahara Afrika, Madagaskar, dan beriklim tropis Asia, Australia. Myrtaceae banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias taman, pohon jalan, atau pohon perkebunan. Beberapa anggota suku Syzygieae ditanam sebagai tanaman buah.

Pengertian tentang Pteridophyta



Pteridophyta

            Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok yaitu akar, batang, dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan paku belum menghasilkan biji. Seperti warga divisi-divisi yang telah dibicarakan sebelumnya, alat perkembangbiakannya tumbuhan paku yang utama adalah spora. Tumbuhan paku yang biasa tergolong ke dalam generasi sporofit, sebab berkembang baik secara aseksual dengan cara spora haploid yang dihasilkan oleh meiosis. Oleh karena itu, secara morfologi individu tumbuhan paku dapat disamakan dengan kapsul spora lumut hati atau lumut daun. Spora–sporanya dihasilkan dalam kotak spora yang disebut sporangium. Seperti halnya pada beberapa trakeofita, sporangium terletak di daun yang disebut sprofil. Warga tumbuhan paku amat heterogen, baik ditinjau dari segi habitus maupun cara hidupnya, lebih-lebih bila diperhitungkan pula jenis paku yang telah punah. Ada jenis-jenis paku yang amat kecil dengan daun-daun yang kecil pula dengan struktur yang masih sederhana, ada pula yang besar dengan daun-daun yang mencapai ukuran panjang sampai 2 meter atau lebih dengan struktur yang rumit. Tumbuhan paku purba ada yang mencapai tinggi samapai 30 meter dengan garis tengah batang atau berdiameter batang sampai dengan 2 meter (Tjitrosoepomo, 1981).

Tumbuhan paku ini merupakan tumbuhan vaskular tanpa biji yang paling sukses pada zaman modern. Ada sekitar 10.000 spesies yang ada sekarang dan yang telah punah. Paku-pakuan ini banyak dijumpai di daerah beriklim tropik dan sedang. Paku-pakuan ini biasanya membutuhkan lingkungan lembap utuk hidupnya. Tumbuhan yang termasuk ke dalam tingkatan organisme. Pteridophyta memperilahatakan pergiliran turunan yang tidak sama, tetapi berbeda dengan Bryophyta. Diploid atau generasi sporofit yang menonjol dan merupakan tumbuhan seperti pada umumnya. Sprorofit tumbuhan memiliki sistem pembuluh yang berkembang baik dengan jaringan xilem dan floem yang berbeda, dan karena itu secara potensial mampu mencapai ukuran yang jauh lebih besar daripada gametofit briophyta. Paku-pakuan mempunyai siklus hidup haploid dan diploid. Spora paku-pakuan yang haploid berasal dari tumbuhan matur yang berkembang menjadi tumbuhan gametofit kecil. Gametofit menghasilkan sperma dan telur. Paku-pakuan membentuk kumpulan spora dibawah daunnya dengan letak dan ukuran serta warna yang berbeda setiap tumbuhan paku dan akhirnya mengeluarkan gametofit baru (Bresnick, 2003).

Tumbuhan paku telah memiliki organ tubuh seperti akar, batang, dan daun yang sesungguhnya. Sehingga, tumbuhan ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok kormofita sejati. Namun, tumbuhan paku tetap merupakan tumbuhan tingkat rendah, karena belum mampu menghasilkan biji. Tumbuhan paku umumnya hidup di darat yang basah atau lembap. Hanya beberapa jenis saja yang hidup di air. Tumbuhan paku telah memiliki klorofil, sehingga bersifat autotrof. Tumbuhan paku banyak dijumpai di daerah tropis hingga daerah beriklim sedang. Akar tumbuhan paku berupa akar serabut. Ujungnya dilindungi oleh kaliptra yang tersususun atas sel-sel yang bentuknya berbeda dengan  akar. Pada titik tumbuhnya terdapat sel pemula berbidang empat yang dapat membelah keempat arah bidang sisinya. Sel-sel akar ini akan membentuk jaringan akar. Batang paku umumnya berupa akar tongkat atau rhizoma, kecuali beberapa spesies yang memang telah memiliki batang sesungguhnya, seperti paku tiang. Pada rhizoma terdapat sisik-sisik dan sisa-sisa tangkai daun yang tidak terlepas. Rhizoma tumbuh mendatar di bawah atau di atas permukaan tanah. Daun tumbuhan paku berwarna hijau, karena sel-selnya mengandung banyak klorofil. Ukuran, bentuk, dan anatomi daun paku sangat bervariasi. Berdasarkna ukurannya, daun paku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu daun kecil atau mikrofil dan daun besar atau makrofil (Tjitrosoepomo, 1981).

Menurut Tjitrosoepomo, (1981).Berdasarkan fungsinya, daun paku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sporofil dan tropofil. Sporofil adalah daun yang berfungsi untuk menghasilkan spora, sedangkan tropofil adalah daun yang berfungsi untuk sebagai penyelenggara asimilasi. Pada sporofit dewasa ditemukan sporofil yang mempunyai bintil-bintil berbentuk bulatan berwarna kuning, cokelat, atau kehitam-hitaman. Bintil-bintil itu disebut sorus, yaitu  tempat berkumpulnya kotak spora atau sporangium. Biasanya letak spora terdapat dipermukaan bawah daun. Bentuk dan letak spora ini beranekaragam bergantung pada jenisnya. Bahkan kedudukan dan letak spora ini digunakan untuk menyusun klasifikasi tumbuhan paku. Letak dan kedudukan spora ini tersebut misalnya, disepanjang tulang daun, disepanjang tulang-tulang cabang daun, di sepanjang tepi sporofil, merata pada sisi bawah daun, di ujung tulang daun, dan di ujung daun sebelah bawah. Dan ditinjau dari jenis spora yang dihasilkan, tumbuhan paku dibedakan atas tiga, antara lain:

a. Paku homospor atau isospor adalah jenis paku yang menghasilkan satu jenis spora yang sama besarnya. Contohnya adalah paku kawat atau Lycopodium sp.
b. Paku heterospor adalah paku yang menghasilkan dua jenis spora yang berbeda ukurannya. Spora yang besar disebut makrospora berkelamin betina, sedangkan spora yang kecil atau mikrospora berkelamin jantan. Contohnya adalah paku rane atau Sellaginela atau semanggi atau Marsilea.
c. Paku  peralihan antara paku homospor dan paku heterospor. Pada paku ini adalah spora yang dihasilakan mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, tetapi sebagian berkelamin jantan dan sebagian lagi berkelamin betina. Contohnya adalah paku ekor kuda atau Equisetum.

Pengertian Bryophyta

Bryophyta


           Masyarakat pada umumnya cenderung memberi nama “lumut” bagi semua tumbuhan pada permukaan tanah, batu, permukaan pohon, bahkan yang ada dalam air. Lumut hati dan lumut sejati tersebar luas dan merupakan kelompok tumbuhan yang menarik. Mereka hidup di atas tanah, batuan ,kayu, dan kadang-kadang di dalam air. Tumbuhan masa kini yang berasal dari garis kedua dalam evolusi ini ialah lumut hati, lumut tanduk, dan lumut sejati, yang secara kolektif dinamai Bryophyta. Sejauh yang diketahui, Bryophyta bukan nenek moyang  tumbuhan rumit masa kini. Lumut hati dan lumut sejati hidup menyendiri biasanya tidak menarik. Namun biasanya disebut juga dengan tumbuhan berkelompok.  Pada umumnya jenis tumbuhan ini kurang beradaptasi pada kondisi kehidupan daratan, dan sebagian besar merupakan tumbuhan yang hidup pada lingkungan lembab dan terlindungi. Beberapa jenis lumut bersifat kosmopolit, dapat ditemukan dimana-mana. Jenis lumut lain mempunyai daerah distribusi yang terbatas. Lumut-lumut itu merupakan asosiasi tumbuhan yang memiliki karakteristik tinggi. Meskipun demikian, lumut tertentu, khususnya lumut sejati dapat bertahan hidup pada musim kering. Pertumbuhannya mengalami peremajaan jika air tersedia kembali ( Tjitrosoepomo, 1983 ).

Menurut Tjitrosoepomo (2005), Perkembangan lumut secara singkat berlangsung sebagai berikut : Spora yang kecil dan haploid, berkecambah menjadi sebuah protalium yang pada lumut dinamakan protonema. Protonema pada lumut ada yang besar, ada pula yang kecil. Pada protonema ini terdapat kuncup-kuncup yang tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan lumutnya. Tubuh lumut berupa talus seperti lembaran-lembaran daun (Hepaticae), atau telah mempunyai habitus seperti pohon kecil dengan batang dan daun-daunnya (Musci), tetapi lumut tersebut belum terdapat akar yang sesungguhnya, melainkan hanya rhizoid-rhizoid yang berbentuk benang-benang atau kadang-kadang memang telah menyerupai akar. Pada tumbuhan lumut inilah dibentuk gametangium. Tumbuhan lumut (Bryophyta) dibedakan dalam 2 kelas, yaitu:(a). Hepatice (lumut hati). (b). Musci ( lumut daun). Kedua kelas ini berbeda dalam bentuk susunan tubuhnya dan perkembangan gametagenium serta sporagoniumnya. Keduanya selalu berwarna hijau, autotrof, dan sebagai hasil asimilasi telah terdapat zat tepung .

Pengertian Herpetofauna

HERPETOFAUNA

a.         Dapat diketahui keberadaan jenis dan jumlah populasi herpetofauna pada suatu wilayah adalah   Gonocephalus sp. (Agamidae) dengan jumlah 1, Limnonectes cf. blythii (Ranidae) dengan jumlah 1, Rana glandulosa (Ranidae) dengan jumlah 1, Polypedates leucomystax (Rhacophoridae) dengan jumlah 2, Microhyla berdmorei (Microhylidae) dengan jumlah 2,  Phrynella pulchra (Microhylidae) dengan jumlah 1, Dendrelaphis sp. (Colubridae) dengan jumlah 1, Hemidactylus frenatus (Gekkonidae) dengan jumlah 1, Rana nicobariensis (Ranidae) dengan jumlah 1, Bufo melanostictus (Bufonidae) dengan jumlah 1.

b.        Deskripsi umum herpetofauna yang didapat antara lain  yaitu dari kelas reptil didapatkan ordo Squamata yang terdiri dari famili Agamidae dengan ciri-ciri ukuran tubuh (45-350 cm pada saat dewasa), yang dilapisi oleh sisik  tumpang tindih atau granular pada sisi dorsal dan ventra , sisik timbul. Tidak ditemukan adanya osteodermis pada sisi dorsal dan ventral pada tubuh. Semua spesiesnya memiliki ekstremitas, dan terpasang pada lingkar pinggang pektoral berbentuk huruf T atau cruciformis, dan klavikula yang berbentuk menyerupai tongkat yang melengkung. Ekor umumnya berukuran panjang hingga sedang. Lidah secara dorsal dilapisi dengan papila reticular. Kerangka kepala memiliki sepasang nasal, postorbital dan squamosal, dan sebuah frontal dan parietal. Gigi tersusun atas gigi acrodont  pada sisi marginal pada kerangka rahang. Famili Colubridae dengan ciri-ciri tipe gigi aglypha, opisthoglypha, dan proteroglypha. Dari susunan kerangka, anggota colubridae, hanya memiliki arteri karotid kiri, premaksilaris yang memanjang, biasanya secara longitudinal diposisikan untuk gigi yang solid dan bersatu. Ekstremitas tidak ditemukan secara eksternal dan internal. Paru-paru kiri dan saluran trakeal paru-paru dapat ditemukan ataupun tidak ada sama sekali, Oviduk kanan dan kiri berkembang dengan  baik. Dan famili Gekkonidae dengan ciri-ciri berukuran kecil (16-18 mm) hingga berukuran besar (370 mm). Kebanyakan spesiesnya dilapisi oleh sisik granular, kecil pada sisi dorsal dan sisi ventral. Osteodermis ditemukan pada sisi ventral tubuh. Kebanyakan spesies berekstremitas dengan sebuah lingkar pinggang pektoral berbentuk huruf T atau cruciformis interclavicula dan klavikula angular. Ekor biasanya pendek hingga sedang. Kerangka kepala memiliki sepasang nasal dan sebuah atau sepasang frontal dan parietal, squamosal dapat ada dan tidak, dan postorbital dan foramen parietal tidak ada. Susunan gigi pada bagian marginal rahang tersusun oleh gigi dengan tipe pleurodont. Dari kelas Amphibi didapatkan ordo anura dengan famili Microhylidae dengan ciri-ciri memiliki bentuk tubuh yang melebar dengan moncong yang pendek dan rupa dari anggotanya hampir menyerupai anak panah, dengan kepala yang runcing, Karena tubuhnya yang berbentuk hampir kecil, maka hampir tidak bisa dibedakan antara fase juvenil dari bentuk terbesar. Famili Rhacophoridae dengan ciri-ciri berukuran dari kecil hingga sedang, dengan ciri utama badan yang meramping,dan licin dengan ada/tidaknya lipatan dorso-lateral pada tubuh, moncong relatif meruncing, dan adanya tuberkulum subtikular dengann ujung jari yang memiliki circum-marginal yang besar, membran natatorian biasanya penuh memenuhi jari dan bentuk tangan berupa conical. Kaki umumnya berukuran sedang dan ramping. Famili Ranidae dengan ciri-ciri kulit yang cenderung basah dan lembab, berukuran sedang hingga besar, dengan kaki belakang yang berotot dan kuat dan berselaputkan natatorian yang penuh hingga sedang. Kerangka kepala memiliki sepasang palatin dan frontoparietal. Kolom vertebral memiliki 8 presakral holochordal vertebrae. Dan famili Bufonidae dengan ciri-ciri ukuran dari kecil hingga besar (<20 mm – 230 mm). Bufonidae adalah satu-satunya anura yang memiliki organ ‘Bidder’ pada kecebong jantan dan hilang pada saat dewasa. Biasanya tidak ditemukan gigi pada rahang atas, maka dari itu anggota bufonidae dapat juga disebut amphibi tak bergigi. anggota spesies ini dapat hidup pada habitat teresterial, semifusoreal, akuatik, dan arboreal. Beberapa memiliki kelenjar kulit yang tampak kasat mata, sering dengan sekresi yang beracun. Banyak spesies memiliki, kelenjar yang tebal, bertanduk, dan perbesaran konsentrasi kelenjar pada daerah sekitar temporal leher membentuk kelenjar paraoid yang tampak kasat mata. Anggota dari famili ini menggunakan amplexus aksilar dalam melakukan perkawinan.

             BY : RITA SUSANTI


1. Herpetofauna


       Setiap jenis ekosistem mengandung suatu populasi yang khas disebut bioma. Bioma darat merupakan perwakilan bioma yang paling kompleks dalam setiap wilayah. Bioma-bioma kompleks dihasilkan melalui proses kehidupan. Proses lengkap disebut siklus (Mader, 1995).

Hewan-hewan berpindah dari satu tingkat ke tingkat lainnya dalam pencarian makanan atau karena perubahan dalam faktor-faktor abiotik lingkungan. Banyak penghuni pohon berpindah antara tingkat pertunasan ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Beberapa hewan yang dapat memanjat pohon tidak pernah benar-benar terteduh di bawah pohon, namun hidup tepat diatas tanah (Michael, 1995).

Hutan hujan terbesar terdapat di lembah Amazon di Amerika Selatan tetapi ada juga di kawasan Afrika dan Indomelayu. Kawasan itu selalu panas (antara 20­0C dan 250C) dan hujannya lebih banyak (melebihi dari 200 cm setahun). Karena itu hasil produksi hutan sAngat tinggi. Keanekaragaman spesies dan dan kondisi tanah yang sangat subur merupakan ciri khas bioma ini. Mayoritas hewan hidup di atas pohon seperti ipacai, iagoutii, ipeccariaesi, trenggiling dan icoatimundii. Burung seperti merpati parakeets, kakaktua, dan toucan memiliki warna bulu yang indah. Ambifi dan reptil juga ada seperti ular, katak, cicak. Lemur dan sloth merupakan primata yang hidup di pohon tetapi yang banyak terdapat ialah  monyet. Monyet sekarang memiliki ekor yang dapat memegang dan mencengkram dan dapat membantunya hidup di pohon (Mader, 1995).

Hewan-hewan dalam suatu komunitas tidak terlalu mudah diambil sampelnya seperti tanaman karena mobilitas dan keanekaragamannya. Di antara komunitas tumbuhan, kehidupan hewan memperlihatkan stratifikasi (Michael, 1995).

2.1.2 Penghematan Air pada Amfibia

            Amfibia merupakan kelompok vertebrata pertama yang menempati lingkungan daratan dan tanpa mekanisme pengaturan untuk memelihara suatu keseimbangan air garam. Vertebrata yang terakhir sudah mengembangkan  kulit ari yang kuat, telur-telur dengan cairan amnion, mengguankan air metabolik dan ginjal-ginjal yang lebih efisien sehingga membedakan mereka dari lingkungan perairan dengan memperbaiki kemampuan  mereka  menghemat  air di  lingkungannya  pada saat  kesulitan air (Michael, 1995).

2.3 Adaptasi secara Morfologi pada Hewan-hewan terhadap Habitat Berbeda

Adaptasi mengarah pada perbedaan dan persamaan antara makhluk-makhluk hidup. Perbedaan antara makhluk-makhluk hidup terjadi karena persaingan untuk makanan, tempat bersarang dan ruang hidup. Pada saat dua jenis makhluk hidup menempati tempat yang sama, persaingan dapat mengakibatkan pengurangan atau menghilangnya salah satu karena yang lainnya. Keadaan yang tidak mengarah pada pengurangan dari salahsatu spesies yang sedang bersaing sering terjadi di alam. Hilangnya salah satu dari beberapa bentuk ini di hambat oleh sedikit keragaman dalam tempat yang secara ekologi sama, yang ditempati  oleh suatu spesies (Michael, 1995).

2.4 Reaksi-reaksi secara Fisiologis

            Peranan suatu individu di dalam sebuah komunitas diatur oleh kegiatan-kegiatan fisiologisnya. Beragam faktor lingkungan menyebabkan pengaruh-pengaruh secara bersama-sama dan khas terhadp kegiatan-kegiatan ini. Hewan-hewan dan tanaman-tanaman yang berbeda memperlihatkan efisiensi tertinggi atau terendah dalam menggunakan suatu lingkungan. Tahapan kegiatan fisiologis yang menyenangkan membuat mereka lebih beradaptasi terhadp suatu lingkungan dibandingkan dengan lainnya. Pengaruh faktor-faktor lingkungan tertentu seperti suhu, kelembaban, konsentrasi oksigen, kadar garam, pH terhadap kegiatan hewan dapat dengan mudah ditentukan di laboratorium. Penelitian analisis si man pengaruh faktor-faktor tunggal diteliti dan diukur merupakan hal yang perlu untuk suatu pemahaman yang lebih baik mengenai perlakuan-perlakuan suatu makhluk hidup yang bersifat menekan di dalam habitatnya      (Michael, 1995).

2.5 Ordo crocodylia

       Ordo crocodylia mencakup hewan reptil yang berukuran paling besar di antara reptil lain. Kulit mengandung sisik dari bahan tanduk. Di daerah punggung sisik-sisik itu tersusun teratur berderat ke arah ternversal dan mengalami penulangan membentuk perisai dermal. Sisik pada bagian dorsal berlunas, pada bagian lateral bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi empat. Kepala berbentuk piramida, keras dan kuat, dilengkapi dengan gigi-gigi runcing bertipe gigi tecodont. Mata kecil terletak di bagian kepala yang menonjol ke dorso-lateral. Pupil vertikal dilengkapi selaput mata, tertutup oleh lipatan kulit yang membungkus tulang sehingga lubang tersebut hanya nampak seperti celah. Lubang hidung terletak pada sisi dorsal ujung moncong dan dilengkapi dengan suatu penutup dari otot yang dapat berkontraksi secara otomatis pada saat buaya menyelam. Ekor panjang dan kuat. Tungkai relatif pendek tetapi cukup kuat. Tungkai belakang lebih panjang, berjari 4 dan berselaput. Tungkai depan berjari 5 tanpa selaput. Famili Alligatoridae memiliki ciri-ciri bentuk moncongnya yang tumpul dengan deretan gigi pada rahang bawah tepat menancap pada gigi yang terdapat pada rongga pada deretan rahang atas sehingga pada saat moncongnya mengatup hanya deretan gigi pada rahang atasnya saja yang terlihat.dapat mencapai umur maksimal hingga 75 tahun. Tahan terhadap suhu rendah.memiliki lempeng tulang pada punggung dan bagian perut bawah memiliki sisik dari bahan tanduk yang
lebar.yang berjumlah lebih dari 6 sisik.

2.6 Ordo Squamata

Ordo Squamata dibedakan menjadi 3 sub ordo yaitu :
1. Subordo Lacertilia/ Sauria
2. Subordo Serpentes/ Ophidia
3. Subordo Amphisbaenia
Adapun ciri-ciri umum anggota ordo Squamata antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari bahan tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang disebut molting. Sebelum mengelupas, stratum germinativum membentuk lapisan kultikula baru di bawah lapisan yang lama. Pada Subordo Ophidia, kulit/ sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan pada Subordo Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian. Bentuk dan susunan sisik-sisik ini penting sekali sebagai dasar klasifikasi karena polanya cenderung tetap. Pada ular sisik ventral melebar ke arah transversal, sedangkan pada tokek sisik mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum. Anggota squamata memiliki tulang kuadrat, memiliki ekstrimitas kecuali pada Subordo Ophidia, Subordo Amphisbaenia, dan beberapa spesies Ordo Lacertilia. Perkembangbiakan ordo squamata secara ovovivipar atau ovipar dengan vertilisasi internal. Persebaran Squamata sangat luas, hampir terdapat di seluruh dunia kecuali Arktik, Antartika, Irlandia, Selandia Baru, dan beberapa pulau di Oceania. (Zug, 1993)

2.7 SUBORDO LACERTILIA/ SAURIA


Subordo Lacertilia umumnya adalah hewan pentadactylus dan bercakar, dengan sisik yang bervariasi. Sisik tersebut terbuat dari bahan tanduk namun ada pula yang sisiknya termodifikasi membentuk tuberkulum. Dan sebagian lagi menjadi spina. Sisik-sisik ini dapat mengelupas. Pengelupasannya berlangsung sebagian dalam artian tidak semua sisik mengelupas pada saat yang bersamaan (Zug, 1993).
Ciri lain yang membedakan dari Subordo Ophidia adalah rahang bawahnya yang bersatu pada rahang atas pada bagian yang disebut satura. Selain itu pada Lacertilia mereka memiliki kelopak mata dan lubang telinga. Selain itu pada beberapa anggota Subordo Lacertilia, ada yang dapat melepaskan ekornya. Contohnya pada Mabouya sp (Zug, 1993).
Lidah Lacertilia panjang dan adapula yang bercabang. Pada beberapa spesies lidah ini dapat ditembakkan untuk menangkap mangsa seperti pada Chameleon sp.


2.8 Amphibia

       Amphibi merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air maupun di darat. Amphibia berasal dari bahasa Yunani yaitu Amphi yang berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu amphibi diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada umumnya, amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan. ( Zug, 1993)
Pada fase berudu amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas dengan paru-paru. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara bernafas yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada anura, tidak ditemukan leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan bergerak dengan cara melompat. (Zug, 1993)
Amphibia memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang baik. Pada mata terdapat membrana nictitans yang berfungsi untuk melindungi mata dari debu, kekeringan dan kondisi lain yang menyebabkan kerusakan pada mata. Sistem syaraf mengalami modifikasi seiring dengan perubahan fase hidup. Otak depan menjadi lebih besar dan hemisphaerium cerebri terbagi sempurna. Pada cerebellum konvulasi hampir tidak berkembang. Pada fase dewasa mulai terbentuk kelenjar ludah yang menghasilkan bahan pelembab atau perekat. Walaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan perairan ke daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae, tetap tinggal dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase berudu, bernafas dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada beberapa jenis amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu tertentu kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya hidup di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini tidak terdapat stadium larva dalam air. (Duellman and Trueb, 1986)




         BY : RITA SUSANTI


Pengukuran Faktor fisik Kimia Perairan


1. Suhu

            Suhu sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan aktivitas organisme, sebab pada umumnya organisme memiliki kisaran suhu tertentu supaya dapat melakukan aktivitas optimalnya, suhu tidak dapat diawetkan sehingga harus diukur dilapangan, sampae yang dibawa kelaboratorium untuk dianalisis juga sering kali harus diukur lagi suhunya dilaboratorium sebab boleh jadi ada pengaruhnya terhadap hasil analisis. Alat pengukur suhu namanya termomter. Berbagai macam alat telah tersedia dipasaran untuk mengukur suhu, mulai dari yang paling sederhana yaitu temometer alkohol sampai yang menggunakan elektroda (Sucipto, 2008, hlm: 70).

            Dibandingkan dengan udara memiliki kapasitas pans lebih tinggi. Untuk memanaskan sebanyak 1 kg air dari 15 oC menjadi 16o C misalnya, dibutuhkan energi sebesar 1 kcal. Untuk hal yang sama, udara hanya membutuhkan energi sebesar seperempatnya. Dalam setiap penilainyan pada ekosistem air. Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem airsangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10 oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisma sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisma akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat (Barus, 2004, hal: 44).

Kerapatan air tertinggi terjadi pada suhu 4 oC, di atas dan di bawah suhu tersebut air akan berkembang dan menjadi lebih ringan. Sifat unik ini menyebabkan air danau tidak membeku seluruhnya pada musim dingin. Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit. Temperatur air di suatu ekosistem danau dipengaruhi terutama oleh intensitas cahaya matahari tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut (Sitepu, 2008, hal:9).

Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk kedalam air. Suhu selain berpengaruh terhadap berat jenis, viskositas dan densitas air, juga berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. Sedangkan perubahan suhu dalam kolom air akan menimbulkan arus secara vertikal. Secara langsung maupun tidak langsung, suhu berperan dalam ekologi dan distribusi plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Suhu mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap fitoplankton. Efek langsung yaitu toleransi organisme terhadap keadaan suhu, sedangkan efek tidak langsung yaitu melalui lingkungan misalnya dengan kenaikan suhu air sampai batas tertentu akan menurunkan kelarutan oksigen (Apridayanti, 2008, hal: 20).

      2. pH

Nilai pH yang terlalu asam atau basa berbahaya bagi kelangsungan hidup plankton karena akan menyebabkan berbagai gangguan metabolisme termasuk respirasi. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan seperti gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004, hlm: 79). Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kolorimetri, dengan kertas Ph, atau dengan pH meter (Suin, 2002, hlm: 54). Menurut Alaerts & Sri (1984, hlm: 48) bahwa pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan dan suasana air juga mempengaruhi beberapa hal lain misalnya kehidupan biologi dan mikrobiologi (Sitepu, 2008, hal: 12).

Derajat keasaman adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan suasana air tersebut apakah bereaksi asam atau basa. Kisaran pH air yang maksimal untuk produksi ikan adalah 6,5 sampai 9 (Boyd,1981). Meskipun suhu merupakan faktor utama dalam regulasi konsentrasi oksigen dan karbondioksida, tetapi hal ini juga tergantung pada fotosintesis tanaman, respirasi dari semua organisme, aerasi air, keberadaan gas –gas lainnya dan oksidasi kimia yang mungkin terjadi Fluktuasi pH sangat dipengaruhi oleh proses respirasi, karena gas karbondioksida yang dihasilkannya. Semakin banyak karbondioksida yang dihasilkan dari proses respirasi, maka pH akan semakin rendah. Namun sebaliknya jika aktivitas fotosintesis semakin tinggi maka akan menyebabkan pH semakin tinggi (Apridayanti, 2004, hal: 21).

    3. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya sangat mempengaruhi keberadaan plankton di suatu badan perairan, sebab penetrasi cahaya sangat menentukan proses fotosintesis dan reproduksi yang dilakukan plankton masih dapat berlangsung. Menurut Nybakken (1992, hlm: 59) bahwa kedalaman penetrasi cahaya yang merupakan kedalaman di mana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim. Menurut Barus (2004, hlm: 43) bahwa kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisma air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. pandangan tersebut. Keping sechii berupa suatu kepingan yang berwarna hitam putih yang dibenamkan ke dalam air (Sitepu, 2008, hal: 11).

     4. Intensitas Cahaya

Secara vertikal, kecerahan akan mempengaruhi intensitas cahaya yang akan menentukan tebalnya lapisan eufotik. Dalam distribusi fitoplankton, faktor cahaya sangat penting karena intensitas cahaya sangat diperlukan dalam proses fotosintesis (Arfiati,1992). Bagian spektrum cahaya yang efektif untuk fotosintesis adalah cahaya yang mempunyai panjang gelombang 390-710nm dengan penyimpangan ±10 nm dan yang menyusun 0,46-0,48% dari keseluruhan energi matahari. Di danau hanya 0,056% dari total energi radiasi yang jatuh dipermukaan bumi yang dimanfaatkan oleh fitoplankton setiap tahunnya dan di perairan sangat produktif hanya dapat menggunakan energi ini sekitar 3% (Apridayanti, 2008, hal: 20).

            Faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorpsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air. Intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya yang bergelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang keruh akan terlihat berwarna biru dari permukaan (Barus, 2004, hlm: 43).

   5. Kandungan Organik Substrat

Ortofosfat  adalah fosfat organik, merupakan salah satu bentuk fosfor (P) yang larut dalam air dan dapat dimanfaatkan oleh organisme nabati (fitoplankton dan tanaman air). Menurut Sudaryanti (1995), unsur hara P merupakan unsur hara yang penting bagi metabolisme sel tumbuhan, yaitu sebagai transfer energi dari ADP ke ATP. Dari hasil penelitian, kadar ortofosfat yang diperoleh berkisar antara 0,0041-1,4729 mg/L (Tabel 8). Menurut Leentvar (1980) dalam Subarijanti (1990) perairan yang oligotropik mempunyai kandungan ortofosfat <0,01 mg/L, mesotropik 0,01–0,05 mg/L, eutropik >0,1 mg/L. Sehingga dari keterangan tersebut maka perairan waduk Lahor digolongkan kedalam perairan eutropik. Kondisi ini berbeda bila dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridhayanti (1997) dengan kandungan ortofosfat sebesar 0,09–0,12 mg/L yang menunjukkan waduk Lahor tergolong perairan yang mesotropik. Sedangkan hasil dari penelitian Hartini (2002), kandungan ortofosfat berkisar antara 0,08–0,55 mg/L yang menunjukkan stastus waduk Lahor dari mesotropik menuju eutropik. Namun kondisi ini sama jika dilihat dari hasil penelitian Apridayanti (2006) dengan kandungan ortofosfat yang sangat tinggi yaitu berkisar antara 1,1–6,6 mg/L. Kandungan ortofosfat yang tinggi ini mungkin disebabkan karena perairan ini banyak mendapatkan masukan unsur hara dari kegiatan disekitarnya seperti pertanian, pariwisata, budidaya karamba dan pemukiman (Apridayanti, 2008, hlm:49-50).

Kegiatan budidaya ikan dalam jaring apung ternyata menghasilkan limbah organik yang tinggi dan pada akhirnya akan menghasilkan senyawa nitrit yang tinggi pada perairan melalui proses nitrifikasi. Hasil analisis yang sama juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Terangna, N., dkk. (2002) yang melakukan penelitian tentang sifat fisik, kimia, dan biologi di beberapa lokasi di ekosistem Danau Toba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi yang terletak di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau) kecerahan air mencapai kedalaman 11 – 14 m dengan kandungan nutrisi dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih terdeteksi sampai ke dasar danau pada kedalaman antara 200 – 500 m, sehingga perairan danau masih tergolong Oligotrofik (miskin zat hara). Sedangkan pada lokasi penelitian yang dekat dengan pemukiman dan lokasi budidaya ikan dalam jaring apung terdeteksi kadar nutrisi yang tinggi serta ditandai dengan pertumbuhan eceng gondok yang cukup subur (Barus, 2007, hlm: 6).

     6. Kandungan N dan P

      Fosfor bersama dengan Nitrogen sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosistem air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan Nitrogen dan Fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur Fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi algae secara massal yang dapat menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air.  Masuknya unsur-unsur hara dari limbah domestik ke dalam suatu perairan dapat menyebabkan peningkatan kesuburan perairan dan perubahan keseimbangan unsur-unsur dalam perairan tersebut. Selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya perkembangan (blooming) jumlah fitoplankton, baik yang merupakan makanan bagi hewan-hewan di perairan tersebut ataupun bukan. Sebagai akibat dari peledakan fitoplankton tersebut, perairan akan mengalami kekurangan oksigen terlarut pada waktu malam, dan ini sangat membahayakan bagi hewan-hewan perairan (Sitepu, 2008, hal: 12).

Fosfor tidak dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan tanaman, tidak seperti karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen. Tapi fosfor merupakan salah satu elemen pembatas baik di tanah maupun di perairan tawar, karena fosfor sangat langka dan terkandung dalam batuan dengan jumlah yang sedikit dan fosfor tidak memiliki bentuk gas dalam siklusnya sehingga tidak dapat difiksasi seperti nitrogen, selain itu fosfor terikat secara reaktif pada berbagai jenis tanah (Goldman dan Horne, 1983). Secara umum ada tiga bentuk fosfor di ekosistem akuatik, yaitu fosfat terlarut, fosfor total terlarut dan fosfor partikulat. Fosfat di danau terdapat baik dalam organik maupun anorganik. Bentuk anorganik fosfat sebagian besar adalah ortofosfat (PO4-) dan sebagian lagi bentuk monofosfat (HPO4-) dan dihydrogen fosfat (H2PO4-) (Goldman dan Horne, 1983). Input utama fosfor ke danau berasal dari aliran sungai dan pengendapan. Air hujan juga merupakan sumber fosfor namun hanya sedikit mengandung fosfor dari pada nitrogen. Sebagian besar fosfor terbawa ke danau yang tidak terpolusi sebagai partikel organik dan anorganik. Hampir setengah dari fosfor yang tekandung dalam limbah rumah tangga berasal dari detergen (Apridayanti, 2008, hal: 23).

          7. Oksigen Terlarut/ Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen merupakan faktor penting bagi kehidupan makro dan mikro organisme perairan karena diperlukan untuk proses pernafasan. Sumber oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama pada saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan (Apridayanti, 2008, hal: 23-24).

Kejenuhan oksigen berpengaruh terhadap kelangsungan hidup plankton, sebab semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen (mendekati nilai 100 %) pada kisaran suhu tertentu berarti kandungan oksigen terlarut mendekati maksimum dengan demikian plankton dapat melakukan fungsi fisiologis dan biologisnya dengan baik sebab kondisi perairan cukup bersih dan terbebas dari senyawa organik. Nilai Oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l. Disamping pengukuran konsentrasi biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen dalam mg/l, diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem air tersebut (Sitepu, 2008, hal: 13).


BY : RITA SUSANTI

Ekosistem yang Terdapat di Danau

Ekosistem Danau


             Tanpa air tak ada kehidupan. Menurut sejarah kehidupan jasad-jasad hidup pertama kali dilahirkan di laut. Jasad hidup pertama yang hidup di laut adalah sebangsa ganggang yang memiliki klorofilhijau. Klorofil hijau inilah yang mampu mengubah zat karbon dioksida menjadi zat karbohidrat dan zat asam dengan bantuan energi dan matahari. Dari jasad hidup ganggang yang bersel satu ini berkembanglah kemudian lain-lain jasad-jasad hidup yang kita dapati dewasa ini (Tohir, 1985, hal: 165).

            Ada banyak ekosistem yang kita kenal seperti ekosistem sungai, hutan, padang pasir, dasr lautan, dan seterrusnya. Di antara sekian banyak ekosistem itu danau adalah yang paling banyak di pelajari dan memang telah dianggap sebagai suatu sistem sejak zaman dahulu. Dalam bahasan ini danau dapat digunakan digunakan untuk mengemukakan beberapa asas penting  semua ekosistem (Soeriaatmaja, 1976, hlm: 65).

           
 Plankton

plankton adalah suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya terombang ambing oleh arus di lautan bebas, mereka terdiri dari makhluk-makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuh-tumbuhan (phytoplankton). Zooplankton sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang dapat mengadukan migrasi secara vertikal, pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan berenang mereka adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan kuatnya gerakan arus itu sendiri (Hutabarat, 1986:1).

Defenisi umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan/ mengikuti arus. Dibedakan menjadi 2 golongan, yakni golongan tumbuhan/ fitoplankton (plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan/ zooplankton (plankton hewani). Menurut habitat, plankton dapat dibedakan menjadi plankton laut dan plankton air tawar (Wibisono, 2005, hlm: 155). Selanjutnya plankton dapat dibagi berdasarkan ukuran tubuhnya yaitu makroplankton dengan ukuran tubuh > 500μm, mikroplankton dengan ukuran tubuh 20-200 μm, nanoplankton dengan ukuran tubuh 2-20 μm, dan ultraplankton dengan ukuran tubuh < 2 μm. Selain itu terdapat kelompok megaloplankton yang mempunyai ukuran tubuh yang sangat besar seperti kelompok medusa (Cynea arctica) yang mempunyai diameter tubuh 2 m dan panjang tentakel lebih dari 30 m. Kelompok ini merupakan suatu kelompok plankton yang sangat jarang ditemukan dan umumnya jenis dari kelompok ini hidup pada habitat laut (Sitepu, 2008, hlm: 5).

Plankton yang merupakan tumbuhan mikroskopis disebut fitoplankton. Fitoplankton sebagian besar merupakan organisme autotropik dan menjadi produsen primer dari bahan organik pada habitat akuatik. Komponen lain dari plankton adalah binatang heterotropik yang disebut zooplankton. Sehingga fitoplankton merupakan base line dari jaring-jaring makanan pada lingkungan perairan. Fitoplankton terdiri dari kumpulan tanaman mikro yang hampir tidak mempunyai kemampuan melawan gerakan air. Beberapa fitoplankton dapat menggunakan flagel, cilia dan lendir untuk gerakannya, tetapi sebagian besar melayang bebas di perairan. Secara umum fitoplankton merupakan organisme uniseluler. Koloni fitoplankton terdiri dari sel individu yang biasanya uniform. Beberapa dari green dan blue green algae merupakan filamentus algae sedangkan beberapa spesies diatom dan dinoflagelata mempunyai sel yang berhubungan membentuk berwarna hijau karena adanya macam – macam klorofil, klorofil a sampai klorofil d. Sehingga jenis fitoplankton diberi nama atas dasar warnanya. Fitoplankton yang hidup di air tawar maupun air laut terdiri dari lima kelompok besar (Phyllum) yaitu Chlorophyta (ganggang hijau), Cyanophyta (ganggang biru), Chrysophyta (ganggang coklat), Pyrophyta dan Euglenophyta (Apridayanti, 2008 hlm: 19).

 Bentos

Bentos adalah organisme air yang hidup didasar badan air. Bentos cukup besar perananyan di ekosistem perairan. Bentos menguraikan material organik yang jatuh kedasar perairan. Bentos mentransfer energi dari produsen primer ketingkat tropik berikutnya. Bagi manusia, bentos juga ada manfaatnya. Bagi manusia, bentos juga ada manfaatnya, seperti tiram, lokan, dan kerang mutiara. Bentos yang termasuk hewan disebut zoobentos, sedangkan yang tergolong tumbuhan disebut fitobentos. Bentos dapat pula dikelompokkan, berdasarkan ukurannya, yaitu makrobentos dan mikrobentos. Mikrobentos adalah bentos yang lolos pada jaringan saringan US No. 30 (Suin, 2002, hlm: 122).

Bentos adalah organismeygmelekatatauberistirahatpadadasaratauhidupdidasarendapan Terdiri dari filter feeder (ex: kerang), deposit feeder (ex: siput). ContohBentos: Nimfaodonataygmerangkak, Isopoda, Nimfamayfly, kerang, cacing(Annelida), siput, Chironomiddanlarva diptera (Yudha, 2005, hlm: 12).

Pengambilan contoh bentos di badan air dapat dilakukan dengan cara beberapa maam alat, antar laut elikman grap, peterson grap, ponar grap, jala surber, dan bingkai kuadrat. Eikman grap dapat digunakan untuk pengambilan contoh bentos di badam air yang dasarnya berlumpur atu berpasir dan lunak. Peterson grap digunakan untuk mengambil contoh bentos pada badan air yang dasarnya agak keras dan terdiri dari lempung, pasir dan batu. Ponar grap dapat digunakan utuk mengambil bentos pada badan air yang dalam seperti pada danau. Ketiga grap itu prinsip kerjanya sama. Grap dibenamkan kebadan air yang akan diambil contoh bentosnya dan setelah grap itu sampai di badan air maka pesewat untuk menutup grap itu diaktifkan sehinggga grap tersebut tertutup dengan contoh substratum dasar bersama bentos di dalamnya terambil (Suin, 2002, hlm: 123).

 Ikan

Dari beberapa hasil penelitian di Danau Toba, dijumpai 14 spesies ikan. Informasi yang diperoleh dari nelayan setempat bahwa jenis ikan yang akhir-akhir ini sering didapat adalah ikan mujahir (Tilapia mossambica), ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan seribu (Lebistes reticulates), ikan gurami (Osphronemus goramy), ikan sepat (Trichogaster trichopterus), ikan gabus (Channa striata), ikan lele (Clarias batrachus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan nila. Selain itu terdapat satu jenis ikan endemik yaitu ikan yang hanya terdapat di Danau Toba yang disebut sebagai ikan batak atau “ihan” (Neolissochillus thienemanni). Jenis ikan ini berdasarkan kriteria IUCN (International Union for the Conservation of Nature) sudah diklasifikasikan sebagai terancam punah (endangered). Jenis ikan ini dahulu sering dihidangkan sebagai sajian istimewa untuk berbagai acara pesta adat bagi masyarakat setempat, tetapi kini masyarakat yang tinggal di sekitar danau sudah sangat sulit untuk menemukan ikanm tersebut (Barus, 2007, hal:  7).


BY : RITA SUSANTI


PLANKTON DI PERAIRAN DANAU

PLANKTON DI PERAIRAN DANAU


                 Tujuan dari Menguji Plankton di Perairan Danau Yaitu :
1.Untuk Mengetahui Faktor fisik       kimia yang mempengaruhi Plankton.
2.Untuk Mengetahui Perbedaan Ekosistem Sungai dan Danau sebagai habitat Plankton.
1.Adapun Faktor Fisik yang mempengaruhi plankton adalah:
        -    Temperatur
  - Dissolved Oxygen (DO)
  -    Biochemical Oxygen Demand (BOD)
  - Penetrasi Cahaya
  - pH
  - Kandungan Nutrisi Nitrat dan Fosfat 
Perbedaan menyolok antara ekosistem sungai dan danau terletak pada jangka waktu relatif air berada di tempat tersebut. Dalam hal ini air di dalam danau berada lebih lama dari pada di sungai. Perlu diketahui bahwa tidak ada dua danau dan dua sungai yang sama, karena sifat biologik dan fisiknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor geologi, topografi serta iklimnya (Whitten et al, 1987, hlm: 191). 
BY : RITA SUSANTI 
 

;;