PERUNDANG-UNDANGAN SEBAGAI SUMBER HUKUM FORMIL

          Keberadaan peraturan perundang-undangan baik sebagai wadah maupun proses, oleh penganut pandangan sosiologis dianggap sebagai suatu lembaga social (social institution). Dipandang dari sudut hukum sebagai suatu sistem, peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari struktur yang juga merupakan salah satu sumber hukum formil. Peraturan perundang-undangan mempunyai dua fungsi utama  yaitu sebagai legalisasi dan legislasi. Legalisasi berarti mengesahkan fenomena yang telah ada dalam masyarakat, sedangkan legislasi bermakna sebagai proses untuk melakukan pembaruan hukum.
          Faktor yang dapat mempengaruhi proses pembentukan peraturan perundang-undangan dibedakan atas dua hal. Pertama, struktur social yang mencakup aspek atau unsur sosial baku sebagai dasar eksistensi masyarakat, seperti stratifikasi social, kebudayaan, serta kekuasaan dan wewenang. Kedua,  sistem nilai-nilai tentang apa yang baik dan yang tidak baik (buruk) yang merupakan pasangan nilai-nilai yang harus diserasikan. Pasangan nilai-nilai yang seyogianya tercermin dalam peraturan perundang-undangan agar bermakna komprehensip, antara lain kebebasan dengan ketertiban, umum dan khusus, perlindungan dengan pembatasan, kebebasan dan ketertiban dan sebagainya.
          Sumber hukum formil merupakan sumber hukum yang menentukan bentuk dan sebab terjadinya suatu peraturan atau kaidah hukum yang menentukan bentuk dan sebab terjadinya suatu peraturan atau kaidah hukum. Faktor yang menjadi sumber hukum formil merupakan sumber hukum dalam bentuk tertentu yang menjadi dasar sah dan berlakunya hukum secara formal. Ia menjadi dasar kekuatan yang dilihat dari bentuknya, mengikat baik bagi warga masyarakat maupun para pelaksana hukum itu sendiri. Sumber hukum formil yang dikenal dalam ilmu hukum berasal dari enam jenis yaitu undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, droktin dan hukum agama. 
Pembahasan pokok yang dibahas tentang  perundang-undangan, sebagai berikut :
1.   Apa pengertian Hukum perundang-undangan  ?
2.   Apa menjadi  Asas hukum tentang berlakunya Undang-undang dan ruang lingkup  berlakunya undang-undang ?
3.   Kapan berlaku atau berakhirnya suatu undang-undang  dan kekuatan berlakunya undang-undang ?
4.   Bagaimana bentuk Hirarkis Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia  ?
5.   Apa Dasar Hukum  dan Kewenangan  Polri  dalam  Pelaksanaan Tugas Per Undang Undangan
Bahwa Pengertian Perundang-undangan ini  adalah :
berasal dari kata Undang-undang. Dalam Kamus Hukum pengertian Undang-undang adalah ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah sebagai badan pemerintah sebagai badan eksekutif bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat sebagai Badan Legislatif.
          Undang-undang adalah peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh alat perlengkapan Negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku warga Negara.
          Undang-undang dapat berlaku dalam masyarakat, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu dibuat secara formal dan diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara yang dimuat dalam Lembaran Negara. Asas “Setiap oaring dianggap mengetahui undang-undang”  berlaku jika persyaratan tersebut diatas telah dipenuhi. Ketentuan dalam ilmu hukum dinamakan “Fictie hukum” yaitu menganggap atau memfiksikan bahwa apabila telah dilembarnegarakan, maka undang-undang dianggap telah diketahui oleh warga masyarakat.
          Lembaran Negara adalah tempat diundangkan suatu undang-undang agar mempunyai kekuatan mengikat dan dasar hukumnya adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950. Sedangkan Berita Negara adalah tempat memuat berita lain yang bersifat penting dan berkaitan dengan perundang-undangan negara, seperti mendirikan suatu perseroan  terbatas (PT) , akta pendirian firma, koperasi dan sebagainya.
1. PENGERTIAN HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN
    Hukum Perundang-undangan adalah :
    Hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis . Disebut hukum perundang-undangan karena dibuat atau dibentuk dan diterapkan oleh badan yang menjalankan fungsi perundang-undangan (legislator).
Dalam terminology (istilah) ilmu hukum, undang-undang dibedakan atas dua jenis , yaitu sebagai berikut :
1). Undang-undang dalam arti materiil yang artinnya :
     Setiap keputusan pemerintah yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap orang  secara umum. Jadi, undang-undang materil ditinjau dari isinya adalah mengikat secara umum. Namun, tidak semua undang-undang dapat disebut undang-undang dalam arti materil karena ada undang-undang yang hanya khusus berlaku bagi sekelompok orang tertentu, sehingga ia disebut sebagai undang-undang dalam arti formil saja misalnya Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Naturalisasi.



2). Undang-undang dalam arti formil adalah :
     Setiap  keputusan pemerintah yang dilihat dari segi bentuk dan cara terjadinya dilakukan secara prosedur dan formal.    
2. ASAS HUKUM TENTANG BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG DAN RUANG    LINGKUP  BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
     Dalam ilmu hukum juga dikenal beberapa asas hukum tentang berlakunya      undang-undang, yaitu sebagai berikut :
1.    Undang-undang tidak berlaku surut.
2.    Asas lex superior derogar legi inferiori yaitu undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai derajat yang lebih tinggi. Apabila ada dua UU yang mengatur objek yang sama, maka undang-undang yang derajatnya lebih tinggi didahulukan pemberlakuannya.
3.    Asas lex posteriori derogar legi priori, yaitu undang-undang yang baru mengenyampingkan pemberlakuan undang-undang lama apabila mengatur objek yang sama.
4.    Asas lex specialist derogate legi generali, yaitu undang-undang  yang bersifat khusus mengeyampingkan pemberlakuan undang-undang yang bersifat umum. Artinya apabila ada dua undang-undang yang mengatur hal yang sama dan isinya saling bertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang khusus mengatur tersebut.
Misalnya pasal-pasal KUHPidana yang bersifat umum mengatur tentang penyalahgunaan wewenang atau jabatan (Pasal 423,424 dan Pasal 425 KUHPidana), maka yang diberlakukan adalah undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TP.Korupsi yang diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan TP.Korupsi.


Sedangkan Ruang lingkup berlakunya suatu undang-undang , ditentukan olh empat asas sebagai berikut :
1). Asas territorial (territorialiteit) yaitu:
      Undang-undang berlaku dalam wilayah Negara tanpa membedakan kewarganegaraan. Asas ini tercantum dalam Pasal 2 KUHPidana bahwa aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan pidana didalam Indonesia.
2)  Asas personal (asas nasionaliteit aktif) yaitu undang-undang berlaku bagi setiap warga Negara Indonesia tanpa batas dalam wilayah Negara saja. Asas ini disebut “undang-undang mengikuti orang” yang diatur dalam Pasal 5 KUHPidana. Misalnya seorang warga Negara Indonesia melakukan kejahatan dinegara lain dan melarikan diri ke Indonesia, maka ia dapat saja dituntut dan dihukum di Indonesia, asal saja kejahatan yang dilakukan itu juga dialarang sebagai kejahatan di Indonesia.
3)  Asas nasionaliteit passif , yaitu undang-undang berlaku bagi setiap orang diluar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan dan keamanan nasional terhadap kejahatan tertentu (diatur dalam Pasal 4 ke-1 dan ke-3 KUHPidana)
4)  Asas Universal, yaitu undang-undang berlaku bagi setiap orang diluar wilayah Negara untuk melindungi kepentingan dan keamanan dunia terhadap kejahatan tertentu (diatur dalam Pasal 4 ke-2 dan ke-4 KUHPidana)

3. BERLAKU ATAU BERAKHIRNYA SUATU UNDANG-UNDANG 
    1. Berlakunya undang-undang karena :
a.    Ditentukan pada tanggal ditetapkan / diundangkan
b.    Jika tidak ditentukan tanggalnya, maka undang-undang itu 30   berlaku pada hari ke-20 sesudah hari diundangkan
c.    Ditentukan pada tanggal tertentu, misalnya UU No.Th1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara yang nanti berlaku pada tanggal 1 Januari 1990, dan UU No.14 Tahun 1992 tentang UULAJ yang berlaku setahun kemudian, tetapi ditunda setahun lagi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1993
2.  Berakhirnya suatu undang-undang disebabkan karena :
a.    Ditentukan dalam undang-undang itu sendiri.
b.    Dicabut secara tegas oleh undang-undang sejenis
c.    Undang-undang lama bertentangan dengan undang-undang baru,sehingga undang-undang baru, sehingga undang-undang baru yang diberlakukan (lex posteriori derogat legi priori).
d.    Adanya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang tersebut, atau undang-undang tersebut, atau undang-undang itu tidak lagi ditaati atau bertentangan program pembangunan nasional.

 3. KEKUATAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
Mengenai kekuatan berlakunya suatu undang-undang, ilmu hukum membedakannya kedalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut :
1)    Kekuatan berlaku yuridis, yaitu bila seluruh persyaratan formal pembentukan terpenuhi .
2)    Kekuatan berlaku sosiologis, yaitu apabila undang-undang secara nyata diterima dan berlaku dalam masyarakat. Kekuatan berlaku undang-undang secara sosiologis dalam masyarakat,ditentukan pula oleh dua faktor berikut :
a.    Faktor kekuatan, yaitu undang-undang diterima dan berlaku karena dipaksakan oleh penguasa, terlepas apakah diterima atau tidak  oleh warga masyarakat.
b.    Faktor pengakuan, yaitu undang-undang diterima dan berlaku karena dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
3)    Kekuatan berlaku filosofis, apabila undang-undang berlaku karena sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. 


4.    HIRARKI TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA SEBAGAI SUMBER HUKUM TATA NEGARA


TAP MPR NO.XX/ MPRS/1966
TAP MPR NO.III/ MPR/2000
UU NOMOR 10 TAHUN 2004

1. UUD RI 1945

2. TAP MPR

3.  UU/ PERPU

  1. PERATURAN PEMERINTAH

  1. KEPUTUSAN PRESIDEN

  1. PERATURAN- PERATURAN PELAKSANAAN LAINNYA, SEPERTI:

-      PERATURAN MENTERI

-      INTRUKSI MENTERI

-      DLL



1. UUD RI 1945

  1. TAP MPR RI

  1. UU

  1. PERPU


  1. PERATURAN PEMERINTAH

  1. KEPUTUSAN PRESIDEN


  1. PERATURAN DAERAH

  1. UUD RI 1945

  1. TAP MPR

  1. UU / PERPU

  1. PERATURAN PEMERINTAH

  1. PERATURAN PRESIDEN

  1. PERATURAN DAERAH

a.    PERDA PROVINSI DIBUAT DPRD PROVINSI DGN GUBERNUR

b.    PERDA KAB/KOTA DIBUAT OLEH DPRD KAB/KOTA BERSAMA BUPATI/ WALIKOTA

c.    PERATURAN DESA/ PERATURAN YG SETINGKAT DIBUAT BPD  / NAMA LAINYA BERSAMA DGN KEPALA DESA / NAMA LAINYA



5.   DASAR HUKUM  DAN KEWENANGAN POLRI DALAM PELAKSANAAN
      TUGAS PER UNDANG UNDANGAN
a.   Dasar Hukum  :
1.    Undang-undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (4)
“Kepolisian Negara RI sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dab ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.
2.    Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1961
3.    Undang-undang Pokok Pertahanan Keamanan Nomor 20 Tahun 1982
4.    Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
5.    Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
6.    Undang-undang  Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7.    Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Peraturan Disiplin bagi anggota POLRI.
8.    Peraturan Pemerintah RI No.3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Tekhnik  Intitusional Peradilan Umum POLRI.

b.  Kewenangan POLRI
             Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17  UU No.2 tahun 2002  bahwa penjabat Kepolisian Negara RI menjalankan tugas dan wewenangnya diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
  Jika kita lihat pada  Pasal 13 UU No2 Tahun 2002 ttg tugas dan wewenang Kepolisian RI adalah :
1.    Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2.    Menegakkan hukum
3.    Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.     
Pasal 14 ,  dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara RI bertugas :
  1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
  2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.
  3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.
  4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
  5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
  6. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
  7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
  8. Menyelenggarakan identifikasikan kepolisian, kedokteran kepolisian , labotarium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.
  9. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat da lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
  10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang.
  11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.
  12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 



                        Ada  5 ( lima )
PERUNDANG-UNDANGAN YANG        MENGATUR PENEGAKAN HUKUM
         1. UNDANG-UNDANG RI NO.18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
         2. UNDANG-UNDANG RI NO.14 TAHUN 1970 TENTANG KEHAKIMAN (LP)
         3. UNDANG-UNDANG RI NO.2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
         4. UNDANG-UNDANG RI NO.16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN
         5. UNDANG-UNDANG RI NO.2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN













BAB II

HAK ASASI MANUSIA DALAM  EFEKTIFITAS KINERJA POLRI/SATPAM DAN POLSUS

( BERDASARKAN UNDANG UNDANG N0.38 /1998,TENTANG KEBEBASAN  MENGELUARKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM DAN UNDANG UNDANG    
NO.39 / TAHUN  1999 tentang HAM)

Indonesia adalah Negara Demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) yang imbangi dengan kewajiban. Hak Asasi manusia adalah Hukum karena Hak Asasi Manusia merupakan bagian konstitusi Indonesia telah menandatangani kovensi-kovensi mengenai Hak Asasi Manusia. Karena itu Negara Indonesia harus menghormati melindungi dan mendorong Hak Asasi Manusia.

Hak Asasi Manusia dengan Negara hukum tidak dapat dipisahkan, justru berpikir secara hukum berkaitan dengan ide bagaimana  keadilan dan ketertiban dapat terwujud. Dengan demikian pengakuan dan pengukuhan Negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asasi manusia, berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan diakui, dihormati dan dijunjung tinggi.

Seperti kita ketahui Angkatan Kepolisian Nasional telah diangkat oleh rakyat Indonesia untuk menjamin agar setiap orang menghormati hukum. Setiap orang ! karena itu polisi harus menghormati hukum dan melayani masyarakat. Dalam posisi untuk meminta orang lain mematuhi hukum, seseorang harus mendapatkan respek dari masyarakat dengan mematuhi hukum secara lebih ketat dibandingkan orang lain. Rakyat dinegara demokrasi berharap banyak dari Polisi mereka. Polisi mempunyai tugas yang sulit dalam melindungi masyarakat dari tindakan penjahat yang tidak menghormati hukum tetapi polisi harus menerapkan hukum, termasuk Hak Asasi Manusia.

Polisi dalam masyarakat yang demokratis pemolisiannya mengacu pada dasar-dasar atau prinsip-prinsip demokrasi antara lain :



Berdasarkan supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan HAM, transparan, pertanggung jawaban kepada public, berorientasi pada masyarakat, ada pembatasan dan pengawasan kewenangan polisi./Polisi Terbatas atau ada lima pertanyaan dalam pemaparan Pelajaran Ham ini antara lain ::
1.   Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia ? Darimana Hak Asasi Manusia hadir (Sejarah HAM) ?
2.   Apa saja asas-asas Hak Asasi Manusia ?
3.   Bagaimana suatu peraturan menjadi Hak Asasi Manusia ?
4.   Tidakkah Kepedulian terhadap Hak Asasi Manusia menganggu Efektifitas Kinerja Polisi dan Masyarakat?
5.   Bagaimana rasa hormat terhadap Hak Asasi Manusia dapat membantu Polisi dan Masyarakat?
6.   Apa pedoman kedepan Visi dan Misi POLRI / SATPAM POLSUS ?

1.   PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya.
Hak Asasi  manusia meliputi : hak hidup, hak merdeka atau kebebasan, hak milik dan hak-hak dasar lainnya yang melekat pada diri pribadi manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Hak Asasi Manusia hakikatnya semata-mata bukan dari manusia sendiri tetapi dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana tercantum didalam Pembukaan HAM menurut Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998, bahwa HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrat, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Defenisi Hak Asasi Manusia merupakan prinsip yang diterima secara umum mengenai fairness dan keadilan. Hak moral dan hak yang sama-sama dimiliki oleh semua orang sebagai manusia. Hak Asasi mewajibkan pemerintah melakukan hal-hal yang menjamin martabat manusia, serta mencegahnya melakukan hal-hal lainnya. 

     SEJARAH HAM  atau DARIMANA HAK ASASI MANUSIA HADIR
1.    Piagam  Magna Charta (1215) Inggris tentang pengertian hak asasi belum sempurna karena terbatas hanya memuat jaminan perlindungan terhadap kaum bangsawan dan gereja
2.    Revolusi Perancis melahirkan Declaration des Droits de I’homme et du citoyen  (pernyataan hak-hak asasi manusia dan warga Negara 27 Agustus 1789
3.    Pada tahun 1941 Presiden AS.Franklin D.Roosevelt. The Four Freedomss of speech (kebebasan bicara), religion (kebebasan beragama), fear (kebebasan dari ketakutan), want (kebebasan dari kemelaratan)
4.    PBB Universal Declaration Of Human Right (Pernyataan sedunia tentang Hak Asasi Manusia).

2.   ASAS-ASAS HAK ASASI MANUSIA
     Adapun asas-asas tersebut antara lain adalah :
a.    Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan perlakuan.
b.    Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalamhal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.
c.     Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
d.    Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan juga tidak memihak, harus diterapkan secara konsweksie dalam seluruh tingkat peradilan.
e.    Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
f.     Kepada seseorang tersangka, sejak saat dilakukan penagkapan dan /atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwaakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk melindungi dan minta bantuan penasehat hukum.
g.    Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh pengadilan negeri yang bersangkutan (dikutip dari penjelasan atas KUHAP)
3.    BAGAIMANA SUATU PERATURAN MENJADI HAK ASASI MANUSIA ?
KONSEP UNDANG-UNDANG HAM
1.    Majilis Umum
2.    Dewan Ekonomi dan Sosial
3.    Komisi HAM
4.    Sub Komisi HAM
5.    Kongres

MEMBAHAS KONSEP UNDANG-UNDANG
Majelis Umum: menjamin agar dokumen akhir menunjukkan pandangan dan pengalaman semua daerah didunia dan semua system hukum adalah penting


MEMUTUSKAN UNDANG-UNDANG HAM
Majelis Umum

MENANDATANGANI DAN MENGESAHKAN UNDANG-UNDANG
Negara masing-masing
4.   TIDAKKAH KEPEDULIAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA MENGANGGU EFEKTIFITAS KINERJA POLISI /SATPAM POLSUS ?

Kita semua sudah mendengarkan argumentasi bahwa menhormati HAM berlawanan dengan penegakan hukum secara efektif. Bahwa untuk menegakkan hukum, untuk menangkap penjahat, diperlukan sedikit tindakan yang menyimpang dari peraturan . Kita  semua telah melihat kecenderungan pemakai kekuatan yang berlebihan dalam mengendalikan demonstrasi atau tekanan phisik untuk mendapatkan informasi dari terdakwa atau kekuatan yang berlebihan dalam melakukan  penahanan. Dalam cara pemikiran ini penegakan hukum merupakan pernyataan perang yang disebarkan di jalur yang akan ditempuh POlisi oleh para aktivis, organisasi  internasional, pengacara dan LSM. Pada kenyataannya pelanggaran HAM  oleh Polisi hanya membuat tugas penekanan Hukum yang sudah menantang menjadi semakin sulit. Ketika penegak hukum menjadi pelanggar hukum hasilnya adalah pelanggaran  martabat manusia pada hukum sendiri dan semua institusi penguasa public. Pengaruh pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polisi berlipat ganda :
  1. Mereka menganjurkan kepercayaan masyarakat.
  2. Mereka mengganggu efektifitas proses pengadilan.
  3. Mereka mengisolasi Polisi dari masyarakat.
  4. Mereka menyebabkan kesalahan kegiatan bebas dan orang yang bersalah mendapat hukuman.
  5. Mereka meninggalkan korban kejahatan tanpa keadilan atas penderitaannya.
  6. Mereka memaksa kantor polisi bersifat reaktif daripada preventif dalam reputasi dan buruk.
  7. Mereka menimbulkan ketidaktentraman masyarakat. 

5.   BAGAIMANA RASA HORMAT TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAPAT MEMBANTU POLISI ?
Rasa hormat terhadap HAM oleh para penegak hukum sebenarnya meningkatkan efektifitas instansi penegak hukum tersebut. Dimana HAM secara sistematik dihormati, petugas Polisi telah mengembangkan sikap profesionalisme dalam pendekatan , mereka untuk memecahkan dan mencegah kejahatan dan memelihara ketertiban umum. Dalam pengertian ini rasa hormat terhadap HAM oleh Polisi disamping menjadi tuntutan  moral hukum dan etika juga merupakan persyaratan untuk penegakkan hukum. Pada saat Polisi / Satpam /Polsus dinilai telah menghormati, menegakkan dan membela HAM :

  1. Kepercayaan masyarakat terbentuk dan kerjasama masyarakat semakin tinggi.
  2. Proses hukum dapat berjalan dengan baik di pengadilan.
  3. Polisi dilihat dari sebagian masyarakat yang melaksanakan fungsi social yang sangat berharga.
  4. Pelaksanaan pengadilan yang adil dapat diberikan akibatnya tumbuh kepercayaan terhadap system tersebut.
  5. Suatu contoh teladan menghormati hukum untuk masyarakat.
  6. Polisi dapat lebih dekat dengan masyarakat dan oleh karena itu dalm posisi untuk mencegah dan memecahkan tidak kejahatan melalui pengadilan proaktif.
  7. Dukungan dapat diperoleh dari media, dari masyarakat internasional dan dari lembaga kekuasaan yang tinggi.
  8. Sumbangan terhadap terciptanya penyelesaian damai atas konflik dan pengaduan.

Efektifitas pelayanan Polisi merupakan pelayanan yang berfungsi sebagai garis pertahanan pertama dalam perlindungan HAM. Anggota-anggotanya melaksanakan pekerjaan mereka dengan cara yang tidak hanya bersandar pada kecemasan dan kekuatan tetapi bersandar kepada hukum kehormatan dan profesionalisme.





6. VISI DAN MISI POLRI/ SATPAM /POLSUS dalam  Pelaksanaan TUGAS
    1).  V I S I :
           “ TERWUJUDNYA POSTUR POLRI/SATPAM POLSUS YANG PROFESIONAL,BERMORAL DAN MODREN SEBAGAI PELINDUNG, PENGAYOM DAN PELAYAN MASYARAKAT YANG TERPERCAYA DALAM MEMELIHARA KAMTIBMAS DAN MENEGAKKAN HUKUM”

    2),  M I S I :

a.   MEMBERIKAN PERLINDUNGAN, PENGAYOMAN DAN PELAYANAN SECARA MUDAH, TANGGAP ATAU RESPONSIF DAN TIDAK DISKRIMINATIF AGAR MASYARAKAT BEBAS DARI SEGALA BENTUK GANGGUAN ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------FISIK DAN PSIKIS.

b.   MEMELIHARA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT SEPANJANG WAKTU DISELURUH WILAYAH, SERTA MEMFASILITASI KEIKUTSERTAAN MASYARAKAT DALAM MEMELIHARA KAMTIBMAS DI LINGKUNGAN KERJA MASING-MASING.

c.   MEMELIHARA KEAMANAN, KETERTIBAN, DAN KELANCARAN LALU    LINTAS UNTUK MENJAMIN KESELAMATAN DAN KELANCARAN ARUS ORANG DAN BARANG

d.  MENGEMBANGKAN COMMUNITY POLICING YANG BERBASIS PADA MASYARAKAT PATUH HUKUM (LAW ABIDING CITIZEN)

e.  MENEGAKKAN HUKUM SECARA PROPOSIONAL, OBYEKTIF, PROPOSIONAL, TRANSPARAN DAN AKUNTABEL UNTUK MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN RASA KEADILAN.

f.    MENGELOLA SECARA  PROFESIONAL, TRANSPARAN, AKUNTABEL DAN MODREN SELURUH SUMBER DAYA POLRI/SATPAM/ POLSUS GUNA MENDUKUNG OPERASIONAL TUGAS .




BAB III
PENUTUP
 KESIMPULAN
1.    Hukum Perundang-undangan adalah : Hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis .Disebut hukum perundang-undangan karena dibuat atau dibentuk dan diterapkan oleh badan yang menjalankan fungsi perundang-undangan (legislator).

2.    Polisi dalam masyarakat yang demokratis pemolisiannya mengacu pada dasar-dasar atau prinsip-prinsip demokrasi antara lain : Berdasarkan supremasi hukum, memberikan menjaminan dan perlindungan HAM, transparan, pertanggung jawaban kepada public, berorientasi pada masyarakat, ada pembatasan dan pengawasan kewenangan Polisi.

3.    Polisi tidak menciptakan hukum namun melaksanakan dan menegakkan hukum. Setiap tindakan kepolisian harus mengacu pada aturan hukum yang berlaku.

     Demikianlah Paparan ini disajikan kepada peserta Pelatihan dengan harapan dapat dimengerti dan dipahami oleh peserta lainnya selanjutnya kami persilahkan untuk memberikan sanggahan berupa pertanyaan–pertanyaan ataupun kritik – kritikan maupun saran–saran untuk kemantapan dan kemajuan kita semua dalam meningkatkan Kemajuan anggota POLRI dibidang penegakanhukum dalam Perundang-Undangan ,sehingga dapat menentukan kebijaksaan selanjutnya guna keberhasilan tugas anggota POLRI  dimasa akan datang .
                                                                                                  
                              PEMAPAR ,

                              N a m a            :   AIPTU DAMEN TARIGAN, SH MH.

                                         

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Penerbit Mandar Maju,Bandung, 1995

Ediwarman, Implementasi HAM Dalam Negara Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Mata Kuliah Sejarah Hukum , Pascasarjana S-2  Ilmu Hukum Universitas Islam Riau, 2006

Endang Zaelani Sukaya DKK Tim Dosen UGM, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi berdasarkan SK Dirjen Dikti No.267/DIKTI/KEP/2000, Penerbit “Paradigma”Yogyakarta, 2002

Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,2004

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Divisi buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada ,Jakarta, 2005

Sutanto, Refleksi Pemikiran Jendral Polisi Drs.Sutanto, POLRI MENUJU ERA BARU PACU KINERJA TINGKATKAN CITRA, Penerbit Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, Jakarta , 2005

Sudarsono, Kamus Hukum, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta, 2005

B. UNDANG-UNDANG

Undang-undang Dasar 1945

Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1961

Undang-undang Pokok Pertahanan Keamanan Nomor 20 Tahun 1982

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Undang-undang  Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Peraturan Disiplin bagi anggota POLRI.

Peraturan Pemerintah RI No.3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Tekhnik  Intitusional Peradilan Umum POLRI.

Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang HAM



Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,2004, hlm.59
Sudarsono, Kamus Hukum, Penerbit Rineka Cipta,Jakarta, 2005, hlm.527
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Penerbit Mandar Maju,Bandung, 1995 hlm.17
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Divisi buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada ,Jakarta, 2005, hlm.65
 Refleksi Pemikiran Jendral Polisi Drs.Sutanto, POLRI MENUJU ERA BARU PACU KINERJA TINGKATKAN CITRA, Penerbit Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, Jakarta , 2005, hlm.70.
Endang Zaelani Sukaya DKK Tim Dosen UGM, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi berdasarkan SK Dirjen Dikti No.267/DIKTI/KEP/2000, Penerbit “Paradigma”Yogyakarta, 2002, hlm.11   
Ediwarman, Implementasi HAM Dalam Negara Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Mata Kuliah Sejarah Hukum , Pascasarjana S-2  Ilmu Hukum Universitas Islam Riau, 2006  



;;