Pendidikan Pancasila

PENDIDIKAN PANCASILA
( 2 SKS )
Oleh : DAMEN TARIGAN, S.H.,M.H.

A. LITERATUR :
1.    Pendidikan Pancasila, DR.KAELAN,M.S., Fakultas Filsafat UGM, Penerbit
2.    Pendidikan P.Sila ,Elly M.Setiadi,Dra.,M.Si Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta ,2007. 

B. MATERI PEMBELAJARAN :
I. PENDAHULUAN PENDIDIKAN PANCASILA
1.    PENGERTIAN PENDIDIKAN PANCASILA
2.    LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
3.    TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
4.    PEMBAHASAN PANCASILA SECARA ALAMIAH
II.  PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA
      INDONESIA
III.  PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT, ETIKA POLITIK,
      IDEOLOGI NASIONAL
IV. PANCASILA DALAM KONTEK KETATANEGARA RI  
A.   PENDAHULUAN
B.   HUBUNGAN ANTARA PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN BATANG TUBUH UUD 1945.
C.   HUBUNGAN ANTARA PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN PANCASILA
D.   HUBUNGAN ANTARA PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945.
E.   PANCASILA SEBAGAI PRADIGMA PEMBANGUNAN, REFORMASI
F.    AKUATILASI PANCASILA, KAMPUS SBG MORAL HUKUM & HAM. 


  

PENDIDIKAN PANCASILA
Asal kata “Pancasila” berasal dari Sansekerta India (bahasa brahmana) adapun bahasa rakyat biasa =bahasa Prakerta. M.Yamin, dlm bahasa sansekerta perkataan “pancasila” memiliki dua arti secara lesikal :“panca” artinya lima.“syila” vocal i pendek artinya “batu sendi”,”alas” atau “dasar”“syiila” vokal i panjang= “peraturan tingkah laku baik,ygpenting/senonoh”.Kata-kata tsb dlm bhs Indonesia terutama bhs Jawa diartikan “susila” yg memiliki hub. dgn moralitas.

 
                                                                       Oleh : DAMEN TARIGAN, S.H.,M.H.















 


























PENGERTIAN PENDIDIKAN PANCASILA
A. PENDIDIKAN PANCASILA
a.    Secara Etimologis
Asal kata “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “pancasila” memiliki dua arti secara lesikal yaitu:
“panca” artinya lima
“syila” vocal i pendek artinya “batu sendi”,”alas” atau “dasar”
“syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku baik, yang penting atau senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas.
Jadi, secara etimologis Pancasila dimaksudkan adalah : istilah “Panca Syila” dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksial ”berbatu sendilima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun Istilah “Panca Syilla” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437).
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha India. Ajaran Budha bersumber pada kitab Suci Tri Pitaka terdapat ajaran moral sebagai berikut : Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Ajaran Pancasyiila menurut Budha berisi lima larangan atau pantangan itu menurut isi lengkapnya adalah sebagai berikut :
1.      Panatipada veramani sikhapadam samadiyani artinya “Jangan mencabut nyawa makhluk hidup” atau dilarang membunuh.
2.      Dinna dana veramani shikapadam samadiyani artinya “janganlah mengambil barang yang tidak diberikan”, maksudnya dilarang mencuri.
3.      Kameshu micchacara veramani shikapadam samadiyani artinya janganlah berhubungan kelamin, yang maksudnya dilarang berzina.
4.      Musawada veramani sikapadam samadiyani, artinya janganlah berkata palsu, atau dilarang berdusta.
5.      Sura meraya masjja pamada tikana veramani, artinya janganlah meminum minuman yang menghilangkan pikiran, yang maksudnya dilarang minum minum keras (zainalabidin, 1958 : 361)
Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar keseluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih juga dikenal di dalam masyarakat Jawa, yang disebut dengan “lima larangan” atau “lima pantangan” moralitas yaitu larangan :
Mateni, artinya membunuh, Maling artinya mencuri, Madon artinya berzina Mabok, minum minuman keras atau menghisap candu, Main artinya berjudi.
Semua huruf dari ajaran moral tersebut diawali dengan huruf “M” atau bahasa Jawa disebut “Ma”, oleh karena itu lima prinsip moral tersebut “Ma lima” atau “M 5” yaitu lima larangan (Ismaun,1981 : 79)
      
b.    Secara Historis
Perumusan Pancasila
Diawali Dalam Sidang BPUPKI I Dr.Radjiman Widyodinigrat mengajukan masalah calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang Ir.Soekarno berpidato secara lisan memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut sorkarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokkan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 dimana dasar negara yang diberikan nama Pancasila.
Sejak saat itu perkataan Pancasila telah menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila” namun yang dimaksudkan Dasar Negara RI adalah istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interprestasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang kemudian secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Adapun secara terimonologi historis proses perumusan Pancasila adalah sebagai berikut :
a. Mr. Muhammad Yamin  (29 Mei 1945)
Tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI Sidang Pertama Pidato Mr. Muhammad Yamin berisikan lima asas dasar negara Indonesia Merdeka yang diidamkan, sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusian
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul tertulis mengenai rancangan UUD RI. Didalam pembukaan dari rancangan UUD tersebut tercantum rumusan lima asas dasar negara yang rumusannya adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusian yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpinan oleh hikamat kebijaksanaan dalam
    permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 
b. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Tanggal 1 Juni 1945 tersebut  Soekarno mengucapkan pidatonya dihadapan  sidang Badan Penyelidik. Dalam pidatonya diajukan oleh Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk rumusan sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionasionalisme atau Perikemanusian
3. Mufakat atau Demokrasi.

c. Ketuhanan Yang Berkebudayaan
Kelima sila diperas menjadi “Tri Sila” yang rumusannya :
1. Sosio Nasional yaitu Nasionalisme dan Internasionalisme
2. Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat”
3. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Adapun “Tri Sila” tersebut masih diperas lagi menjadi “Eka Sila” atau satu sila yang intinya adalah gotong royong
Pada Tahun 1947 pidato Ir.Soekarno tersebut diterbitkan dan dipublikasikan dan diberi judul “lahir Pancasila”, sehingga dahulu pernah populer bahwa tanggal 1 Juni  adalah hari lahirnya Pancasila.

        d. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Hubungan Pancasila dengan Piagam Jakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh Dokuritu Zyunbi Tioosakay mengadakan pertemukan untuk membahaskan pidato serta usul-usul mengenai dasar negara yang telah dikemukan dalam sidang Badan Penyelidik. Sembilan tokoh tersebut dikenal dengan “Panitia Sembilan” yang setelah mengadakan sidang berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal “Piagam Jakarta” yang didalamnya memuat Pancasila. Sebuah hasil pertama kali disepakati oleh sidang.
  
Rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut :
1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi meluk pemeluknya
2. Kemanusian yang adil  dan beradab
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

c.  Secara Terminologis
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan Proklamasi dan eksistensi negara dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan Proklamsi dan eksistensi negara dan bangsa Indonesua maka  terdapat pula rumusan Pancasila sebagai berikut :                    

1). Dalam Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat)
                 Konstitusi RIS yang berlaku tanggal 29 desember 1949 sampai dengan 17       Agustus 1950, tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :

a).Ketuhanan Yang Maha Esa.
b).Peri Kemanusian.
c).Kebangsaan.
d).Kerakyatan.
d).Keadilan sosial
           


 2). Dalam UUD (Undang-undang Dasar Sementara 1950)
       UUD 1950 yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950 sampai tangga 5 Juli 1959, terdapat pula rumusan pancasila seperti rumusan yang tercantum dalam konstitusi RIS, sebagai berikut :

       a). Ketuhanan Yang Maha Esa
       b). Peri Kemanusian.
       c). Kebangsaan
       d). Kerakyatan
       e). Keadilan Sosial
  
3). Rumusan Pancasila di kalangan masyarakat.
                   Selain itu terdapat  juga rumusan Pancasila dasar negara yang beredar   dikalangan masyarakat luas, bahkan rumusannya sangat bereanekaragam antara lain sebagai berikut :

a.                             Ketuhanan Yang Maha Esa
b.                                           Peri Kemanusian
c.                                            Kebangsaan
d.                                           Kedaulatan Rakyat
e.                                            Keadilan Sosial

Dari bermacam-macam rumusan Pancasila  tersebut diatas yang sah dan benar secara konstitusional adalah rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Alinea Ke IV Pembukaan UUD 1945. Hal ini perkuat dengan Ketetapan No.XX/ MPRS/1966, dan Inspres No.12 tanggal 13 April1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan rumusan Pancasila Dasar Negra Republik Indonesia yang sah dan benar adalah sebagaimana tercantum dalam Alinea ke IV Pembukaan UUD 1945.

  
2. LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
  1. Landasan historis
Berdasarkan fakta objektif historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai – nilai Pancasila.
Konsekuensinya secara histories Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat Negara serta ideology bangsa dan Negara bukannya suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru nilai – nilai dari sila – sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri.
  1. Landasan kultural
Setiap bangsa memilki ciri khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asa cultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri.
Nilai – nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila – sila Pancasila bukanlah hanya merupakan hasil konseptual seseorang melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai – nilai cultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis.

  1. Landasan yuridis
Landasan yuridis perkuliahan Pendidikan Pancasila di pendidikan tinggi tertuang dalam Undang- undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 telah menetapkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila Pendidikan agama dan Pendidikan kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan berdasarkan SK Menteri Pendidikan Nasional RI No.232/U/2000, tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa, pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa kelompk mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan pancasila, Pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan.
  1. Landasan filosofis
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara adalah adanya persatuan yang terwujudkan sebagi rakyat (merupakan dasar filsafat negara), sehingga secara filosofis negara bepersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasr ontologism demokrasi, Karena rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. 

3. TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
          Pendidikan pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap dan perilaku,
  1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya.
  2. Memiliki kemapuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara- cara pemecahannya.
  3. Mengenali perubahan – perubahan dan perkembangan ikmu pengetahuan, teknologi dan seni serta
  4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia
Melalui Pendidikan Pancasila, Warga Negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami. Menganalisis dan menjawab masalah – masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita – cita dan tujuan bangsa Indonesia.

4. PEMBAHASAN PANCASILA SECARA ILMIAH
          Pembahasan Pancasila termasuk filsafat, sebagai suatu kajian ilmiah hasrus memenuhi syarat ilmiah sebai dikemukakan oleh R.Poedjowidjatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” yang merinci syarat – syarat ilmiah sebagai beikut:
1.    Berobjek
2.    Bermetode
3.    Bersistem
4.    Bersifat universal
Berobjek
Pancasila secara ilmiah harus memiliki objek, yang didalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam yaitu objek forma’ dan ‘objek materia’.
Objek forma Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila, atau dari sudut apa Pancasila itu dibahas. Objek materia’ Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik bersifat empiris maupun non empiris. Pancasila adalah merupakan hasil budaya bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila atau sebagi asal mula nilai – nilai pancasila. Oleh karena itu objek material pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budayanya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

10.           Bermetode
Salah satu metode pembahasan Pancasila adalah metode ‘analitico syntetic’ yaitu perpaduan metode analisis dan sintesis. Oleh karena objek pancasila banyak berkaitan dengan hasil – hasil budya dan objek sejarah oleh karena itu lazim digunakan metode ‘hermeneutika’, yaitu suatu metode untuk menentukan makna dibalik objek, demikian juga metode ‘koherensi historis’serta metode’pemahaman, penafsiran dan interpretasi’ dan metode – metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum – hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
11.           Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu yang bulat dan utuh. Bagian – bagian dari pengetahuan ilmiah itu merupakan suatu kesatuan antara bagian – bagian itu saling berhubungan, baik berupa hubungan interelasi(saling berhubungan) maupun interdependensi (saling ketergantungan).                             
12.           Bersifat universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu